35. Trauma

2.9K 559 47
                                    

Saat itu, aku tersadar, tetapi aku tetap menutup mataku. Di sana, aku mencoba untuk mengetahui di mana aku berada menggunakan seluruh indraku.

Aku merasakan bahwa tubuhku sedang berada di dalam benda yang bergerak, menilai guncangannya yang tak terlalu kuat serta terdapat suara ringkikan kuda beserta tali pecutnya, pasti aku berada di dalam kereta kuda yang tengah berjalan. Namun siapa yang membawaku kemari? Dan ke mana tujuan kereta kuda ini? Apakah kembali ke rumah? Jika memang aku kembali ke rumah dengan keluargaku, maka itu bagus.

Aku pun membuka mataku secara perlahan. Pandanganku masih buram dan rasa pusing mendera ialah satu-satunya yang menyambutku pertama kali. Bau obat tidur yang masih tersisa sebelumnya begitu kuat hingga hidungku lantas mengerut.

Ketika aku sudah mendapatkan orientasi atas situasi diri, bahwa rupanya aku tengah berbaring di atas kursi kereta kuda yang sedang berjalan. Roda kereta menabrak kerikil dan sedikit berguncang, tetapi tidak ada rasa sakit di tubuhku karena kursinya yang empuk.

Gerbong kereta kuda berwarna putih yang lembut, disertai gradasi merah klasik, dan ukiran emas elegan. Kursi dengan bahan beludru merah yang empuk dan halus ketika diraba. Jendela gerbong yang tidak ditutup gorden hingga aku bisa melihat panorama langit cerah di balik sana.

Aku bergerak, berusaha mengubah posisi berbaring menjadi duduk.

“Sudah bangun?”

Tubuhku lalu menegang. Dengan gerakan patah-patah, aku menolehkan kepala ke samping untuk mendapati seseorang duduk di hadapanku.

Tiba-tiba saja, kegelisahan berlebihan memenuhi dada. Terbersit rasa familier ketika melihat rupa pria asing itu, tetapi pula ada rasa takut dan rasa trauma yang menetap di dalam tubuh ini. Napasku pun tercekat sebelum kehilangan kontrol. Ini ... Ada apa ini?

Kenapa tubuhku terasa sakit, dadaku terasa nyeri, dan aku sesak napas? Setiap kali menarik napas, bagaikan ada duri yang ikut terembus hingga menusuk tenggorokan dan paru-paru. Sakit sekali rasanya. Aku bernapas untuk hidup, tetapi kali ini napas itu seakan berusaha untuk memburu nyawaku.

Pria di hadapanku mengerutkan dahi dan mengulurkan tangan untuk meraihku, tetapi aku lebih dulu menepisnya dengan cepat. Di saat yang sama, aku terbatuk hebat karena tak bisa bernapas dengan benar. Dibandingkan dengan cekikan Cain tempo hari, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan kejadian saat ini.

Sepertinya, tubuh ini memiliki trauma yang mendalam terhadap pria itu. Sakit sekali. Pandanganku pun kembali memburam ketika aku melihat pria itu mengetuk gerbong kereta dan beberapa saat kemudian kereta kuda terhenti. Pintu gerbong dibuka dari luar tapi kesadaranku telah lebih dulu hilang. Aku kembali kehilangan kesadaran.

***

Saat aku kembali membuka mata, bisa kulihat cahaya senja menembus kaca jendela di dalam ruang, sedikit menyilaukan pandangan sampai aku sedikit menyipitkan mata.

Aku pun mengubah posisi berbaring menjadi duduk dan melihat ke sekeliling. Di mana ini? Sejujurnya, aku bahkan tak tahu aku dibawa ke mana oleh kereta kuda itu barusan. Aku benar-benar diculik menilai aku berada di tempat asing ini. Namun, penculik itu sepertinya tahu cara memperlakukan anak-anak dengan baik.

Aku kira, aku akan ditempatkan di ruang bawah tanah yang lembab, gelap, kotor, dan mengerikan sembari diikat di sebuah kursi kayu reyot. Namun semua bayangan itu lenyap karena sudah jelas, aku berada di dalam ruang kamar yang mewah, dibaringkan di sebuah ranjang besar. Aku terlalu banyak nonton film sampai realita penculikan ini sedikit membuatku merasa aneh.

Jika tak familier dengan Kediaman Crissalo, mungkin aku akan mengira jika aku berada di rumah. Namun karena aku sudah tinggal lama di sana dan pernah diajak berkeliling oleh Adrian saat pertama kali tinggal di sana, aku setidaknya tahu bahwa ini bukan Kediaman Crissalo.

Anak Buangan DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang