Selama di dalam pesawat yang akan mengantarkan Bapak dan rombongan untuk kembali menuju Jakarta, genderang perang dingin antara Aurora dan Teddy masih di tabuh. Sang Mayor itu masih kesal, di karenakan ia merasa bahwa Aurora lebih memilih untuk pergi makan bersama Ayyub ketimbang bersama dirinya. Sedangkan Aurora pun merasakan kekesalan yang sama pada Teddy, ia merasa bahwa Teddy lah yang menginggalkan dirinya di toko cincin pagi itu, yang justru membuatnya tidak bisa berkelit dari ajakan makan sang Kapten padanya.
Walaupun genderang perang dingin itu masih di tabuh, namun Teddy tetap memperhatikan hal hal kecil pada gadisnya itu. Apa lagi ketika kala itu Aurora sedang menaiki anak tangga untuk masuk kedalam pesawat. Saat itu hujan baru saja berhenti di sana menyisakan gerimis kecil, hujan dan gerimis itu yang pada akhirnya membuat pijakan anak tangga menuju pesawat menjadi sedikit licin.
Khawatir Aurora akan tergelincir dengan sigap Teddy pun mengulurkan tangannya "Hati-hati Licin" Ucap Teddy. Aurora hanya membalas uluran tangan sang Mayor dan menggenggam tangannya erat, tanpa balasan sepata katapun. Dan tepat saat Aurora hendak memasuki pintu pesawat Sang Mayor itu sempat memegangi pucuk kepala Aurora agar kepala gadis itu tidak terbentur dengan pintu pesawat, yang bahkan tinggi pintu itu tidak lebih tinggi dari Aurora, membuat ia harus sedikit membungkuk untuk dapat masuk ke dalam.
Lagi-lagi genderang perang itu masih saja di tabuh bahkan saat kedua nya kini sudah berada di dalam pesawat. Teddy yang semestinya duduk persis di samping Aurora dan Bapak. Kini justri ia memilih untuk mengambil posisi duduk yang berjarak beberapa kursi dari tempat duduk Bapak dan Aurora, meski ia terhalang beberapa kursi, namun Teddy masih dapat melihat dengan jelas keadaan Bapak dari kursinya, dan masih bisa menjangkau kursi Sang Jendral itu kalau kalau ada hal yang terjadi pada Bapak, atau hanya sedekar dirinya di minta menghadap Sang Jendral.
"Mba Aurora selepas kita sampai Mba Aurora mau langsung pulang?" Tanya Bapak
"Sepertinya begitu pak, kalau Bapak mengizinkan"
"Silahkan Mba, nanti saya minta Teddy antar Mba Aurora pulang ya"
"Nggak usah pak, saya naik taxi saja"
"Gapapa Teddy juga senggang kok Mba" Sahut Bapak.
"Ted,, Teddy kemari dulu sebentar" Lanjutnya memanggil sang Mayor. Dengan sigap Teddy pun menghampiri sumber suara yang menyebut namanya itu.
"Siap pak" Ucap sang Mayor dan seketika ia bersimpuh di samping tempat duduk Bapak.
"Mobil mu dimana?" Tanya Bapak
"Ada di rumah pak"
"Oh yasudah, nanti begitu sampai rumah kamu anter Mba Aurora pulang ya kasih dia pasti capek" Pinta Bapak pada ajudannya itu.
Mendengar perkatan Bapak, Teddy pun sempat melirik tajam ke arah Aurora yang kala itu hanya menundukan kepala juga pandangannya seakan tidak berani menatap balik Teddy.
"Siapa pak" Sahut sang Mayor mengiyakan titah Sang Jendral padanya "Mba Aurora mau saya ambilkan air untuk minum?" Lanjutnya bertanya pada Aurora.
"Ti.... tidak usah Mas, terimakasih" Jawab Aurora sedikit terbata bata.
"Baik kalau begitu, jika perlu apa apa saya ada di belakang ya Mba" Ucap Teddy, dan Aurora hanya menjawab dengan sebuah anggukan kepala kecil.
Hampir 2 jam pesawat itu mengudara, hingga akhirnya pesawat itu pun tiba di Jakarta dengan selamat, jarak yang seharusnya bisa di tempuh hanya dengan waktu satu setengah jam itu sedikit terhambat karena cuaca yang kurang bersabat . Setibanya Bapak dan rombongan di Jakarta, merekapun langsung di minta untuk segera masuk ke dalam mobil yang memang di tugaskan khusus untuk menjempun Bapak dan yang lainnya untuk menuju langsung ke kediaman Sang Jendral.
![](https://img.wattpad.com/cover/365274269-288-k803813.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Misi Cinta di Antara Tugas
أدب المراهقينMayor Teddy Rarendra Wijaya, seorang ajudan terkemuka dari Menteri Pertahanan Republik Indonesia, hidup di bawah bayangan ketegangan dan keamanan negara. Namun, ketika cinta menghampirinya, dunianya yang teratur terguncang. Teddy, seorang pria yang...