29. Status Misi

3.9K 595 29
                                    

“Hari perburuan?”

Aku mengangguk atas pertanyaan ulang Evander. Kami sedang ada kelas di luar saat ini, yaitu waktunya kelas praktek. Namun, karena aku sudah bekerja keras selama setengah jam terakhir, Evander bersedia memberikan jeda sepuluh menit setelah melihatku sangat kelelahan. Aku pun mengambil kesempatan itu untuk berbaring di atas rerumputan sambil menetralkan napasku yang terengah. Kelas praktek tidak pernah bosan membuatku kehabisan stamina seperti ini.

“Iya, Guru. Aku masih penasaran tentang hari perburuan itu. Aku hanya dengar sedikit, selebihnya aku tak tahu.”

“Begitu, ya.” Evander menggerakkan jemarinya dan tiba-tiba saja tubuhku terasa segar seolah baru beres mandi. Dia selalu melakukan ini selepas praktek kelas sihir dengan menggunakan sihir airnya untuk membasuh keringatku.

Aku tersenyum lebar dan berterima kasih, lalu duduk bersila di atas rumput sambil menatap Evander.

“Menurut saya, hari perburuan adalah hari di mana para peserta kompetisi memburu para monster yang populasinya meledak di hutan selatan Arthain. Sebab, jika jumlah monster menjadi lebih banyak dibandingkan jumlah manusia, besar kesempatannya bagi mereka untuk menguasai Arthain. Makanya, raja terdahulu menyisihkan satu hari dalam setahun sebagai hari perburuan guna tindak pencegahan peledakan populasi monster.”

Ahaha, kalau itu sih, aku juga tahu. Berkat cerita ilustrasi sistem. Namun, apa yang aku herankan adalah peserta yang mengikuti perburuan. Bagiku, usia lima belas tahun itu masih bocil. Bagaimana bisa mereka diizinkan berpartisipasi dalam kompetisi perburuan?

“Ah, aku mengerti,” anggukku. “Namun, siapa saja yang bisa berpartisipasi? Apa kakakku bisa?”

“Usia Tuan Muda Adrian adalah lima belas tahun, jadi dia sudah bisa berpartisipasi,” balas Evander.

“Oh, ya? Mengapa itu, Guru? Bukankah lima belas tahun bukan usia legal? Maksudku, untuk memburu monster di usia lima belas tahun, bukankah itu terlalu berlebihan?”

Evander mengangkat alis dan menjawab, “Menurut saya tidak demikian. Sebab, persyaratan menjadi peserta kompetisi pun ialah mereka yang merupakan seorang bangsawan yang sudah mengerti seni pedang. Bagi tuan muda bangsawan, mereka mulai belajar seni pedang semenjak usia tujuh tahun. Jadi, usia lima belas tahun sudah cukup bagi para tuan muda bangsawan mempraktekkan apa yang telah mereka pelajari selama delapan tahun.”

“Hanya bangsawan saja? Apa rakyat biasa tak bisa berpartisipasi?”

“Bisa. Namun, tak seperti bangsawan yang mendapatkan pendidikan formal, hanya sedikit dari rakyat jelata yang mempelajari seni pedang kecuali mereka memiliki uang sebagai modal belajar seni pedang. Bahkan sekarang tak hanya bangsawan, ada beberapa orang dari kalangan rakyat biasa yang berniat menjadi ksatria atau prajurit kerajaan untuk berpartisipasi dalam kompetisi. Alasan mengapa hanya mereka yang bisa menggunakan pedang dengan baik yang dapat berpartisipasi dalam kompetisi adalah untuk mencegah peserta bertindak ceroboh dan terluka karena ilmu mereka tak cukup dalam pertarungan.”

Aku bergumam pelan sebagai reaksi sebelum berseru lagi, “Oh, ya, Guru! Aku juga mendengar bahwa para peserta biasanya mendapatkan saputangan sebagai jimat untuk melindungi mereka. Apakah itu benar-benar jimat?”

“Tentu saja tidak. Jimat itu hanya khayalan belaka, Tuan Muda. Saputangan yang diberikan kepada para peserta adalah cara mengungkapkan doa selamat serta perlindungan dan menyemangati peserta, bahkan sebagai tanda kasih sayang juga.”

Aku mengangguk mengerti setelah mendengarkan penjelasan Evander. Ini cukup rinci. Aku mengira jika menyulam saputangan untuk tiga karakter yang akan berpartisipasi dalam kompetisi hanyalah akal-akalan sistem untuk membuatku makin repot.

Anak Buangan DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang