Bab 36

86 8 1
                                    


Terima kasih yang sudah mengikuti  cerita ini .....


Sarah mendapati dirinya meringkuk dalam kendaraan dengan tangan terikat, mata dan mulut tertutup dengan kain yang diikatkan ke belakang. Kepalanya terasa pusing, perutnya mual dan tenggorokannya kering. Ia tidak ingat bagaimana tangannya diikat, mata dan mulut ditutup. Yang ia ingat semalam seseorang membekapnya, ia merasa lemas lalu semuanya gelap. Sarah merasakan dadanya berdebar cepat, matanya memanas, ia tidak pernah merasa setakut ini.

Sarah merasakan tubuhnya tergoncang-goncang, ia juga mendengar deru kendaraan. Permukaan tempatnya meringkuk terasa dingin dan keras. Sarah mencoba duduk, menyelonjorkan kaki dan menendang-nendangkan ke segala arah. Tidak ada kursi, terasa kosong.  Sekeliling gelap, tidak ada seberkas cahayapun yang terlihat. Ya walaupun mata ditutup tapi ada celah pada bagian bawah kain yang mengikat matanya yang memungkinkan ia bisa melihat berkas cahaya. Sarah menduga ia berada di dalam sebuah mobil box,  seseorang menculiknya. 

Apakah orang yang membekap mulutnya orang yang sama dengan yang ditemuinya di kelab malam dan ada saat malam penusukan?

Apakah Frans mengalami hal yang sama? Sarah menajamkan pendengaran, berharap mendengar suara orang lain selain deru kendaraan yang ditumpanginya tapi tidak ada. Sarah menggerak-gerakkan tangan mencari celah pada ikatan di tangan agar dapat meloloskan satu tangan tapi sia-sia yang terjadi malah pergelangan tangan terasa perih karena gesekan. Ia mencoba mendongkakkan kepala  mencari celah untuk matanya bisa mengintip ke luar tapi tidak bisa.

"Frans," panggilnya dengan suara pelan. Tidak ada jawaban. "Frans!" Sarah menaikkan volume suara. Tapi tidak ada sahutan. 

Waktu berlalu cukup lama tapi kendaraan yang ditumpang Sarah  terus berjalan dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Rasa lelah membuat Sarah kembali tertidur.

Sarah terbangun ketika ia merasakan sebuah tangan kasar menarik kerah bajunya. "Turun," suara serak seorang lelaki. Baru saja Sarah menjulurkan sebelah kaki untuk turun lelaki itu menariknya kembali hingga ia jatuh terjerembab dengan kedua lutut dan kening mencium permukaan tanah yang lembab. Sarah mengaduh, menyebut nama Tuhan dalam hati sekaligus merapalkan doa.

Angin dingin menerpa wajah Sarah  hingga terasa kebas. Sarah juga merasai udara di sekitarnya terasa sangat segar. Suara gemerisik daun terasa dekat.

Lelaki itu menariknya untuk berdiri. Sarah teringat rencananya untuk kabur jadi ia menahan tubuh dan menyentak tubuh  tapi pegangan lelaki itu terlalu kuat.

"Heh nantang ya," lelaki itu menyentak lebih kuat lalu menyeret hingga Sarah hampir terjerembab .

"Pelan-pelan," kata suara lain. Sarah menajamkan pendengaran, mencoba menghitung ada berapa orang di sekitarnya  selain ia dan dua lelaki itu.

"Jangan coba-coba lari, dengan mata tertutup seperti ini kamu bisa terjatuh ke dalam jurang." Benarkah ada jurang di sekitarnya atau mereka hanya menakut-nakuti. Kalaupun tidak ada jurang memang sulit untuk kabur dalam keadaan mata tertutup, tangan terikat dan mulut tertutup, ia tidak bisa berteriak minta tolong.

Lelaki itu menarik tangan Sarah untuk berjalan mengikuti langkahnya tapi tidak mudah karena matanya tidak bisa melihat apa-apa, berkali-kali Sarah hampir terjerembab karena tersandung batu dan pohon kecil.

Terdengar derit suara  pagar besi dibuka.  Baru beberapa langkah Sarah kembali terjerembab ketika langkahnya tersandung tembok, kali ini keningnya mencium ujung lantai keramik sehingga menimbulkan rasa sakit yang membuatnya mengaduh cukup keras dan meneteskan air mata.

"Kasih tahu kalau ada tangga," terdengar suara lain. Tak lama Sarah mendengar suara anak kunci diputar disusul  pintu yang terbuka. Sarah merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, matanya memanas, bayangan buruk melintas di benaknya hingga ia merasa lebih baik mati. Kematian yang mungkin akan sangat menyakitkan seperti erangan lelaki yang ia lihat di kelab malam, bayangan itu membuat Sarah tergidik. Tapi rasanya itu lebih baik daripada harga dirinya hancur seumur hidup.

Sarah menghentakkan tangan sehingga pegangan lelaki itu mengendor, ia melompat ke samping dengan cepat. Lelaki itu mencengkram tangannya lebih kuat hingga Sarah merasakan kuku laki-laki itu menacap di kulitnya.

"Jangan macam-macam kalau mau selamat," bentaknya. Lelaki itu menarik tangannya lebih kuat. Sarah merasakan mereka masuk ke sebuah ruangan, sepertinya sebuah  rumah, lelaki itu terus menarik tangannya berjalan melintasi ruangan, tak lama terdengar derit pintu yang dibuka bersamaan dengan bau lembab dan apek yang menyeruak.

"Ada tangga di bawah kakimu," kata lelaki yang memegang lengannya. "Turun."

Sarah menjulurkan kaki dengan hati-hati, meraba anak tangga, lalu turun berlahan. Udara terasa makin pengap dan lembab, suara nyamuk berdengung di sekelilingnya. Tiba-tiba lelaki itu mendorong Sarah  hingga ia jatuh tapi kali ini lututnya bisa menahan tubuhnya, hingga keningnya selamat. Saat mencoba bangkit lelaki itu mendorong Sarah hingga jatuh tersungkur lalu memotong ikatan kain di mata, mulut dan tangannya. Tanpa diduga lelaki itu menariknya hingga terduduk dan memutar tubuh hingga mereka berhadapan.

Sarah melihat sosok lelaki gempal persis yang dia lihat di kelab malam, ia mengenakan topi yang sama. Topi yang menenggelamkan setengah wajahnya. "Apa salah saya Om?" tanya Sarah dengan suara bergetar dan air mata bercucuran.

"Kamu hanya berada di tempat yang salah." Lelaki itu berjalan mundur sambil menodongkan belati.  Lelaki lain yang mengenakan masker tanpa bicara meletakkan plastik di sampingnya.

"Tapi Om saya tidak mengatakan apa-apa pada petugas." Kejadian ini membuat Sarah yakin mereka terlibat dalam penusukan di kelab malam.

"Terlambat."

"Tolong lepaskan saya Om. Tolong Om, tolong saya...."Sarah bersimpuh isak tangisnya makin keras. Namun kedua lelaki itu tak bergeming terus berjalan mundur hingga menaiki tangga, keluar ruangan dan membanting pintu.

Tangisan Sarah makin keras makin lama terdengar seperti lolongan kesedihan dan keputusasaan. Siapa yang bisa menduga keberadaannya kini yang ia sendiri tidak tahu di mana. Siapa yang bisa menemukannya dalam ruangan tertutup, bahkan mungkin ia berada di ruangan bawah tanah. Ia teringat adik-adiknya, bi Lis, Alin, Frans, bang Lubis dan orang-orang yang selama ini berinteraksi cukup intens dengannya. Orang-orang yang berkesan dalam hidupnya, orang-orang yang akan ia tinggalkan, orang-orang yang akan merasa kehilangannya dirinya lalu akan melupakan dirinya begitu saja seiring waktu. 

Sarah tidak ingat berapa lama ia menangis hingga akhirnya ia merasa lelah dan air matanya kering. Ia terduduk dengan lemas di tengah ruangan, berkeliling menatap ruangan yang remang-remang. Tidak ada jendela kecuali lubang angin tanpa menutup seukuran batu bata di belakangnya. Letaknya cukup tinggi. Dari lubang angin itu ia bisa melihat langit yang abu-abu. Sayup-sayup terdengar kicauan burung. Sepertinya ini menjelang pagi.

Tembok sekelilingnya kusam dan lembab, pada beberapa bagian catnya telah mengelupas. Tidak ada apa-apa di ruangan ini kecuali kursi kayu di bawah tangga dekat sebuah pintu dari ruangan yang lebih kecil, mungkin toilet. Lantai tempatnya duduk berdebu tebal dengan jejak tanah merah di sana-sini. Nyamuk berdengung mengelilinginya. Sarah mengibaskan lengan untuk mengusir nyamuk. Dirabanya kening yang berdenyut dan menimbulkan rasa sakit, terasa basah dan lengket karena darah.

Run To You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang