BAB 10

12 3 0
                                    

Baru kali ini Iza merasa harinya begitu hampa, hal yang biasa ia lakukan setiap hari sudah tidak menjadi rutinitasnya lagi. Pekerjaan di kebun pun sudah selesai dikerjakan ibu dan saudaranya, ia sedikit mengenang bagaimana ia bisa menjadi apa yang diimpikan beberapa bulan lalu, menjadi seorang guru.

Iza berusaha mengabari Pak Fakhri lewat pesan whattsapp, mengatakan bahwa ia tidak jadi ke pesantren dan akan lanjut mengaji saja. Iza menunggu pesan centang dua, namun sekian lama ia menunggu pesan itu tak kunjung diterima.

Tak hanya kepada Pak Fakhri, Iza juga mengirim pesan pada Adi dan rekan kerjanya semasa mengajar di SMAS AS-Syakur, namun hal yang sama pun terjadi, bahkan Iza sudah dikeluarkan dari grup SMA tersebut.

Iza kembali merenung, berharap ia tidak berburuk sangka atas apa yang terjadi saat itu, namun hatinya tetap merasa tidak enak dan merasa memiliki banyak salah kepada orang-orang itu.

Handphone Iza menyala, tandanya ada notifikasi masuk. Ia berharap itu adalah balasan dari orang-orang yang ia tunggu, nyatanya ... itu adalah pesan masuk dari salah satu alumni SMKS Bakti Negara yang merupakan teman Mirza, Virna namanya.

'Za, aku mau tanya. Kerja di sekolah enak gak? Terus gajinya berapa? Sama apa aja yang harus dilakuin pas jadi staff TU?'

Iza menarik tubuh yang awalnya bersandar di kursi. Kemudian mengetik pesan membalas pertanyaan-pertanyaan dari Virna.

'Enak-enak aja.'

'Waktu aku 200 perbulan'

'Kebanyakan diajarkan dulu, banyak hal baru yang aku temui di dunia kerja. Tapi menurutku gak terlalu berat kok.'

'Aku berpesan aja. Kalau kerja di sekolah jangan sampai kamu ikutan ngejulid, dan harus hati-hati soalnya gak semua orang itu baik. Cari yang berkah-berkah saja!'

Pesan dari Mirza langsung dibaca, terlihat juga Virna sedang mengetik sesuatu untuknya.

Ucapan terima kasih telah diterima oleh Mirza, dengan senang hati lelaki itu mengiyakannya.

Hari demi hari berlalu, Iza mulai meraba tentang apa yang terjadi pada hidupnya, meskipun dalam setiap doanya ia mempertanyakan kehendak Tuhan dan dalam setiap langkahnya mulai tertanam keraguan.

Sosok itu mulai menunda shalatnya, bahkan seri telat masuk kelas di madrasah, tidak seperti biasanya.

Keraguan itu sedikit merubah gaya sosialisasinya, ia semakin menutup diri karena merasa gagal dalam menata hidup. Padahal ia digadangkan akan memiliki masa depan cerah, terlebih prestasi dan akhlaknya yang seimbang.

Minggu demi minggu pun sama halnya, kualitas hidupnya kini merasa memburuk. Namun ia masih mengusahakan agar tetap pergi mengaji walaupun dengan sedikit keterpaksaan.

Nomor tidak dikenal tiba-tiba menelpon Iza, ia hanya memandangi layar handphone-nya berharap panggilan itu diakhiri. Setelah itu, beberapa pesan kemudian masuk. Pesan yang cukup spam membuat Iza sedikit muak. Pasalnya pesan yang masuk ke Iza hampir per beberapa kata, saat menerima pesan Iza ingin langsung to the point saja.

'Assalamualaikum'

'Iza'

'Ini Bu Tyas'

RUANG UNTUK PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang