Mengukir kupu-kupu adalah hobinya.
Kupu-kupu dengan warna merah adalah kesukaannya.
𝗔𝗿𝘁𝗵𝗮 𝗩𝗼𝗹𝗸𝗲𝗿, laki-laki berambut seputih salju yang dikenal sangat misterius. Dia tidak memiliki rasa empati sedikitpun. Lalu muncul Rumor yang mengataka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
|| Vote & Komen || ~●○●○●○●○~
Waktu menujukkan pukul sebelas malam. Udara terasa semakin dingin karena di luar sana salju turun cukup lebat. Pintu kamar mandi berwarna abu-abu terbuka. Artha keluar dari sana dengan celana rumahan dan sebuah kemeja.
Rambutnya yang basah meneteskan butiran-butiran air. Artha mengeringkannya sebentar dengan handuk sambil berjalan menuju dapur.
Artha lalu mengambil gelas kecil dan menuangkan air putih. Kemudian ia berjalan menuju ruang tengah sambil meminum segelas air di tangannya dan menghidupkan Telivisi.
Sementara di Telivisi tengah menampilkan berita tentang penemuan mayat di sebuah sungai.
• Mayat yang diduga seorang pria berusia empat puluhan yang ditemukan sudah membusuk dengan banyak luka bekas senjata tumpul dan juga sayatan di tubuhnya.
Di perkirakan korban sudah di bunuh hampir empat bulan yang lalu. Terbukti dari bau menyengat yang berasal dari tubuh korban.
Diduga korban juga dalam keadaan mabuk karena terdapat botol minuman keras di dekat lokasi mayatnya ditemukan. •
Artha menatap layar televisinya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Tanpa sadar tenganya menggenggam gelas terlalu kuat sampai gelas itu pecah.
"Lihat betapa gilanya kau?" ucap seseorang yang berdiri di dekat pintu masuk.
Artha mengalihkan pandangnya dan melirik ke samping.
"Apa? Kenapa menatapku?" Artha bertanya.
"Lihat dirimu. Kau melukai tanganmu sendiri" Laki-laki itu yang tak lain adalah Darren sahabatnya menunjuk kearah tangan Artha dengan menggerakan dagunya.
Artha melihat tangannya sendiri. Ada banyak darah yang keluar dari telapak tangannya tapi Artha bersikap biasa saja, dengan santainya membuang gelas yang sudah hancur ke dalam tempat sampah.
"Siapa sangka itu akan masuk ke berita?" ucap Darren.
Artha tidak menjawab, ia mengambil kotak obat untuk membalut lukanya dengan perban.
"Tak ku sangka berita itu jadi pembicaraan banyak orang-orang belakangan ini."
"Apa maumu?" Artha bertanya.
"Apalagi? Tentu saja untuk bermain." Jawab Darren yang mengambil tempat duduk tak jauh dari Artha.
Artha menghela nafasnya. Lukanya sudah selesai di obati dan sudah di balut dengan perban.
"Pulanglah. Aku tidak ingin melakukan apapun sekarang." Artha berjalan menuju lemari untuk meletakkan kembali kotak obatnya.
"Aku bertanya pendapat EL. Bukan kau." sahut Darren.
Artha mendengus. "Darren, apa kau tuli?"
"Aku sudah membuat janji dengannya." Darren terlihat enggan untuk beranjak dari duduknya.