Hari dan minggu berganti dan kasusnya seperti jalan di tempat, keadaan ini membuat Sarah gelisah. Ia ingin pelaku penusukan segera ditemukan petugas sebelum tetangga satu kompleks, saudara handai tolan dan orang tua dua murid yang ia beri les piano tahu kasus ini. Mungkin mereka percaya ia bukan pelakunya jika menceritakan bagaimana ia bisa terlibat sebagai saksi. Masalahnya ia tidak mau menceritakan kronologi kejadian berulang-ulang, mengingat tetesan darah dan cara lelaki itu mengerang membuatnya ketakutan. Astaga padahal masalahnya simple jika CCTV menyala dan bisa selesai dalam 24 jam.
Kasus yang berjalan lambat membuat hidupnya terasa tidak normal. Media online masih memberitakan kejadian penusukan itu, potongan-potongan video amatir pengunjung kelab saat lelaki itu tersungkur di hadapannya banyak berseliweran di media sosial, direpost akun gosip. Pada akhirnya entah bagaimana Pak RT tempatnya tinggal mengetahui kejadian itu juga bi Lis dan kedua adiknya.
Beberapa wartawan meminta waktu wawancara-entah dari mana mereka mendapatkan nomor teleponnya-dengan jaminan wajahnya tidak akan terekspos ke publik karena diminta menggunakan masker, tapi ia menolaknya walaupun diiming-imingi sejumlah uang, katanya untuk uang transportasi. Big no, walaupun ia membutuhkan uang.
Ia mulai dilanda panik dan gugup setiap kali disapa tetangga semenjak Pak RT mendatanginya dan meminta konfirmasi berita yang beredar di lingkungan RT jika dirinya terlibat penusukan di kelab malam.
Kepada adik-adiknya dan Bi Lis ia mengatakan, kalau dirinya hanya ketiban sial karena kebetulan ada di tempat kejadian."
"Hush nggak boleh bilang sial."
"Lho tapi aku kan beneran kena sial Bi."
"Pamali bilang sial. Ini pelajaran supaya Neng Sarah nggak main ke tempat seperti itu lagi. Buat kalian juga," Bi Lis menunjuk adiknya,"Jangan mau diajak teman main ke tempat seperti itu."
"Tenang gue cuma saksi dan sudah diurus sama pengacara. Kalau tetangga atau saudara bertanya bilang aja tidak tahu." Sarah berlagak bersikap cuek lalu berbalik meninggalkan Bi Lis yang masih menasehati adiknya.
Dan pagi ini adalah perjalannya menuju tempat kejadian perkara untuk melakukan olah TKP. Perjalanan yang memakan waktu 30 menit itu terasa singkat. Kemacetan yang ia harapkan tidak terjadi. Perutnya makin terasa mulas ketika dilihatnya kerumuman orang di lantai dansa. Seorang petugas terlihat sedang mengatur rekan-rekannya, ia juga melihat 5 pemuda yang dulu nge pranknya di kelab malam, berdiri bergerombol bersama seorang lelaki berjas hitam yang ia duga adalah pengacara mereka.
Hari ini akan dilakukan olah TKP walaupun pelaku pembunuhan belum ditemukan, menurut bang Lubis ini salah satu cara petugas mencari dan mengumpulkan bukti yang akan menjadi petunjuk penyidik. Dengan olah TKP, diharapkan petugas menemukan 'miss' yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh saksi. Karena kadang saksi tidak menyadari apa yang dilihat/didengarnya adalah petunjuk penting.
Dengan olah TKP, jika saksi berbohong saat interogasi akan terungkap karena pada dasarnya manusia cenderung pada kejujuran dan kebaikan, jadi saat melakukan kesalahan/kebohongan, psikologinya akan terganggu, batinnya berselisih. Pada keadaan tertentu, alam bawah sadar akan mendorongnya untuk mengungkapkan kebenaran secara verbal atau non verbal.
Ia tidak melakukan kebohongan, ia tidak melakukan penusukan tapi tidak bisa untuk tidak takut. Walaupun Bang Lubis memberinya nasehat untuk tetap tenang dan fokus pada apa yang dilihatnya saat kejadian tetap saja ia tidak dapat tidur nyenyak.
"Hey, semua akan baik-baik saja." Frans berkata dengan nada sungguh-sungguh lalu mengulurkan telapak tangannya. Kami bersalaman,"Gue janji."
"Terima kasih." Sarah merasakan matanya menghangat karena haru. Bang Lubis melepas langkahku menuju tempat olah TKP di tengah ruangan yang tak lain lantai dansa dengan menepuk-nepuk bahuku sambil mengangguk-ngangguk.
Seorang petugas berperan sebagai korban. Selain dirinya, salah satu teman korban juga jadi saksi yang berada tepat di tempat kejadian. Mereka melakukan adegan sesuai yang dialami malam itu.
Sarah memutar kembali ingatannya pada malam itu, ia tengah berjalan menuju meja bar melalui lantai dansa lalu seseorang menarik tangannya, saat menoleh ia mendapati seorang pria mengerang dengan posisi setengah berlutut sambil memegangi dadanya dan ia melihat belati yang menancap disertai darah segar yang menetes. Kakinya tiba-tiba sulit digerakkan, kepalanya mendadak pening, spontan ia menjerit. Melihat tetesan darah kental itu menetes ke lantai membuat perutnya mual.
Ia mencoba mengingat apakah ia melihat gerakan orang yang mencurigakan di lantai dansa? Tapi nihil karena memang ia tidak memperhatikan sekeliling, tujuannya saat itu segera sampai di meja bar. Ia pun tidak merasa seseorang merogoh rok celananya untuk mengambil ponsel. Yang ia ingat sebelum korban penusukan menarik tangannya, ada dua pria gempal yang menambraknya. Lantai dansa saat itu ramai jadi wajar ia tertabrak walaupun cara menabrak mereka terasa tidak wajar, kasar seperti disengaja dan mereka tidak meminta maaf. Ia ingat lelaki kedua yang menabraknya malah berbalik berhenti sejenak meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Setengah wajahnya ternggelam dalam topi sehingga ia tidak bisa melihat tapi entah bagaimana ia merasa lelaki itu memelototinya.
Apakah kedua pria itu pelakunya? Sarah merasakan bulu kuduknya meremang. Suara musik yang menghentak, teriakan DJ di atas panggung, gelak tawa orang di lantai dansa, ciuman Frans dengan teman perempuannya, dan erangan lelaki itu berputar di benaknya. Nafasnya tiba-tiba terasa sesak, lututnya lemas Ia mengedarkan pandangannya pada sekeliling mencari Bbang Lubis dan Frans tapi matanya berseloroh dengan seorang petugas yang tengah menatapnya dengan intens dan mata menyipit. Sarah menarik nafas dalam-dalam, menguatkan diri.
Apakah salah satu pria yang menabraknya pelaku penusukan? Tidak, ia tidak boleh gegabah menarik kesimpulan karena akibatnya bisa fatal. Karena bisa saja pria itu hanya kebetulan lewat seperti dirinya. Mungkin korban ditusuk tidak jauh dari sofa, sebelum mencapai lantai dansa.
Frans menyodorkan air mineral begitu olah TKP selesai, menuntunnya duduk di sebuah kursi yang agak jauh dari kerumuman. "Ada apa? Kamu terlihat panik. Mengingat sesuatu?"
Pertanyaan itu diajukan dengan suara pelan dan tenang tapi tetap membuat Sarah tersentak sebelum akhirnya berkata."Aku hanya tidak suka mengingat kejadian malam itu. Lo percaya kan Frans bukan gue pelakunya."
"Tentu saja."
Sarah kembali meneguk air mineralnya, ingatannya kembali pada kejadian malam itu tanpa bisa ia cegah. Siapa yang menusuk lelaki itu? Apa ada hubungannya dengan yang mencuri ponsel dari saku rok celananya? Di mana lelaki itu ditusuk? Di tengah lantai dansa atau sebelum berjalan ke lantai dansa? Tapi siapa pelakunya? Jangan-jangan salah satu dari anak muda yang tadi mengpranknya dengan ciuman. Ingatan yang membuat kepalanya berdenyut-denyut.
Frans melihat jemari Sarah mengetuk-ngetuk botol air mineral dengan gelisah. Kepalanya menoleh kesana-kemari dengan cemas. Sesekali menengadah sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Ingin sekali ia memegang tangan Sarah untuk sekedar menenangkan, sayangnya ia tidak punya keberanian untuk itu. Sarah bukan tipe perempuan yang kerap ditemuinya.
"Lo mau kopi, Sa?"
Sarah menggeleng."Gue mau pulang. Gue capek."
Frans diliputi rasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run To You (Completed)
General FictionKisah kriminal yang dibalut cerita romantis atau kisah romantis yang dibalut cerita kriminal, yang penasaran baca aja ya.... Bagi Sarah kehidupannya saat ini adalah segera menyelesaikan kuliah sambil mencari uang dengan maksimal agar bertahan hidup...