8. Teman Lama

662 64 13
                                    


Perasaannya bercampur aduk kala membaca pesan dari Teddy, walaupun begitu singkat ada sedikit kegembiraan di hatinya, namun di saat yang bersamaan juga hatinya terasa di sayat-sayat. Dia tahu betul tugas dari seorang abdi negara saat menjaga wilayah perbatasan, karena ayahnya dahulu juga garda terdepan untuk menjaga wilayah perbatasan yang memanas, dia tahu betul perasaan khawatir yang terus menghatui ibunya kala mengantar ayahnya pergi untuk menjaga perbatasan kala itu, perasaan ibu yang menunggu kepulangan ayahnya kembali ke rumah dengan senyum hangat, dan ia juga tahu betul perasaan ibu saat ayah tidak kembali dengan senyum hangatnya, melainkan hanya sebuah nama di dalam surat gugur.

Tapi gadis itu sadar bahwa tidak ada banyak hal yang bisa ia lakukan, bahkan mungkin memang tidak ada yang dapat di lakukan selain berdoa, jelas daerah itu bukanlah suatu kawasan yang bisa di masuki warga sipil seperti dirinya seenak dan semaunya, dia juga tidak bisa meninta Teddy untuk segera kembali, karena itu adalah tanggung jawabnya, keselamatan pasukannya dan nyawa pasukannya adahal hal yang harus seorang Mayor  utamakan, bahkan di luar dari keselamatn dirinya sendiri. 

Ia hanya bisa menangis di depan pintu lift malam itu, dia menangis dengan tersedu-sedu sambari berjongkok di depan pintu lift tersebut, sebelum akhirnya ia menyudahi tangisanya dan membalas pesan Teddy.

Aurora :

Terlukalah Komandan, tapi jangan mati! jangan pernah hadiahi saya dengan surat gugur lagi, apalagi surat itu terdapat namamu di dalamnya!

Setelah pesan itu di kirimkan pada Teddy, ia memandangi pesan tersebut berharap pesannya segera di terima oleh Teddy, tapi sayangnya pesan itu hanya berceklis satu. Tubuhnya yang lelah kala itu, pikiranya yang kalut, juga matanya yang sembab membuat langkah kakinya begitu berat, lalu ia putuskan untuk beristirahat sebentar di lobby apartemnya, ia duduk tetap di depan kursi yang tadi pagi Teddy  gunakan untuk menunggunya. Dan sambil memandangi kursi di hadapannya gadis itu berkata :


"Terlukalah pak Mayor terlukalah semaumu, sebanyak apapun lukamu aku akan merawatnya, tapi jika surat gugur yang datang tidak ada yang bisa aku lalukan lagi" Ucap Aurora sembari memperhatikan kursi yang di duduki Teddy tadi pagi, dengan berlinang air mata.

Lalu tangisnya di hentikan oleh sebuah notifikasi di handphonenya, bergegas gadis itu mengeluarkan handphonya untuk mengetahui siapa yang mengirimkannya pesan, dengan harapan itu adalah pesan balasan dari Teddy.

Rajif :

Ra, besok bisa ketemu Gue di pacuan?


Dengan perasaan yang sedikit kecewa karena pesan itu bukan dari Teddy, tapi ia  tetap membalas pesan itu

Aurora:

Sure! kita ketemu di sana jam 14:00 ya jif!

Setelah membalas pesan dari Rajif, ia kembali membuka pesan yang ia kirmkan pada Teddy, dan pesan itu masih berceklisan satu. Melihat itu Aurorapun memasukan kembali handphonya dan mulai beranjak dari Lobby menuju unit apartemennya, dengan nafasnya yang berat itu ia mulai melangkahkan kakinya menuju lift.

Keesokan paginya, saat Aurora selesai mandi, dengan rambut yang setengah basah itu, ia memandangi dirinya  sendiri di depan kaca riasnya pagi itu, ia menatap dirinya selama beberapa saat, sampai akirnya ia teringat perkataan bapak pada dirinya tadi malam.

"Kamarin Bapak minta Gue ketemu sahabatnya Teddy dimana yaa" Ucapnya pada bayangan dirinya di depan kaca .


"Ohhh Rumah sakit angkatan darat!" Jawabnya 

Setelah mengigat tempat yang bapak minta dirinya untuk datangi tadi malam, Aurora pun segera bersiap dan mengeringkan rambutnya, tapi sayangnya setelah rambutnya kering ia baru menyadari bahwa dia tidak tau itu dimana, ada banyak rumah sakit Angkatan Darat, dia harus mencari kemana rumah sakit yang bapak maksud.

Misi Cinta di Antara TugasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang