Bab 12 Pertemuan Tak Terduga

84 11 2
                                    

Mau donk votenya biar semangat lanjutin ceritanya hehehe...

Sarah menatap hujan yang turun dengan gelisah. Langit tak lagi kelabu tapi menghitam. Sesekali suara petir meningkahi suara hujan yang turun. Ia melirik jam tangannya. Jarum pendek menunjuk di angka 5 lebih 30 menit dan hujan belum menunjukkan tanda-tanda berhenti.

Kalau kakinya tidak cedera mungkin tidak masalah ia menerobos hujan dengan kendaraan bermotor tapi dengan kondisi sekarang yang belum memungkinkannya membawa kendaraan sehingga harus diantar jemput adiknya, tidak mungkin ia meminta adiknya menjemput dalam kondisi hujan. Memesan transportasi online dalam cuaca seperti ini pun kecil kemungkinan ada driver yang mau ambil. Sebenarnya sejak kemarin ia ragu untuk memberi les piano Alisa, karena kondisi kakinya sakit dan khawatir mba Sinta mengikuti berita penusukan dan jeli jika foto serta inisial di sana adalah dirinya. Tapi mengingat saldo di atmnya menipis, ia singkirkan semua rasa sakit dan khawatir itu.

Tapi tragisnya, pilihan kata yang berlebihan sebenarnya, pembayaran les yang harusnya hari ini ditunda lusa karena alasan yang tidak disebutkan  Sinta, Mamanya Alisa. "Nanti kalau saya sudah transfer saya kabari," katanya tadi.

Sarah melapalkan doa dalam hati agar hujan berhenti, jadi ia bisa memesan transportasi online.

"Sa, nunggu di dalam aja yuk, bakal lama kalau hujannya seperti ini," suara mba Sinta membuyarkan lamunan Sarah. Ia sedang menunggu hujan reda di teras depan.

Ini kedua kalinya  Sinta memintanya menunggu di dalam.

"Makasih mba, saya di sini saja." 

"Tuh adzan magrib, pamali kata orang-orang kalau nongkrong di luar."  Sinta menarik tangannya."Yuk sekalian sholat."

"Saya lagi nggak sholat mba."

"Nggak ngeri magrib-magrib nunggu di luar sendiri." Mba Sinta kembali menarik lengannya.

Dengan langkah tertatih Sarah mengikuti langkah Sinta ke dalam rumah. Ia menggigit bibir menahan denyutan menyengat di betisnya. Perubahan sikap dari dari duduk ke berdiri menimbulkan rasa sakit di betisnya dengan intensitas lebih kuat, nyerinya terasa sampai kepalanya. Mestinya tidak sesakit ini jika ia minum obat pereda nyeri. Ia pikir akan sampai rumah jam 6 sehingga bisa minum obat pereda nyeri sesuai jadwal.

Sarah melintasi ruang tamu dan sampai di ruang keluarga yang bersebelahan dengan ruang makan dan dapur kering, di mana tadi ia mengajari Alisa main piano. Sarah duduk dengan canggung.  

Alisa yang tengah memainkan ponsel menoleh ke arahnya.

"Nah Miss Sarah nggak jadi pulang kan karena hujan? Lisa juga bilang apa, tunggu di sini aja." Alisa meletakkan ponsel lalu berjalan ke arahnya.

"Mau kan miss Sarah ajari aku lagu Yellow, katanya bisa."

"Hush, jam lesnya sudah selesai, ayo sholat magrib dulu." Sinta menuntun Alisa menuju kamarnya.

"Miss Sarah nggak sholat."

"Miss Sarah lagi libur sholat."

"Kok bisa, aku mau donk Bun libur sholat." Lalu percakapan antara Alisa dan Ibunya tidak lagi terdengar begitu mereka masuk kamar. 

Kini di ruang keluarga itu hanya ada Sarah, duduk termangu menatap hujan dari balik pintu kaca yang menjadi pembatas ruangan dan teras belakang. Ia begitu resah menanti hujan reda.

Rasa canggung kembali  menghinggapi Sarah ketika melihat Mbok Lik, asisten rumah tangga yang selalu menyajikan teh setiap kali ia datang, menata sejumlah piring di atas meja makan. Ibu Astin, nenek Alisa, masuk ruangan bersama Pak Bram suaminya di susul Sinta dan Alisa.

Run To You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang