“Tuan Muda, jaraknya sedikit jauh, apa Anda ingin digendong saja?” tanya Margaretha, meski dia menampilkan senyuman lembut, tetapi aku bisa melihat sedikit kekhawatiran di dalam nada bicaranya.
Memang, ya, tubuh malnutrisi ini kelihatan sangat lemah sampai Margaretha saja menawarkan diri untuk menggendongku.
“Tidak apa,” balasku tak kalah lembut, “Aku ingin menemui Kieran dengan usahaku sendiri!”
Margaretha tampak terkejut sebelum akhirnya tersenyum lebar. “Jika putra saya mendengarnya, putra saya pasti sudah menangis terharu saat ini. Terima kasih, Tuan Muda, sudah menjadikan Kieran sebagai sosok yang berharga di kehidupan Anda.”
“Kieran berharga. Makanya aku akan memarahinya saat bertemu dengannya karena dia tiba-tiba hilang seperti ini.”
Margaretha terkekeh geli. “Baiklah, silakan ikuti saya, Tuan Muda. Saya akan berjalan perlahan supaya Anda tidak terlalu lelah.”
Aku mengangguk mengerti. Kemudian, kami berjalan di lorong menuju ke bagian belakang kediaman yang baru kusadari cukup jauh, atau karena kedua kakiku terlalu pendek jadi ini memberikan ilusi bahwa jarak yang ditempuh itu terlalu jauh? Meski aku sudah lama tinggal di sini, bukan berarti juga aku telah menjelajahi seluruh kediaman ini karena aku sibuk dengan kelas.
“Memangnya, kita akan pergi ke mana?” tanyaku.
“Asrama pelayan dan arena latihan ksatria berada di jalur ini, Tuan Muda.”
“Begitu, ya. Aku dengar Kieran tinggal di asrama juga, apakah dia ada di sana?”
Margaretha hanya tersenyum misterius. “Kita bisa lihat itu nanti, Tuan Muda.”
Aku cemberut karena Margaretha bermain rahasia. Namun, aku tetap patuh mengikuti langkah Margaretha menuju lebih dalam ke belakang kediaman. Beberapa menit berlalu, kami akhirnya tiba di sebuah pintu ganda yang besar, saat didorong rupanya itu menampilkan halaman belakang kediaman. Tak jauh dari sini, ada sebuah bangunan yang mirip paviliun dan banyak pelayan yang berada di sekitarnya, sibuk melakukan tugas mereka masing-masing.
“Ini ... asrama pelayan?” tanyaku, mendongak untuk menatap Margaretha.
“Benar, Tuan Muda. Di sinilah para pelayan seperti saya menetap selama bekerja di kediaman ini.”
Aku mengangguk pelan, lalu mengalihkan atensiku pada bangunan itu. Bangunan dengan dua lantai yang sangat besar, cantik, dan mirip seperti rumah-rumah mewah di dunia modern, tetapi rupanya di sini hanya dijadikan sebagai asrama pelayan. Suasana di sekeliling asrama pun asri karena dikelilingi oleh pepohonan atau semak-semak berbunga. Ada tiang cucian yang penuh oleh kainnya yang berkibar di udara kala angin menerpa. Ada juga para pelayan yang mengobrol dengan antusias di satu sisi sudut asrama sembari sibuk dengan pakaian basah yang hendak dijemur.
“Apa kita akan masuk ke asrama?” tanyaku ketika kami akhirnya mendekati gedung asrama.
“Tidak. Kita akan melewati asrama, Tuan Muda.”
Aku mengerutkan dahi. Jadi, Kieran tak ada di dalam? Aku pun mengembuskan napasku. Karena berjalan lama, kakiku rupanya sudah pegal dan sakit. Kini aku sadar bahwa tubuh yang sehat dan bugar itu adalah hal yang patut disyukuri.
“Tuan Muda, sudah lelah?”
“Tidak, aku baik-baik saja.”
“Baiklah kalau begitu.”
Ketika kami melewati gedung asrama, beberapa pelayan yang mengenaliku langsung menyapa dan aku pun melambai dengan senyuman lebar sebagai balasan. Kemudian, ada lebih banyak pelayan lagi yang menyapa dan memujiku lucu atau manis. Karena mulai banyak pelayan yang menghampiriku, Margaretha selaku kepala pelayan akhirnya menghentikan mereka semua dan mengatakan jangan membuatku lelah karena harus mengapa mereka satu-persatu. Akhirnya, para pelayan hanya menatapku dari kejauhan dan melambai-lambai sedih karena tak bisa bicara padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Buangan Duke
Historical Fiction[Brothership story!] "Padahal hanya anak buangan, tapi kamu seolah memiliki kuasa seperti seorang raja!" Kalimat itu ditujukan pada Arthevian Montrose menjelang ajalnya. Tak ada yang lebih buruk daripada dipenggal mati karena sikap tidak tahu diriny...