Bab 34

82 7 1
                                    

Yang masih ngikutin cerita ini makasih. Duh makin susah nih menentukan endingnya heuheu. Boleh donk vote dan komen biar makin semangat nulisnya....


Kabar yang Sarah dapat dari bang Lubis,  petugas berhasil mengindetifkasi penguntit dan tengah dilakukan pengejaran. Jadi ia bisa kembali melakukan aktifitas dengan normal. Kabar yang membuat Sarah lega. Frans akan mengantarnya pulang ke rumah malam ini setelah ia dan Alin manggung di café sebuah hotel.

Sarah lebih menyukai tampil bermain musuk di café hotel daripada coffee shop karena lebih nyaman dan privat. Jika di coffee shop kadang ia menerima tatapan tak sopan mengunjung. Kekurangannya tamu di café hotel sangat fluktuatif terlebih jika tampil saat weekday. Dan sejujurnya jika pengunjung sedikit moodnya menurun. Tapi malam ini pengunjung ramai. Secara tak sengaja ia menguping obrolan pramusaji, katanya dua meja sudah dipesan untuk pertemuan acara keluarga. Sarah menebak keluarga yang dimaksud adalah dua meja berkursi masing-masing 4 yang ada sisi kiri yang baru saja diisi 6 orang  dengan kisaran usia 20 hingga 40 an.

Di pojok ada seorang lelaki dan perempuan duduk berhadapan. Lalu ada keluarga muda dengan dua anak kecil. Dan di meja ujung kanan terlihat tiga lelaki setengah baya tengah berbincang dengan ekspresi serius. Di meja balkon lurus arah pintu keluar masuk, seorang anak muda duduk di depan laptop sambil menyesap kopi.

"Untuk semua pengunjung, jangan segan jika ingin merequest lagu. Mungkin Bapak, Ibu, Kaka di meja sana ingin merequest lagu?" Alin menyapa penonton setelah menyanyikan sebuah lagu pembuka.

Sarah mengikuti arah pandangan Alin sambil menebarkan senyum tipis.

🎼🎼🎼

Bisma mematut dirinya di kaca spion. Ia membetulkan kerah kemejanya, lalu menyisir rambut. Kali ini ia tidak bisa menghindari ajakan Mia untuk bertemu dengan salah satu anggota keluarganya. Omnya yang juga seorang dokter yang berpraktik di sebuah RSumah Sakit  di Singapura. Omnya sedang berlibur di Jakarta bersama keluarganya jadilah Mia membuat janji makan malam bersama di restoran  hotel di mana Om dan keluarganya menginap.

Ini bukan kali pertama Mia mengajak bertemu dengan salah satu anggota keluarganya entah sepupu, tante, orang tua bahkan Oma dan Opanya. Pertemuan yang kerap ia hindari karena belum siap terlalu dekat dengan keluarga Mia. Sayangnya kali ini ia tidak bisa menghindar. Sebelumnya Mia mengatakan akan mentraktirnya makan di fine dinning karena mendapat deviden cukup bagus dari sahamnya. Mia seperti Maminya memiliki nyali dan insting bisnis yang kuat. Beberapa jam lalu acara makan itu berubah menjadi acara makan malam dengan keluarga Om nya Mia. Untuk sesaat kepalanya mendadak pening. Ia menjemput Mia di klinik kecantikannya yang tidak jauh dari hotel.

Rasa canggung menyelimutinya ketika bertatap muka dengan keluarga Om Mia, istrinya dan dua anaknya yang berusia remaja, lelaki dan perempuan. Ia menaksir umur keduanya kisaran belasan tahun dan awal dua puluh tahun.

Berjabat tangan disusul obrolan basa-basi ringan sebagai pembuka percakapan. Selanjutnya Omnya mendominasi percakapan, mengenai pengobatan dengan peralatan modern dan pelayanan prima layaknya hotel bintang lima di Rumah Sakit Singapura tempatnya praktik. Pendapatnya mengenai peluang karir dokter di Singapura dan Malaysia yang menurutnya jauh lebih baik dari Indonesia. 

Tentu saja, bukankah orang kelas menengah atas di Indonesia lebih senang berobat ke Malaysia atau Singapura daripada di negaranya sendiri, bahkan pejabat tinggi negeri ini yang harusnya menjadi contoh menjadikan rumah sakit di Indonesia jadi tuan rumah untuk masyarakatnya, memilih berobat ke Singapura padahal Presiden menghimbau masyarakat untuk berobat di dalam negeri karena untuk teknologi kita tidak kalah, pelayanan mungkin masih kurang tapi dengan makin banyaknya masyarakat kelas menengah atas berobat di dalam negeri, Rumah Sakit memiliki 'modal' untuk berbenah.   Tapi pendapat itu tidak Bisma lontarkan, ia mengiakan dengan anggukan.

"Kalau jalan-jalan ke Singapura, mampirlah," pinta Omnya Mia.

Percakapan terhenti ketika semua makanan yang dipesan datang, setiap orang fokus pada makanannya. "Mom do you have song request?"

Bisma melihat ke arah depan, ketika remaja perempuan yang duduk di sebelahnya, putri Omnya Mia yang tadi memperkenalkan diri bernama Raya, berbicara pada Ibunya. Dilihatnya vokalis yang pernah di lihatnya di coffee shop dan ia tertegun ketika tatapannya berserobok beberapa detik dengan gadis di belakang piano yang tidak lain Sarah. Saat datang ia tidak memperhatikan sekeliling, begitu sampai di meja ia fokus pada percakapan dengan Om nya Mia. Bisma teringat chatnya yang tidak dibalas Sarah dua hari lalu.

"No."

"But it's your favorit music, jazz."

"She shy," jawab suaminya sambil tertawa. "You know why your mom love this music?" Om memandang berkeliling menatap semua yang di meja bergantian. "Because, when we are merry with this music."

"Ya romantic ."

Bisma ingat Sarah menawarkan mengisi musiknya jika bertunangan atau menikah.

"Inikan vokalis dan pianisnya yang waktu itu main di coffee shop ya, Bis."

Bisma mengangguk.

"Boleh juga kalau kita menikah mereka mengisi musiknya. Aku mau minat kontaknya akh," kata Mia dengan antusias.

Bisma batuk-batuk karena tersedak.

🥛🥛🥛

Tidak masuk akal bagaimana ia menyukai Bisma yang tidak dikenalnya selain sosok yang bertanggung jawab terhadap cidera kakinya. Pertemuan terakhirnya dengan Bisma menegaskan, Bisma mengasihanianya karena orang tuanya meninggal. Oh, ia benci dikasihani. Jadi Sarah berusaha menghapus rasa sukanya pada Bisma. Ada hal-hal yang harus dihapus termasuk perasaan agar hidup berjalan sebagaimana mestinya bukan? Ia menyiapkan diri untuk tidak baper jika suatu hari Bisma menelpon dan memintanya mengisi musik di acara pertunangan atau pernikahannya, seperti penawarannya.

Jadi seharusnya suasana hatinya tidak terganggu ketika melihat Bisma dengan perempuan yang terlihat seperti kekasihnya. Kenyataannya, saat tatapannya bertemu dan ia menyadari ada seorang perempuan cantik duduk di samping Bisma, hatinya mencelos.

Ternyata menata hati itu tidak mudah. 

Run To You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang