18. Antagonis Wanita

5.6K 795 42
                                    

 Hari-hari selanjutnya, aku dan Evander bertemu lagi dalam kelas sihir. Selepas percakapan kami mengenai kasih sayang dan kepercayaan diri, Evander tampaknya mulai tak lagi ragu untuk bisa lebih dekat denganku. Dia sering kali curhat padaku soal kepercayaan dirinya yang selalu menurun drastis padahal Evander telah mencoba untuk lebih merasa percaya diri.

Menurutku, ini adalah perkembangan awal yang baik bagi hubungan pertemanan kami. Evander yang bisa lebih terbuka padaku bisa membuatku setidaknya dapat memancing Evander untuk mengungkapkan rahasia terpendam yang sistem saja dibuat bungkam oleh atasan. Makanya, mungkin dengan lebih dekat dengan Evander, aku bisa mengetahui lebih jelas misteri apa yang sebenarnya mengitari Evander.

Tanpa terasa, sudah hampir satu minggu aku belajar kelas sihir dengan Evander. Kali ini, kami tidak belajar teori lagi sehingga aku dan Evander mengubah ruang belajar dari dalam ruangan menjadi di luar ruangan. Hal ini untuk menguji praktek sihir dasar dalam mengeluarkan sihir elemen, dalam kasusku adalah elemen es.

Pada awalnya, aku bahkan hanya bisa mengeluarkan sepoi-sepoi sensasi dingin di udara sebentar, kemudian hilang tanpa bekas. Kelihatan payah karena tidak sampai tiga detik saja aku mempertahankan sihir es itu. Namun, Evander menghiburku bahwa itu saja sudah bagus, hanya perlu mengembangkannya di masa depan dan kami punya banyak waktu untuk itu.

Setelah berlatih dan berlatih, aku bisa membuat kepingan salju berjatuhan dari udara lalu membekukan ranting atau dedaunan. Hanya hal-hal kecil, tetapi sesuatu seperti sihir fantasi membuatku bersemangat untuk melakukan lebih banyak lagi.

Ini adalah hari keempat di mana jadwalnya kelas sihir saja. Jadi, ketika Evander selesai dengan pekerjaannya, aku memiliki banyak waktu luang.

Aku ingin menghabiskan waktu dengan Adrian, tapi dia sibuk berlatih dan belajar. Carlisle juga tidak mengunjungi kediaman, mengatakan lewat surat kalau pekerjaan putra mahkota menyibukkannya. Jadi, aku sendirian di kediaman ini.

Yah, tidak benar-benar sendirian.

“Kieran, ayo jalan-jalan di taman!”

Kieran, pelayan yang katanya kini telah resmi menjabat sebagai pelayan pribadiku, mulai melayaniku dengan benar ketika aku tidak punya teman. Ketika Adrian sibuk, Lucille tidak bisa main denganku karena harus mengunjungi perkumpulan sosialita, dan Aaron yang terlalu sibuk sebagai seorang Marquis untuk bisa main denganku. Jadi, hanya ada Kieran saja. Lagipula, usia kami tidak jauh berbeda, Kieran hanya satu tahun lebih tua di atasku, dan lebih tinggi dariku. Meski begitu, Kieran ini orangnya mudah gugup dan pemalu, bicaranya agak gagap entah karena dia adalah salah satu anak spesial atau karena ada hal lain.

Walaupun bicaranya kadang tidak jelas, diselingi dengan pekikan malu, Kieran tetap bersedia untuk menemaniku tanpa protes. Tebak apa yang membuatku terkejut ketika melihat Kieran datang ke kamarku tiap pagi?

[Afeksi: 20%]

Pada awalnya, tidak muncul stat afeksi Kieran di atas kepalanya. Akan tetapi, esoknya, stat afeksi bertambah ketika kami bahkan jarang interaksi. Awalnya itu hanyalah lima persen. Tapi setiap kali dia muncul di balik pintu kamarku untuk membangunkanku, afeksinya selalu naik lima persen. Dan ini adalah hari keempat di mana Kieran melayaniku.

“T-Tuan Muda, s-saya akan menemani Anda ke ta-taman,” jawab Kieran sembari menunduk dalam, enggan membuat kontak mata denganku.

Puas akan jawaban Kieran, aku langsung berjalan menuju rute ke mana taman kediaman berada. Di sana aku mengajak Kieran ngobrol, meski dia menjawab dengan gagap, setidaknya aku jadi punya teman bicara.

“Arthe?”

Saat mendengar suara familier yang lembut memanggil namaku, aku langsung berbalik. Lucille di sana, mengenakan gaun dan aksesori mewah dengan warna merah muda yang identik dengan rambutnya, mirip permen kapas, manis dan cantik. Lucille pun langsung menghampiriku.

Anak Buangan DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang