BAB 26

3 0 0
                                    

"Wah kost kamu deket sama rumahku ternyata, tau gitu tadi pas wawancara kamu jangan jalan kaki!" ucap Ilham.

Mirza turun dari motor, "iya, Mas. Tidak apa-apa, yang penting wawancara tadi lancar. Terima kasih, ya," ucap Mirza. "Mampir dulu mas," lanjutnya lagi.

"Sama-sama. Ah gausah, udah mau maghrib. Duluan, ya," jawab laki-laki berkacamata itu seraya menyalakan mesin motornya.

Mirza bergegas pulang, kakinya sudah gemetar menopang beban tubuhnya yang mulai tidak seimbang. Langkahnya ia percepat agar segera bisa beristirahat.

Sambutan dari Asir mengingatkannya pada pemberian dari Pak Davin. Mirza segera membuka makanan dan minumnya di depan Asir untuk dimakan bersama.

Obrolan-obrolan formalitas berganti menjadi hal sensitif bagi Mirza.

"Terus gimana kalau keluarga kamu nanyain soal kuliah?" tanya Asir sembari menyeruput minuman soda yang sudah tidak dingin lagi.

Mirza tersedak, ia segera meneguk air mineral dan mengambil napas dalam. Seketika ia mematung, ia belum kepikiran bagaimana cara menjawab pertanyaan yang mungkin akan dipertanyakan oleh orang di kampungnya.

"Gak tau aku, A," jawab Mirza.

Setelah menuntaskan makannya, Mirza memutuskan untuk membersihkan badan, kemudian ia berniat untuk langsung tidur dan melupakan apa yang saat itu menghantui isi pikirannya. Namun, saat ia sudah bersih dan hendak tidur, tiba-tiba ada notifikasi masuk yang membuat Mirza mengurungkan niatnya untuk tidur.

'Selamat anda DITERIMA untuk bekerja dengan perusahaan kami.

Offering Fathur Mirza :
1. Jabatan : Kasir
2. Gaji : ... '

Pesan dari Pak Davin itu membuatnya senang, ia menularkan lagi kebahagiaannya pada orang-orang terdekat. Pada saat yang sama ia juga menerima kabar kalau Ilham tidak keterima.

Rasa syukur terus menyelimuti hatinya, ia tak henti-henti membanggakan dirinya atas apa yang ia capai hari itu.

'5. Penempatan : Cabang Nginden

6. Training kurang lebih 3-6 bulan (bisa diberhentikan sewaktu-waktu jika tidak sesuai kualifikasi perusahaan selama bekerja)
7. Tanggal masuk 20 Juni 2022 Shift 2
8. Selama masa percobaan wajib menggunakan seragam atasan putih (berkerah) dan bawahan gelap, berpenampilan rapi dan bersih. Jika berhijab, hijab warna harus berwarna gelap dan dimasukkan kedalam kemeja.

Jelas ya? Kalau ada yang ditanyakan silahkan disampaikan. Semoga bisa bekerjasama.'

Asir yang ikut membaca pesan dari Pak Davin kemudian melemparkan senyum. "Aa jadi mudik berarti, ya?"

Suasana menjadi hening, kebahagiaan Mirza seketika memudar.

"Aa beneran mau pulang? Tapi kenapa?" tanya Mirza penasaran.

"Aa itu sebenernya satu pekerjaan sama pacar Aa, tapi jabatan dia lebih tinggi dari Aa. Terus juga dia berani selingkuh depan mata di tempat kerja. Jadinya kerjaan Aa makin gak berkualitas dan ngebuat pacar Aa gak segan buat ngasih surat peringatan ke Aa. Ah, kamu gak bakal paham, Aa gak bisa jelasin. Intinya Aa pengen pulang dulu buat ngelepas rindu sama keluarga," ucap Asir panjang lebar. "Udah sedih-sedihannya! Gas log in!" ajak Asir untuk main game bersama.

Sekali lagi Mirza kehilangan niatnya untuk beristirahat.

Hari dan malam terus berganti, sampai tiba pada hari di mana Mirza akan menjalani kerja di hari pertamanya.

Lelaki itu bersemangat, pukul tiga pagi sudah mengemasi barang-barangnya. Pakaian putih berkerah dengan bagian tangan dilipat sampai bawah siku, celana panjang bahan katun terlihat sangat rapi setelah disetrika nya.

Mirza membangunkan Asir, ia berpamitan. Asir yang masih setengah sadar itu mengiyakan.

Mirza berniat untuk kembali jalan kaki, kali ini ia tahu rute cepat untuk ke tempat kerjanya berkat Ilham. Meskipun cepat, berjalan kaki tidak jauh lebih cepat dari pada naik motor. Tapi setidaknya Mirza tidak berkeringat karena masih dini hari, jalanan pun masih sepi pengendara.

Sesekali Mirza menguap, ia duduk di salah satu bangku pinggir jalan. Ia memakan satu bungkus roti dan memakannya lahap. Memulihkan energi-energinya yang terkuras. Azan subuh berkumandang, Mirza melanjutkan perjalanannya seraya mencari masjid terdekat. Ditemukannya rombongan ibu-ibu bermukena memasuki satu gang masuk ke pemukiman. Mirza mengikuti mereka, sampai akhirnya ia menemukan masjid untuk menunaikan sholat subuhnya.

Di penghujung sholat, Mirza yang letih itu berpikir lagi mengenai tanggapan keluarganya jika tahu kalau Mirza sebenarnya tidak kuliah. Pikiran itu membuat sholatnya tidak khusuk.

Mirza menengadahkan tangan tetapi ia tidak mengucapkan sepatah dua kata pun. Dia tahu kalau Tuhan Maha Mengetahui, pikirannya terus berjalan seakan mencurahkan keluh kesahnya pada sang pencipta, ia juga memohon ampun atas keputusan-keputusan salah yang telah ia pilih.

Angin yang dingin menusuk tubuh Mirza, lelaki itu kembali bergegas untuk menyambung perjalanannya. Saat ia tengah memakaikan sepatunya, seorang wanita lanjut usia dengan mukena yang masih menempel di tubuhnya menghampiri Mirza.

"Nak, kamu kerja, ya? Semoga sehat berkah selalu," ucapnya singkat. Nenek itu bergegas pulang dibarengi oleh ibu muda lainnya.

Mirza mengaminkan.

Matahari mulai terbit, Mirza mempercepat jalannya agar segera sampai pada tujuan. Ia harus tepat waktu apalagi itu hari pertamanya bekerja, kesan baik harus ia dapatkan agar ia bisa tetap bekerja.

Akhirnya Mirza sampai di tujuan, ia juga disambut hangat oleh karyawan di sana.

Mirza disuruh untuk duduk menunggu mereka membersihkan tempat kerja, sampai tepat pukul setengah tujuh pagi Mirza dipanggil untuk melakukan briefing.

"Selamat pagi semangat pagi!" ucap salah seorang karyawan dengan tegas, terdapat name-tag di bajunya bertuliskan Imam.

"Pagi pagi pagi," jawab karyawan lainnya serentak. Sedangkan Mirza hanya bengong seraya memperhatikan.

"Bagaimana kabarnya hari ini?" tanya Imam, "alhamdulillah hari ini kita kedatangan karyawan baru, silahkan Mas memperkenalkan diri!"

"Emm," Mirza mendadak gugup. "Perkenalkan nama saya Fathur Mirza, usia sembilan belas tahun, saya lulusan SMK, saya dari Garut, bisa dipanggil Athur, Mirza, atau Iza," ucap Mirza dengan perkenalan yang tidak beraturan.

"Kamu sempat bekerja di mana sebelumnya?" tanya karyawan perempuan bernama Mira.

"Saya pernah bekerja jadi guru pada tahun dua ribu dua puluh akhir sampai dua ribu dua puluh satu awal, tepatnya hanya enam bulan bekerja. Hanya saja saya tidak melanjutkan dikarenakan saya tidak lanjut kuliah," jelas Mirza dengan ragu dan gugup.

"Kamu pernah jadi kasir?" lanjut Mira bertanya yang dijawab gelengan kepala oleh Mirza. "Oke kalau gitu hari ini kasirnya Ina, ya! Imam sama yang lain termasuk Mirza di bagian dapur, pelayanan biar aku sama Jefri yang handle!"

Briefing itu di akhiri dengan yel-yel singkat. Mereka berpencar sesuai dengan yang diintruksikan oleh Mira.

Di dapur, Imam memperkenalkan banyak hal ke pada Mirza. Imam juga mengatakan bahwa ia baru sembilan bulan bekerja di sana.

Canda tawa saling saut-menyaut di bagian dapur, Mirza yang cenderung tertutup hanya bisa senyum tipis melihat canda tawa yang mereka lontarkan.

Mira yang ternyata berusia dua puluh lima tahun itu ternyata sudah bekerja selama lima tahun. Wanita itu menghampiri area dapur, "Mirza, Pak Davin telpon, dia bilang kamu harusnya masuk shift dua, ya! Tapi wes ga opo katanya, tadi Pak Davin juga tanya kamu berangkat ke sini naik apa? Berangkat jam berapa?"

Mirza tersenyum heran, "jalan kaki, Mbak. Saya berangkat jam tiga dini hari."

Mendengar jawaban Mirza, semua karyawan di area dapur menatap Mirza, membuat Mirza semakin ciut nyalinya.

"Loh? Ya wes, kamu sarapan dulu o!" perintah Mira seraya meninggalkan ruangan.

"Za, kamu beneran jalan kaki?" tanya Imam. "Kenapa bisa jalan kaki?"

"Uang saya udah hampir abis, Mas. Jadi saya jalan kaki."

RUANG UNTUK PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang