Bab 40

114 8 1
                                    

Terima kasih yang masih mengikuti cerita ini...

Oh ya novel online on going kedua saya udah mulai di publish, genre chicklit dan romcom. Yang penasaran baca yuk, judulnya Complicated Boss. Biar nggak ketinggalan update-tannya boleh follow ya ...


Bisma memperhatikan Radit yang tengah berjongkok, mengamati jejak di rumput yang menampakkan bekas diinjak. Hanya satu jejak, jadi menurut Radit kemungkinan satu orang yang turun dari kendaraan. Jejak itu juga tidak menimbulkan lekukan dalam, artinya orang tersebut tidak membawa atau membopong benda berat. Bisa dipastikan orang itu keluar untuk membuang iwatch yang dikenakan Sarah.

Radit memerintahkan beberapa petugas untuk turun ke sungai dan memastikan memang hanya iwatch yang ada di sana. Sungainya jernih dan dangkal dengan mudah iwatch Sarah ditemukan, nyangkut di antara bebatuan.

Lalu Radit mengamati jejak kendaraan yang menepi di situ dan meminta anak buahnya mengikuti jejak itu dengan motor. Sayangnya setelah beberapa km jejak itu bercampur dengan jejak kendaraan lain dan terputus. Penyelidikan jejak untuk sementara ditunda hingga besok pagi karena hari mulai gelap dan hujan turun.

Keputusan yang masuk akal walaupun Bisma tidak rela. Setiap detik bisa jadi penentu keselamatan Sarah. Sayangnya ia tidak bisa berbuat banyak. Kalau ini siang hari mungkin ia bisa memaksa terus berkendara ke atas mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk.

Bisma menghela nafas mengedarkan pandangannya pada deretan kebun teh yang terbentang sepanjang berbukitan dan lembah. Dadanya terasa sesak.

"Semua penginapan dan villa di daerah sini sedang dalam penyelidikan termasuk melihat trak tanggal pemesanannya di aplikasi online." Jelas Radit tanpa diminta. Sepertinya Radit bisa membaca kekhawatiran Bisma.

"Kami sudah mengantongi identitas pelaku termasuk menemukan fotonya, jadi akan memudahkan pencarian dengan bantuan warga." Radit menepuk-nepuk pundak Bisma sebelum beranjak. Nyata keterangan Radit tidak sedikitpun mengurangi rasa sesak di dadanya.

***

Bisma, bang Lubis, Frans dan Elvan menginap di sebuah rumah kontrakan yang mereka sewa selama dua malam. Sementara Radit dan petugas lain di penginapan yang disediakan polres setempat.

Hujan turun deras disertai petir. Bang Lubis, Bisma, Frans dan Elvan duduk di kursi teras, keempatnya baru selesai makan malam dengan menu nasi goreng yang dipesan dari abang-abang penjual kaki lima yang tidak jauh dari situ. Tidak ada percakapan sepanjang sore hingga menjelang malam itu. Sepertinya semua memiliki pikiran sama, menghindari percakapan yang pada ujungnya akan menimbulkan rasa khawatir tentang keberadaan Sarah. Mempercakapkan Sarah menjadi terasa menyesakan mengingat hingga hampir 24 jam ini tidak ada kabar selain jam tangan iwatch yang sudah ditemukan. 24 jam dan bisa terjadi berbagai kemungkinan, mengingat itu membuat mata Frans terasa panas. Ia merasa tidak berdaya dan kalah.

Rasa penyesalan itu datang lagi kali ini dengan rasa yang lebih menyakitkan. Frans menatap deretan kebun teh yang tenggelam dalam kegelapan malam, sesaat membuat bulu kuduknya merinding, bukan takut membayangkan hantu tapi membayangkan Sarah yang mungkin ada di antara kegelapan itu.

Begitu hujan sedikit mereda Frans beranjak dari tempat duduknya lalu menarik resleting jaketnya.

"Mau ke mana?" tanya bang Lubis, ia melepaskan perhatiannya dari layar ponsel.

"Keluar?"

"Keluar kemana? Makin ke atas jalanan makin gelap dan sempit, berbahaya. Jangan memancing masalah Frans kalau kau yang sampai jatuh ke jurang semuanya repot." Cara bang Lubis berbicara dengan Frans sudah seperti menasehati anaknya sendiri.

Frans kembali duduk. Apa yang dikatakan bang Lubis benar, makin ke atas jalanan menyempit, jumlah rumah penduduk sedikit, kanan kiri lembah, tadi ia sudah mencoba naik ke atas dengan menyewa sepeda motor warga. Masalahnya ia merasa harus melakukan sesuatu untuk Sarah.

"Kau tahu apa yang paling bisa kita lakukan sekarang? Berdoa." Bang Lubis menaikkan kaca matanya. "Istirahatlah kau, tenangkan diri."

Frans tak bergeming, masih duduk di kursinya dengan tatapan menerawang. Elvan menepuk-nepuk bahu Frans dan berbisik,"Insyaallah Sarah selamat, dia gadis yang kuat."

Bisma yang menyaksikan adegan itu menduga, Frans adalah kekasih Sarah. Ia bisa memahami ketakutan pemuda itu. Ketakutan yang juga dirasakannya. Bedanya ia bisa menyembunyikannya. Benar yang dikatakan bang Lubis, yang bisa dilakukannya saat ini adalah berdoa.

Bisma pamit masuk ke dalam rumah untuk istirahat walaupun ia tidak yakin apa bisa istirahat dengan tenang dalam keadaan seperti ini. Bisma duduk di sisi tempat tidur, membuka ponsel membaca chat terakhirnya dengan Sarah yang tidak terbalas. Membayangkan seraut wajah manis milik Sarah.

***

Saat Sarah terbangun, rasa lapar melandanya. Ia baru ingat kemarin hanya makan nasi dan roti. Terbersit rasa takut kedua orang itu tidak akan kembali dan membiarkannya mati kelaparan di sini. Sarah melapalkan doa agar itu tidak terjadi. Ia meraba kening dan pelipisnya, meringis menahan sakit. Ruangannya kini nampak terang. Langit yang dilihatnya dari lubang angin biru cerah. Sarah ke kamar mandi membersihkan diri. Setelah itu kembali duduk menatap sekeliling. Rasa lapar membuatnya lemas tapi ia tidak boleh berdiam diri harus mencari akal untuk keluar dari sini.

Sebuah ide muncul di benaknya. Sarah bangkit mencari kawat untuk bisa membuka pintu. Ia tidak tahu caranya tapi mungkin bisa dicoba. Tapi ia tidak menemukan kawat bekas sedikitpun. Ia menemukan paku di bawah tangga. Dengan menggunakan paku itu ia mencoba membuka pintu dengan cara memasukkan pada lubang kunci dan memutar-mutarnya. Tapi tidak berhasil. Sarah mendesah kembali turun ke bawah. Dengan perasaan putus asa dan marah Sarah menendang pintu tapi pintu itu terlalu kokoh jadi tendangannya tidak memberi efek apa-apa.

Saah turun ke bawah, dengan rasa marah yang masih tersisa, dilemparnya kursi ke tembok sekuat tenaga. Satu kaki kursi patah. Bahu Sarah berguncang pelan, tak lama terdengar isak tangisnya. Ia tidak mau menghabiskan satu malam lagi di sini.

***

Info terbaru dari Radit, sejumlah warga mencurigai kendaraan box berwarna putih yang terlihat bolak – balik selama dua hari ini. Jumlah kendaraan yang melewati jalan ini, yang tak jauh dari puncak dataran tertinggi di Cianjur Selatan bisa dihitung dengan jari selain karena jalan menyempit, jumlah rumah di sini juga sedikit. Jadi jika ada kendaraan yang tidak biasanya lewat, seperti mobil omprengan atau truk pengangkut kayu, warga bisa tahu. Sayangnya tidak ada yang melihat dimana mobil itu berhenti. Yang pasti daerah ujung ini tidak ada penginapan. Ada satu dua rumah besar yang sudah lama tidak berpenghuni, kabarnya rumah itu dulu milik tuan tanah pemilik kebun teh. Kebun teh di sini sebagian besar milik pemerintah PTPN . Sebagian kecil milik pribadi yang dibeli orang kota sebagai tempat istirahat.

"Beberapa petugas sudah mendatangi rumah yang dimaksud dan memang nampak sudah tidak ditinggali cukup lama, bangunannya hampir hancur."

Bisma mengembuskan nafas, memandang berkeliling deretan kebun teh yang mengelilingi mereka.

"Dit, mungkin nggak mereka menjebak kita dengan memberi petunjuk mengarah ke daerah atas sebenarnya mereka menyembunyikan Sarah di daerah bawah."

"Bisa jadi, aku tadi sempat berpikir ke sana." Radit mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Tak lama ia berbicara dengan rekannya.

***

Frans menyewa sepeda motor warga lagi. Ia dan Elvan memutuskan mengendarai motor mengikuti jalan hingga ujung perkebunan teh Cianjur Selatan lalu kembali lagi ke bawah. Berharap menemukan petunjuk, apapun itu. Ia mampir ke beberapa rumah yang agak terpencil atau petani pemetik teh dan memperlihatkan foto Sarah, menanyakan apa mereka pernah melihat atau perpas-pasan dengan perempuan ini. Sayangnya tidak ada yang pernah melihat Sarah.

Run To You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang