Mirza merenung, berharap ia bisa mengkontrol dirinya agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Apa yang Humaira sampaikan pada dirinya akhir-akhir ini mulai diterapkan.
Saat ini Mirza tengah menjelajahi beranda Facebook, mencari grup lowongan pekerjaan Garut-Bandung serta bergabung dengan komunitas meninggikan badan dan latihan rumahan.
Hari-harinya dihabiskan untuk mendaftar sana-sini lewat media online, tidak lupa juga ia aktif berolahraga seperti intruksi para pengguna media di komunitas yang ia ikuti.
Mirza mulai memostingkan tulisannya berupa pertanyaan lowongan pekerjaan, tips memperbaiki postur tubuh,serta tata cara menambah tinggi badan pada komunitas Facebook sesuai dengan keluhannya.
Ia membiasakan diri untuk terus berada dalam kesibukan, sehingga beban pikirannya berangsur membaik. Meski kadang ada hal yang membuat luka hatinya terbuka, Mirza mulai bisa mengontrol emosinya.
Beberapa lowongan pekerjaan yang Mirza ikuti mulai membuahkan hasil, panggilan wawancara mulai masuk ke pesan Whatsapp, setiap kali Mirza mendapatkan alamat kantor, ia selalu mempertanyakan hal itu kepada kakak laki-lakinya yang kebetulan merantau di Kota Bandung.
Banyak sekali undangan wawancara yang Mirza tolak dengan alasan tidak diizinkan kakaknya karena terlalu jauh. Belum lagi di keluarga Mirza tidak ada yang memiliki kendaraan untuk antar ke sana-ke mari. Mirza tidak berkecil hati, lagian semenjak ia rutin berolahraga, trauma yang mengganggu hidupnya mulai terabaikan.
Pada akhirnya, Mirza menemukan lowongan pekerjaan di Bandung yang kebetulan alamat kantornya dekat dengan kost yang kakaknya tempati.
Mirza mulai semangat setelah mengabari dan disetujui oleh keluarganya. Namun, Mirza masih memiliki kendala keberangkatan.
Mirza menghentikan aktifitas bermedia sosialnya, ia mulai mencari kontak kakaknya dan mulai menelpon.
"Aa, itu tadi lokernya deket, ya? Ini disuruh tes wawancaranya nanti hari kamis, mau ke sana tapi gimana?" tanya Mirza.
"Bareng sama si Ican aja! Nanti dari sini ditelpon buat nganterin kamu," ucap Hafid dari seberang telepon.
Ican adalah teman ngaji Mirza yang usianya paling tua di madrasah sekaligus teman SD Hafid. Hafid sendiri merupakan kakak kandung Mirza.
"Iya A, kalau ongkosnya berapa?" tanya Mirza.
"Nanti kasih seratus, udah dulu, ya! Mau lanjut kerja." Hafid menutup telepon setelah Mirza mengiyakannya.
Mirza melihat kalender di handphone-nya, ada kesempatan satu hari lagi untuk mempersiapkan segala persyaratan. Tidak lupa ia juga memastikan bahwa Ican akan bersedia di hari yang sudah ditentukan.
O0O
Seseorang bertubuh gemuk menunggu di depan rumah seraya mengepulkan asap rokok, tawanya terdengar keras saat ia bercanda dengan seseorang di telepon.
Matahari belum menampakkan sinarnya, angin pun masih riuh menusuk badan dengan dinginnya.
Mirza ke luar rumah dengan jaket yang lumayan tebal, memakaikan sepatu dan bersiap untuk pergi untuk mengikuti tes wawancara.
"Udah siap, Za?" tanya Ican seraya menyalakan motornya.
Mirza mengangguk dibarengi dengan acungan jempol. Kemudian ia menaiki motor tersebut. "Yok!"
Sepanjang jalan Mirza berdoa, tidak lupa juga dengan pesan ibunya sebelum ia berangkat subuh tadi. Bahwa, diterima atau tidaknya Mirza di suatu pekerjaan, semata-mata karena Allah SWT menakdirkannya, kesalahan dan kegagalan di hari-hari Mirza biarkan menjadi pembelajaran di masa depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG UNTUK PULANG
Fiksi UmumSejak mengetahui rahasia yang disembunyikan tempat kerjanya a.k.a sekolahnya, Fathur Mirza atau yang kerap disapa Iza ini mulai dihantui mimpi buruk. Sejak saat itu, hatinya mulai but4 dan membuatnya semakin naif. Mimpi-mimpi yang ia bangun mulai r...