'Ra, jam segini belum tidur?'
Pesan yang Mirza kirim ke pada Humaira baru saja mendapat centang dua abu-abu.
Remaja perempuan asal Kalimantan itu adalah kenalan di sebuah grup kepenulisan di Whattsapp, usianya terpaut dua tahun lebih muda dari Iza.
Meskipun usianya lebih muda dari Iza, Ira memiliki pemikiran yang cukup dewasa, wawasan yang luas serta ketepatan berpikir yang selalu membuat Iza kagum.
'Belum'
Sontak Iza menatap layar handphone-nya.
'Aku punya kabar baik, mulai besok aku udah kerja, di sekolahanku, jadi staff TU, alhamdulillah'
Balasan dari Iza langsung mendapat centang dua biru.
Seperti biasa, Humaira tidak selalu menjawab pesannya secara langsung, kadang ia akan membaca terlebih dahulu kemudian membalasnya setelah beberapa menit kemudian.
Iza merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamarnya kemudian tersenyum, mata Iza kemudian terpejam membayangkan bagaimana keseruan nanti di dunia kerja dan kampus.
Dia berharap suasana apa yang dia mimpikan akan jauh lebih membahagiakan nantinya.
Iza sedikit membuka mata, teringat satu hal penting yang harus ia lakukan. Tubuhnya mulai terangkat, bergegas mengambil celengan berukuran besar yang baru saja ia beli setelah pergi mengaji.
Kemudian ia mengambil spidol permanen dan mulai menulis kata 'kuliah' di celengan tersebut.
"Bismillah," gumamnya.
Kali ini Iza tidak bisa tidur cepat, lelaki itu memiliki kebiasaan yang mungkin umum tetapi mengganggu kualitas tidurnya. Sebelum tidur Iza selalu mengkhayalkan sesuatu yang belum terjadi, bahkan jauh ke masa depan yang mungkin umur saja kurang untuk mewujudkan mimpi sejauh itu.
Iza mengecek handphone-nya, layarnya menampilkan notifikasi yang dikirim dari Humaira.
'Alhamdulillah, jangan lupa buat terus bersyukur dan semoga kamu betah'
Iza tersenyum dan kemudian membalas pesan tersebut seadanya.
Halusinasinya mengenai rancangan masa depan terus berlanjut.
Di usianya yang sudah menginjak delapan belas tahun, Iza memiliki hubungan sosialisi yang minim, meskipun publik speakingnya lumayan, namun dia tidak bisa terbuka hampir ke setiap orang.
Iza terbilang selektif, lingkungannya yang agamis dan didikan keluarganya yang lembut membuat ia tumbuh menjadi orang yang memiliki rasa empati yang tinggi.
Anak-anak seusianya juga menjaga jarak dengan Iza tetapi juga melindungi Iza.
Mungkin banyak orang yang mengira Iza ini introvert, yang sebenarnya terjadi adalah Iza memiliki batasan dalam hidupnya, mulai dari hal kecil sampai hal besar.
Iza tahu kapan dia harus pulang ke rumah, dengan orang seperti apa dia harus berteman dan dengan cara apa dia menjalani hidup, semua seakan sudah direncanakan dirinya sendiri asalkan sesuai dengan aturan dan ajaran agaman. Karena hal itulah Iza memiliki ruang lingkup pertemanan real life yang kecil.
•°^°S°^°•
Senyuman itu nampak tergambar di permukaan cermin, sosok hitam manis yang membawa keceriaan dalam hidupnya.
Ini adalah hari pertama ia bekerja. Di era pandemi waktu itu, mencari pekerjaan adalah hal yang sulit. Untuk itu, mensyukuri apa yang didapat setiap harinya adalah sebuah keharusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG UNTUK PULANG
Художественная прозаSejak mengetahui rahasia yang disembunyikan tempat kerjanya a.k.a sekolahnya, Fathur Mirza atau yang kerap disapa Iza ini mulai dihantui mimpi buruk. Sejak saat itu, hatinya mulai but4 dan membuatnya semakin naif. Mimpi-mimpi yang ia bangun mulai r...