23. Kakak Baru

5.2K 819 34
                                    

Aku menutup mataku ketika sensasi hangat yang Evander berikan dari sihirnya mulai sedikit terasa nyaman, rasanya hangat dan membuat perasaan menjadi lebih baik. Kalau kata Evander, ini adalah sihir untuk menenangkan. Dia memberikannya padaku karena aku kelihatan lemah lesu, ini mungkin efek dari demam tinggi. Sihirnya pula membuat stamina terisi secara perlahan, walau belum sepenuhnya.

“Tuan Muda, bagaimana rasanya? Apakah masih ada anggota tubuh yang masih terasa lemas?” tanya Evander.

 Aku tersenyum manis sebagai balasan. “Sudah lebih baik, Guru! Ini semua berkatmu.”

Sihir penenang Evander berhenti disalurkan ketika itu terasa sudah cukup dan dia mengalihkan pandangan sambil bergumam untuk membalas kalimatku, “Itu bukan apa-apa, Tuan Muda.  Lagipula, sudah tugas saya untuk memberikan sihir seperti ini kepada murid saya.”

“Itu saja sudah sangat cukup. Dan Guru, maafkan aku karena harus menemuimu di sini, aku tidak diperbolehkan keluar dari ranjang oleh Ibu! Aku tidak mau diomeli Ibu, jadi aku terpaksa harus bertindak tidak sopan seperti ini pada Guru,” kataku.

Baru saja kemarin aku bangun dari demam tinggi. Lalu saat ini, Evander langsung mengunjungi kediaman selepas tahu kabarnya. Meski tahu jika bertemu dengan guruku tidak akan sesopan itu kalau setengah berbaring di atas ranjang, Evander sepertinya tak keberatan. Aku juga terpaksa karena Lucille sangat tegas dalam hal ini padaku. Sementara itu, Evander duduk di samping ranjangku di atas kursi yang tersedia.

“Bukan masalah, Tuan Muda. Saya juga berpikir jika Anda masih harus lebih banyak beristirahat. Justru kesalahan saya karena berkunjung di saat seperti ini. Maafkan saya, Tuan Muda.”

Mulai lagi, sifatnya yang seperti itu.

“Guru ini. Padahal aku sangat senang Guru mengingatku dan buru-buru mengunjungiku setelah aku sadar! Aku merasa sangat senang sekali. Rasanya seolah aku itu orang yang penting bagi Guru.” Aku tersenyum lebar.

Ting! [Afeksi: 9%]

“Ah.” Evander mengalihkan pandangan dengan wajah malu. “Saya ... Saya juga merasa jika Tuan Muda jadi agak penting di dalam hidup saya.”

Aku mengerjap, tak tahu jika Evander akan membahasnya dengan seperti itu. Agak mengejutkan. Namun, walaupun mengejutkan, rasanya hatiku menghangat. Memiliki seseorang yang penting di dalam kehidupan itu sangat baik. Hanya dengan memiliki seseorang yang penting di dalam kehidupan ini, maka salah satu tujuan untuk terus bertahan hidup sudah terbentuk.

Aku pun yakin, Evander bisa mengatakan hal yang seperti ini karena pernah terselesaikan sebuah misi sampingan yang berkaitan dengan Evander, hingga setidaknya dia bisa lebih percaya diri.

“Benarkah? Guru juga sangat penting di hidupku!” Aku tertawa kecil. “Aku sudah punya Ayah, Ibu, Kak Adrian, Kak Carlisle, Kieran, mungkin Coretta juga sebagai orang-orang penting di hidupku. Namun, Guru juga mulai menjadi orang yang berharga bagiku. Itu tidak apa-apa, ‘kan, Guru?”

[Afeksi: 10%]

Evander memberanikan diri untuk menatapku. Di bola matanya yang biru, itu kelihatan jernih saat ada binar baru di dalamnya. Evander perlahan mengangguk, senyuman tipis terlukis di bibirnya.

Aku terpana. Saat dia tersenyum seperti ini, Evander indah sekali, bagaikan patung yang dipahat ditemani hati yang tulus.

“Saya juga, Tuan Muda,” kata Evander. “Semenjak saya kecil, saya tak memiliki hal-hal berharga di dalam hidup saya. Saya memiliki sihir, tetapi tak ada lagi hal yang istimewa di dalam hidup saya. Namun, selepas mengenal Anda dan belajar sesuatu dari Anda, saya mulai merasa jika berada di dekat Anda mungkin satu hal istimewa yang saya harapkan itu.”

Anak Buangan DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang