12. Adrian dan Carlisle

6.2K 947 33
                                    

"Apa kau anak haram Crissalo?"

Adrian menunjukkan raut masam, dia lalu menepis tangan Carlisle yang berada di pundakku, dan menarikku untuk menjauh dari Carlisle. Kini, aku berlindung di balik pinggang Adrian, sedikit mengintip untuk melihat reaksi Carlisle.

"Jaga bicara Anda, Yang Mulia. Arthe bukan anak haram Crissalo," ujar Adrian dengan kedua mata menyipit.

Carlisle yang sebelumnya berlutut, langsung menegakkan tubuhnya. Dia membenarkan kerutan di pakaiannya sebelum berdeham.

"Oke, jika bukan anak haram Crissalo, lalu siapa anak ini? Dia memiliki marga Crissalo dan mengenakan pakaian bagus. Tapi bahkan tidak ada rumor mengenai Crissalo yang memiliki putra kedua."

Adrian menepuk kepalaku dengan lembut, aku lalu menatap wajah Adrian yang sudah tak lagi kaku saat mendengar bahwa aku adalah anak haram dari keluarga ini. "Arthe masih belum debut, makanya tidak ada yang tahu mengenai keberadaan Arthe."

"Semua anak-anak di bawah tiga belas tahun masih belum debut, Adrian," keluh Carlisle. "Tapi setidaknya, sebagai keluarga kerajaan, aku bisa tahu bahwa ada anak yang lahir dari keluarga bangsawan. Tapi kali ini, aku tidak tahu jika Arthevian lahir. Dan kukira wajar saja jika aku mengira jika Arthevian adalah anak haram, dia ... tidak mirip dengan Crissalo."

Yah, aku tidak bisa menyalahkan Carlisle jika dia memilik pemikiran seperti itu. Sebab, dibandingkan dengan Aaron dan Adrian yang memiliki warna rambut abu-abu serta Lucille yang merah muda, rambut Arthevian berwarna perak murni yang membuat wajahnya kelihatan semakin pucat. Jadi, tentu saja harus dipertanyakan identitasku yang tidak mirip dengan Crissalo ini.

Adrian mengembuskan napasnya. "Adik angkat saya."

Carlisle mengangkat kedua alisnya.

"Ibu dan ayah saya mengadopsi Arthe, apa Anda sudah puas, Yang Mulia?"

Carlisle mengangguk perlahan. Sepasang manik emasnya masih terpaku padaku.

Aku lalu menggerakkan bibirku tanpa suara. "Ra-ha-si-a," ejaku.

Carlisle tersenyum dan mengangguk. "Arthevian sangat menarik bagiku, Adrian. Aku akan sering-sering datang kemari."

"Untuk apa?"

Carlisle tidak menjawab, dia malah berlutut lagi di depanku, dan menepuk kepalaku. "Namaku Carlisle. Kamu baik-baik saja bukan jika aku sering datang untuk main denganmu, 'kan?"

Aku sih maunya tidak terus berhubungan secara rutin dengan orang yang akan memenggal kepalaku di masa depan, tetapi aku juga tidak bisa menolak permintaannya karena aku melihat peluang keberhasilan bertahan hidup jika aku bisa menarik hati Carlisle, dan bicara baik-baik padanya nanti supaya dia tidak perlu membunuhku di masa depan.

Aku memaksakan sneyum. "Baiklah, Kakak."

Carlisle tersenyum dan membelai rambutku gemas. "Baiklah, aku akan segera kembali, Arthevian."

[Afeksi: 2%]

Loh, afeksinya bisa naik, ya?

Carlisle berdiri. "Aku sudah menemui ayahmu, Adrian. Ada sebuah krisis yang membutuhkan bantuan Crissalo. Dan sepertinya, kau juga harus ikut andil di dalamnya. Tanyakan saja pada Tuan Marquis mengenai detailnya." Remaja itu kembali menatapku dan melambaikan tangan. "Sampai jumpa lagi, Arthevian."

Aku balas melambaikan tangan. "Sampai jumpa, Kakak."

Aku lalu melihat punggung putra mahkota semakin menjauh dan hilang di balik lorong kediaman. Setelah Carlisle lepas dari visi kami, aku mendengar Adrian mengembuskan napas.

"Arthe, mengapa kamu bisa bertemu dengan Yang Mulia? Dan apa kamu tahu siapa dia sebenarnya?"

Aku sebenarnya tahu karena dia adalah pemeran utama dari gim The Queen of Rose, tapi Adrian pasti akan merasa aneh jika aku bisa mengenali putra mahkota, terlepas dari Arthevian yang hidup terisolasi selama hampir sepuluh tahun.

