Bab 30

64 7 2
                                    

Terima kasih votenya ....


Sarah meminta bill pada bartender, setelah melakukan pembayaran ia berjalan menuju pintu keluar. Dikeluarkannya ponsel dari saku dan mengirimkan pesan pada Frans jika ia menunggu di pintu keluar. Kemudian ia ingat, Frans mungkin tengah menari di lantai dansa jadi tidak akan mendengar notifikasi pesan yang dikirimnya.

Sarah mencoba menelpon Frans, terdengar nada dering tapi tidak diangkat.

Sarah tersentak kaget, saat sebuah tepukan mendarat di bahunya disusul suara Frans,""Kau tidak apa-apa kan, Sa?" Frans menatapnya lekat-lekat.

Sarah menurunkan ponselnya,"Ya. Gue baik-baik saja kok."

"Kedua pria itu mengganggu lo?"

"Nggak. Gue nggak sengaja menumpahkan minuman ke tangan dia. Pria itu sepertinya tidak suka."

"Oh. Lo yakin nggak apa-apa?" Frans melihat wajah Sarah yang memucat.

"Nggak apa-apa. Kita pulang." Sarah menyerahkan kunci mobil lalu berjalan mendahului Frans.

Frans menjejari langkahnya. "Lo mengingat sesuatu tentang malam itu, Sa?"

"Nggak."

Frans membukakan pintu kendaraan untuk Sarah lalu dia berjalan berputar menuju pintu kemudi.

"Kemana kita?'

"Ya pulanglah." Sarah memasang seat beltnya.

"Hebat kau Frans, hanya satu jam tapi sudah mendapatkan mangsa," komentar Sarah saat matanya melihat sedikit noda merah di bibir Frans.

"Entah kenapa aku merasa itu bukan sebuah pujian. Tapi bagaimana kau tahu?" tanya Frans sambil tertawa.

"Lipstiknya menempel di bibirmu."

"Sialan," umpat Frans sambil melap bibirnya dengan punggung tangan.

Sarah menggeleng-gelengkan kepala.

Keluar dari parkiran kelab, Frans mengeluh kelaparan dan mengajak Sarah mampir ke warung kaki lima sate dan sup kambing Madura. Sarah mendadak lapar begitu membayangkan sepiring nasi dan sup kambing panas dengan kucuran jeruk limo dan sambal, tatapan pria gempal yang tadi membuatnya ketakutanpun terlupakan.

Tenda kaki lima itu terletak di depan sebuah ruko perumahan yang berhadapan dengan jalan besar, tak heran suasananya cukup ramai. Di sebelah kanan dan kirinya berderet gerobak aneka penjual makanan, martabak, roti bakar, bakso, mie ayam dsb.

Asap pembakaran sate mengepul berlahan diikuti aroma khas daging yang terbakar begitu Sarah memasuki tenda. Seorang perempuan setengah baya berkain sarung khas perempuan Madura menghampiri dengan membawa kertas menu berlaminating. Dia mengangguk kearah Frans .

"Biasa ya mba, sate sepuluh, sup satu, nasi satu. Kamu apa Sa? Sama?"

"Saya nasi sama sup."

Tak menunggu lama pesanan mereka datang. Sup kambing bening, dilengkapi potongan tomat dan daun bawang. Sate dengan bumbu kecap dan irisan rawit, acar bawang mentimun dan dua piring nasi hangat dengan bawang goreng di atasnya. Sarah mengambil sesendok nasi dan mencelupkannya ke kuah sup yang telah ia beri sambal dan kucuran jeruk limo. Pedas dari sambal dan merica berpadu dengan rasa gurih daging kambing. Tidak seperti kebanyakan sup kambing kaki lima yang pernah ia cicipi yang didominasi gurih msg, sup kambing ini gurih berempah. Dagingnya lembut jadi ia tidak perlu waktu lama mengunyahnya.

"Lo harus cobain satenya." Frans meletakkan dua tusuk sate ke piring Sarah.

"Thanks." Sarah menggigit sate, gurih dan lembut dengan rasa yang tidak terlalu manis.

"Untuk sate dan sup kambing Madura, sepertinya kita satu selera Frans."

"Jadi minggu depan kita malam mingguan di sini lagi?"

"Ya, sekalian gue ajak anak-anak yang lain. " Anak-anak yang dimaksud Sarah tentunya saja ketiga teman bandnya yang lain.

Frans meringis.

Jam menunjuk di angka 11 ketika kendaraan yang mereka tumpangi membelah jalanan Karawaci yang mulai lenggang. Ruko-ruko sudah memadamkan lampunya. Beberapa warung tenda kaki lima mulai sepi pengunjung. Nampak seorang pedang kopi keliling di sudut trotoar, terkantuk-kantuk di atas motornya. Pria-pria dengan jaket transportasi online berjongkok tak jauh darinya, menatap layar ponsel dengan wajah lelah.

"Mampir ke mini market dulu ya, beli minum," Frans membelokkan SUV nya, parkir di depan mini market. "Mau gue beliin apa?"

"Nggak, makasih gue kenyang."

Terlepas dari sikap Frans yang suka tebar pesona dan tebar kasih sayang semu, Frans adalah seorang teman yang menyenangkan. Ini seperti pernah dikatakan Alin, di luar urusannya dengan perempuan Frans teman yang loyal dan royal. Tangannya tidak sejahil dugaannya atau Frans tahu jika macam-macam ia dan Alin tidak akan segan menghajarnya.

Frans kembali dengan kantung belanja yang terisi penuh, menyodorkan botor air mineral dan sebatang coklat ke arahnya.

"Thanks." Sarah menerima pemberian Frans walaupun perutnya sudah tidak bisa menampung apapun. Yang tersisa adalah rasa kantuk. Udara dingin, alunan musik dari radio, jalanan yang lenggang menyempurnakan rasa kantuknya dan ia terlelap tanpa ia sadari.

Sarah terbangun karena tepukan Frans di bahunya, ia memicingkan mata mencari tahu keberadaannya kini, di parkiran sebuah pom bensin."Gue mau ke toilet."

Sarah menggeleng. "Kirain tadi lo sekalian ke toilet di pom bensin."

"Tadi nggak pengen kencing. Sorry ya. Gue kunci dari luar ya, jendelanya gue buka dikit," kata Frans lalu membuka pintu dan keluar tak lama terdengar bunyi klik dan lampu kendaraan yang berkedip, bertanda sistem sudah terkunci.

Sarah meraih botol mineral di sampingnya, membuka segel dan meminumnya. Tidur beberapa menit membuat tenggorokannya terasa kering bersamaan dengan itu rasa kantuknya hilang tapi tubuhnya lemas sekaligus pegal di beberapa bagian. Ia merentangkan tangannya, menggerak-gerakkan kepala. Melalui kaca jendela di lihatnya Frans berjalan di lorong yang menghubungkan area parkir dan toilet.

Menit menit berlalu, Sarah mulai merasa kesal karena Frans tidak juga menampakkan batang hidungnya. Ia menarik nafas lega ketika melihat Frans berjalan keluar lorong tapi tidak menuju kendaraannya, dia menyender di sisi tembok, mengeluarkan ponsel dan terlihat mengetikkan sesuatu lalu jeda seperti menunggu sebelum jarinya kembali terlihat mengetikkan sesuatu. Sesekali Frans mengedarkan pandangannya.

Ia ingin segera sampai rumah dan meluruskan punggungnya di tempat tidur. Sarah menarik nafas dalam-dalam meredakan rasa kesalnya karena sekesal apapun dia tidak bisa memaksa Frans buru-buru, mungkin Frans punya urusan lebih penting daripada sekedar mengantarkannya pulang.

"Sorry ya agak lama." ujar Frans setelah duduk di sampingnya. Sarah melihat perubahan di wajah Frans. Ekpresinya serius dan tegang, terlihat dari rahangnya yang nampak mengeras dan kerutan di keningnya. Mungkin Frans bertengkar dengan pacarnya karena tidak malam mingguan, pikir Sarah, sedikit rasa bersalah menyelinap di hatinya.

"Frans gue bisa gantiiin nyetir, biar lo istirahat."

Frans menoleh menatapnya dengan bingung."Apa?"

"Gue bisa gantiin lo nyetir, lo istirahat."

"Oh nggak usah, gue nggak apa-apa kok. Santai aja Sa." Frans menstarter kendaraannya."Lo lanjut tidur aja nanti kalau udah sampai gue bangunin."

Rasa kantuknya sudah hilang, yang ada rasa jengkel, perjalanan ke rumahnya dari kelab malam jika malam hari dengan kondisi jalan lenggang bisa sampai dalam waktu 40 menit, tapi dengan beberapa kali mampir kesana-kemari bisa satu jam.

"Mampir dulu beli kopi ya, lo mau?" membelokkan kendaraannya ke sebuah coffee shop.

"Kenapa nggak sekalian sih Frans," Sarah tidak bisa lagi menahan kekesalannya.

"Sori Sa, tadi gue lupa."

"Sarah mendecak kesal, bibirnya merenggut.

Frans keluar dan mengunci kendaraan dari luar. 

🍸🍸🍸

Run To You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang