Selama beberapa hari terakhir, aku sibuk berlatih menyulam sampai lancar bersama Lucille. Masa menginap Coretta juga sudah habis ketika ibunya menjemputnya dan kembali membawa Coretta ke wilayah Arlene. Dia menangis sangat keras saat kami berpisah di pekarangan kediaman Crissalo, tapi aku malah melambai riang padanya saat itu.
Kieran juga masih sibuk berlatih karena dia berniat menjadi ksatria dan mendaftar menjadi ksatria di Crissalo saat sudah cukup umur. Jadi, dia sedang mengejar ketertinggalannya hingga tidak ada waktu baginya untuk bersantai. Melihat Kieran bekerja keras, aku juga jadi ingin bekerja keras dalam latihan menyulam supaya bisa membahagiakan kakakku.
Manisnya, Kieran selalu meninggalkan sebuah cokelat kecil ketika aku hendak berlatih menyulam sementara dia berlatih pedang. Kieran masih melayani aku setiap pagi, aku sempat mengatakan jika dia bisa berhenti menjadi pelayanku karena dia pasti akan terlalu kelelahan selama berlatih dan melayaniku. Namun, Kieran yang tingkat afeksinya sudah mencapai lima puluh persen itu tetap mengatakan bahwa dia akan melayani aku sesudah dan sebelum aku tidur, lalu menemani sebentar saat istirahat untuk bermain. Karena sesungguhnya, alasan dia ingin menjadi seorang ksatria adalah karena ingin terus berada di sisiku. Maka hal yang sia-sia saat dia hanya bisa mendedikasikan hidupnya hanya untuk berlatih tanpa ada di sisiku selama prosesnya.
Tindakan dan perilaku Kieran membuatku terharu, rasanya benar-benar seperti memiliki seorang teman yang tulus. Teman pertamaku yang tulus.
Selama beberapa hari terakhir, aku sibuk berlatih menyulam. Hingga pada akhirnya, kesibukanku ini membuat Adrian penasaran dengan kegiatan apa yang sebenarnya tengah aku lakukan. Namun, aku juga harus menyembunyikan ini dari Adrian untuk membuat kejutan di hari perburuan nanti.
Di meja makan, saat sarapan, hatiku berdebar tak keruan ketika Adrian mulai mengangkat isu itu dan bertanya. Apakah aku harus bohong sebagai jawabannya? Hatiku tidak akan tega membohongi Adrian.
“Ibu membacakan banyak buku dongeng pada Arthe,” tutur kebohongan Lucille, dia melirikku dan tersenyum manis.
“Membacakan buku dongeng?” Adrian mengangkat sebelah alisnya. “Tapi aku juga bisa membacakan buku dongeng untuk Arthe kapan saja Arthe mau.”
Aku kelabakan. Aduh, aku harus bicara apa? Sebenarnya, misi event tak mengatakan bahwa aku harus memberikan kejutan, ini hanya murni intensiku yang ingin membahagiakan Adrian. Anggap saja karena jasanya, aku bisa keluar dari neraka dunia berupa Montrose dan bisa disayangi seperti ini. Sebagai balas budi, di mana aku juga diam-diam mulai menganggap Adrian sebagai keluargaku, aku setidaknya ingin membahagiakan Adrian dengan kejutan kecil.
“Kata siapa kamu memiliki banyak waktu untuk Arthe lagi, Adrian?” Bagai penyelamat, suara Aaron mengudara. Nadanya yang main-main dan riang adalah ciri khasnya, ini membuat Adrian mengerutkan wajahnya tak puas.
“Aku bisa, Ayah. Aku akan menyisihkan waktu ....” Adrian kelihatan dilema.
Itu pasti karena Adrian harus rajin berlatih untuk mempersiapkan kompetisi perburuan pertamanya, bahkan dia hanya bisa istirahat ketika sudah waktunya untuk bergabung di meja makan. Itu yang aku dengar dari Lucille. Namun, Adrian yang sangat sibuk ini mana mungkin bisa membacakan aku buku dongeng.
“Mungkin selepas kompetisi berakhir, kamu akhirnya bisa membacakan buku dongeng untuk Arthe,” balas Aaron.
Adrian cemberut. Dia menatapku sedih, mengingatkanku pada anjing terlantar.
Aku hanya terkekeh canggung. “Benar kata Ayah, Kakak. Kakak bisa membacakan buku dongeng padaku ketika urusan Kakak sudah selesai.”
Adrian cemberut lagi. Aaron dan Lucille hanya menggoda putranya lagi dan lagi. Suasana keluarga yang sangat harmonis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Buangan Duke
Historical Fiction[Brothership story!] "Padahal hanya anak buangan, tapi kamu seolah memiliki kuasa seperti seorang raja!" Kalimat itu ditujukan pada Arthevian Montrose menjelang ajalnya. Tak ada yang lebih buruk daripada dipenggal mati karena sikap tidak tahu diriny...