"Aku hanya bertemu dengan kakak itu saat jalan-jalan." Aku memegang ujung pakaian Adrian dan menatapnya dengan mata bulatnya Arthevian. "Aku tidak tahu siapa kakak itu, Kak. Memangnya siapa dia?"

Adrian mengelus pipiku dan dia tersenyum lembut. "Kamu sangat lucu," itu adalah gumaman Adrian yang diam-diam aku dengar saat dia berlutut di depanku. "Orang yang kamu temui sebelumnya adalah Putra Mahkota Arthain. Apa kamu mengerti seberapa besar pengaruh gelar itu?"

Aku pura-pura kaget. "Kakak! Apakah orang yang tadi benar-benar putra mahkota?!"

"Benar. Namanya Carlisle Arthain, dia adalah putra mahkota."

"Wah! Aku tidak tahu itu!"

"Tidak apa-apa, Arthe. Selanjutnya, bicaralah dengan gelar padanya, karena dia adalah orang yang dingin dan agak ... um, bukan apa-apa. Hanya saja, kamu harus bicara dan berperilaku dengan sangat sopan karena dia tidak menyukai orang-orang yang semena-mena padanya."

Haha, aku setuju itu. Carlisle agak keras dan tidak suka jika orang-orang tidak memanggilnya dengan gelar, tapi mungkin pengecualian buatku yang masih kelihatan bocah. Carlisle tidak masalah saat aku memanggilnya kakak barusan. Dan dia juga tampaknya sedikit luluh saat aku mengungkapkan separuh kebohongan bahwa aku adalah utusan dewa.

***

Carlisle datang lagi keesokan harinya. Dia menepati janjinya untuk datang bermain denganku di kediaman Crissalo. Sayangnya, dia datang ketika jadwal istirahat Adrian dari kelas berpedangnya. Makanya saat ini, aku menemani Adrian untuk minum teh pada sesi istirahatnya. Dan Carlisle tiba di saat yang tidak tepat karena Adrian tentu saja tidak ingin membiarkanku berduaan saja dengan Carlisle.

"Apakah Anda diundang dalam pesta teh saya, Yang Mulia?" tanya Adrian dengan senyuman lembut tapi mematikan di bibirnya.

Carlisle, yang tanpa kata langsung bergabung dengan kami berdua dalam kegiatan minum teh, hanya terkekeh kecil. "Bukankah Arthevian mau saja mengundangku?"

Tatapan Carlisle jatuh padaku dan aku mengalihkan pandang. Lebih baik tidak usah menjawab jika tidak mau Adrian lebih kesal pada Carlisle.

Selama Adrian dan Carlisle berbincang dengan ramah, aku mengangkat cangkir susuku. Benar, bukan teh yang kuminum, melainkan susu segar. Katanya, ini bermanfaat untuk pertumbuhanku yang terlambat, jadi susu adalah minuman yang tepat bagiku.

Aku memperhatikan keduanya dari balik cangkir susuku. Mereka kelihatan dekat. Aku tidak tahu mengenai informasi ini karena Adrian dan Carlisle di dalam cerita, tidak banyak diceritakan sedang bersama. Anehnya, ketika Adrian mati, hanya ada satu ekstra cerita singkat di mana Carlisle mengunjungi kediaman Crissalo untuk berduka, tetapi hanya sebatas itu saja. Selanjutnya, alur cerita kembali fokus pada Charlotte seolah tidak ada yang mati. Jadi, aku tidak yakin apakah mereka benar-benar dekat saat ini ataukah kisah cinta itu yang membuat hubungan mereka renggang.

"Kalian sangat dekat, ya," Aku bergumam.

Hanya saja, suaraku ternyata terdengar lebih keras daripada yang kuperkirakan.

"Arthe, apa maksudmu? Aku dan Yang Mulia tidak mungkin dekat," ujar Adrian. "Lagipula, kasta kami berbeda."

"Arthevian, aku dan Adrian hanya sebatas rekan politik. Tidak dekat sama sekali."

Hm? kenapa mereka ini saling menyanggah kalau keduanya memang dekat?

"... Oke?"

Suasana jadi agak canggung bagiku saat itu. Adrian dan Carlisle tidak saling bicara lagi, tapi terdapat benang-benang permusuhan yang sulit untuk kudeskripsikan saat ini. Aku pun menghela napas.

Jadi, apa benar jika Adrian dan Carlisle sebenarnya dekat? Aku penasaran.

***

7/6/24

Anak Buangan DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang