Bab 42

126 9 7
                                    

Empat atau tiga bab lagi menuju tamat. Makasih yang masih baca dan nungguin endingnya...

Jangan lupa baca novel on going ke dua Complicated Boss ya, udah masuk bab penasaran...

Terima kasih, maaf kalau masih ada typo.


Bisma menatap ponselnya dengan gelisah, 4 jam berlalu sejak Radit dan timnya pergi untuk menelusuri petunjuk yang didapat dari sejumlah warga tentang keberadaan mobil box putih dan belum  ada pesan yang dikirimkan Radit. Ia dan bang Lubis baru saja berkeliling dari daerah atas sampai mentok ke jalan yang tidak bisa dilalui kendaraan roda 4. Tidak ada hal yang mencurigakan, tidak menemukan rumah yang menurut dugaannya bisa dijadikan tempat persembunyian.

"Ada kabar terbaru Dok?" pertanyaan bang Lubis mengalihkan perhatian Bisma.

"Belum Bang." Bisma menghela nafas, menatap sekeliling dengan mata menyipit. Matahari telah tenggelam walaupun belum sempurna, semburatnya menyisakan sinar yang kian lama kian tipis, seiring laju kendaraan yang dikendarainya. Kesunyian mulai merambat disertai angin dingin yang berhembus. Suasana yang seketika menciptakan rasa takut akan sesuatu. Where are you, Sa? Please let me save you, bisik hati Bisma

Dit, ada kabar terbaru?

Bisma mengirimkan pesan, beberapa menit ia menatap layar ponsel, menanti balasan tapi tak kunjung datang, bahkan pesannya hanya centang satu artinya pesan belum diterima Radit.

"Frans dan Elvan sudah sampai mana?" tanya Bisma. Tadi mereka memutuskan menyusuri jalan yang berbeda untuk mempercepat pencarian. Frans dan Elvan mengendarai motor pinjaman.

"Mereka sudah kembali ke tempat kita menginap. Kemana lagi kita Dok?"

"Ke penginapan, kita menunggu kabar dari Radit." Keputusan yang sebenarnya tidak membuatnya tenang tapi memang itu yang bisa dilakukannya saat ini. Hari makin gelap, matahari sudah tenggelam sempurna, samar-samar ia mendengar suara tongkeret bersahutan ditingkahi lolongan anjing.

Begitu sampai di penginapan dilihatnya Frans dan Elvan tengah duduk merokok. Wajah keduanya resah. Keresahan yang juga dirasakannya.

"Gue mau bikin kopi. Lo mau Frans?" tawar Elvan. Frans mengangguk.

"Bang Lubis, dokter Bisma, mau kopi juga? Biar sekalian saya buatkan."

"Ya, kopiku jangan diaduk ya." Pesan bang Lubis.

"Saya sama, jangan diaduk." Sebenarnya ia tidak suka kopi sachet karena kadar gulanya terlalu tinggi melebihi takaran kopinya sendiri. Kopi sachet laku keras karena kadar gulanya memenuhi selera masyarakat. Tidak heran jika yang terjadi kemudian jumlah penderita diabetes meningkat setiap tahun. Sayangnya pembatasan gula dalam makanan/minuman kemasan masih menjadi wacana.

"Dok," Elvan menyodorkan segelas kopi. Harapan Bisma segelas kopi dapat mengurangi keresahannya.

Bisma mengecek ponselnya setelah menyesap kopi, pesan yang dikirim pada Radit masih centang satu.

Seperti malam sebelumnya, keempatnya duduk di teras tanpa bercakap-cakap, sibuk dengan pikiran masing-masing, berusaha meredakan keresahan masing-masing.

Deringan ponsel Bisma memecah keheningan, tertera nomor tidak dikenal.

"Sore Dok, ini Yoyo, handphone pak Radit low bat. Saya akan kirimkan lokasi kami. Ditunggu, Dok." Lalu terdengar nada telepon ditutup.

Dengan tergesa dan jantung berdebar-debar Bisma membuka pesan di wa, pesan dari nomor Yoyo. Lokasi yang terkirim sekitar 5 km dari tempatnya berada.

***

Run To You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang