BAB 16

5 1 0
                                    

'Assalamualaikum, bang. Namaku Bintara, usia 17 tahun. Bang mau tanya, bagaimana pola hidup sehat yang abang tekuni agar bisa nambah tinggi badan? Aku mau jadi TNI bang, cuma kurang 4 mm lagi'

Mirza menghela napas, ia menjelaskan kalau sebenarnya dia pun kaget saat mengetahui tinggi badannya naik drastis, bahkan ia merasa tidak benar-benar bertumbuh. Salah satu hal yang membuat dia curiga adalah saat ia melewati pintu rumahnya yang kebetulan tingginya seratus enam puluh, sedangkan Mirza seratus enam puluh dua, seharusnya dahi Mirza melebihi pintu tersebut, tetapi dalam hal tersebut tidak terjadi pada Mirza.

'Tapi saya yakin saya bertumbuh, tapi yang saya ragu itu hasil dari pengukurannya. Tapi kalau kamu mau tips, coba kamu banyakin peregangan sebelum tidur dan olahraga lari atau berenang. Jangan lupa doa juga, ya!' balas Mirza melanjutkan.

'Terima kasih bang. Bang mau ikut grup Wa? Kami mengadakan kajian tiap malam dan membaca surat Al-waqiah, Tabarok juga. Saya lihat postingan abang dipenuhi kajian-kajian, barangkali kita bisa belajar bareng atau abang yang kasih kami kajian.'

Mirza mengiyakan tanpa persyaratan dan tanpa ragu memberikan nomor Whatsapp-nya.

Malam semakin larut, masih banyak pesan dari akun Facebook yang belum Mirza balas. Sampai akhirnya ia menemukan pesan dari akun anonim yang tidak memiliki profil serta nickname menggunakan huruf Kanji.

'Saya Andrik, asal Surabaya. Usia saya 19 tahun. Kamu kerja atau kuliah?'

Isi pesan yang berbeda dari seluruh akun yang mengirim pesan pada Mirza malam itu. Namun, lelaki itu tetap membalasnya.

Mirza menjelaskan kalau dia gagal dalam pendidikan perguruan tinggi karena masalah biaya, dia juga gagal masuk pekerjaan karena masalah fisik yang tidak memenuhi kriteria perusahaan.

'Rantau aja mas ke Surabaya, di sini banyak loh beasiswa. Kamu juga bisa bisnis bareng Papa saya mas, gaji UMK dan kita ada kasih uang makan sehari seratus ribu. Langsung diterima loh mas tanpa surat lamaran pun.'

Mirza menutup Facebook-nya, ia kemudian membuka Google dan mencari nilai UMK Surabaya yang ternyata nominalnya lebih dari empat juta, kemudian dengan antusias Mirza mengotak-atik kalkulator, berusaha menjumlahkan ini-itu apabila ia merantau di Surabaya.

Halusinasi membuat dirinya tenggelam, lelaki itu berandai-andai jika ia mendapat penghasilan tujuh juta perbulan. Bahkan ia memikirkan apa saja yang akan dia beli dan kemana saja dia akan pergi dengan pendapatan sebanyak itu.

Ia bahkan berlarut sangat jauh sampai memikirkan pernikahan dan keluarga yang akan dia bangun nanti, yang padahal Mirza sendiri tidak punya pacar.

Mirza kembali ke halaman Facebook, membuka pesan kemudian membalas akun tadi.

'Saya berminat bang. Terima kasih tawarannya'

Setelah menyetujuinya, Mirza mendapat balasan berupa nomor telepon, akun itu pun memerintah Mirza untuk menghubunginya lewat Whatsapp saja dikarenakan ia akan menutup akun Facebook-nya secara permanen. Bahkan Mirza diperintah untuk menghapus percakapan mereka serta memblokir akses membuka profil akun tersebut. Mirza mengiyakan perintah tersebut tetapi tidak melaksanakannya.

Sudah lewat tengah malam terhitung dari Mirza melaksanakan sholat isya, tidak biasanya dia seperti itu. Lelaki itu biasanya tidur awal waktu, tetapi kali ini ia sampai lupa waktu memikirkan dunia yang ditawarkan oleh manusia.

Beberapa pesan tidak Mirza balas, bahkan mungkin Mirza sudah sangat jenuh dengan pertanyaan hampir semua akun tentang tinggi badan. Ia sudah memberi rangkuman pada postingannya untuk semua tips yang ia jalani, tetapi orang-orang terus mempertanyakannya secara personal.

Mirza pun terlelap dengan handphone yang masih ia pegang.

Pagi hari, saat cahaya matahari mengusap tubuh Mirza. Ia terbangun dari lelapnya tidur semalam. Ia terkaget saat mengetahui bahwa hari sudah mulai siang. Mirza meminta penjelasan kepada ibunya tentang kenapa ia tidak membangunkannya, tetapi ibunya beralasan karena Mirza terlihat kecapekan setelah pulang-pergi dari Bandung.

Mirza bergegas ke kamar mandi, setelah itu ia mengambil gorengan yang sudah ibunya sisakan untuknya.

Mirza membuka Whatsapp, ia merasa kena teror karena mendapat hampir seribu pesan.

Layar handphone milik Mirza sampai freeze karena memuat pesan yang masuk. Setelah layar sentuhnya sudah bekerja dengan baik, Mirza membuka pesan grup Kajian dan Belajar Membaca Quran Bersama. Di sana terdapat banyak video kajian ustaz-ustaz besar Indonesia, banyak voice note sholawat serta bacaan ayat suci al-quran.

Mirza juga mendapat pesan personal dari admin grup, ia dimintai mengisi pertanyaan tajwid dan merekam bacaan al-qurannya. Tanpa waktu lama Mirza menyelesaikan tugas itu dan mendapat feed baik dari admin. Mirza ditempatkan di grup kelas akhir karena sudah fasih membaca dan sudah paham hukum bacaan. Di grup yang baru Mirza diberi sambutan oleh Bintara dan ucapan pujian karena Mirza bisa langsung masuk grup tahap akhir.

Di sisi lain. Mirza membuka pesan spam yang membuat handphone-nya lemot. Pesan itu dari Andrik, isinya adalah perintah-perintah yang harus Mirza lakukan saat itu juga.

'Videoin dong cara kamu olahraga!'

Mirza menolak mentah-mentah, ia beralasan kalau kameranya jelek, dan dia tidak suka aksi di depan kamera termasuk hanya sekedar berfoto. Namun Andrik terus menekan dengan argumen bahwa Mirza tidak memiliki kepercayaan diri.

'Saya bilang saya tidak suka divideo atau difoto. Kalau mau kamu nyari saja di Youtube, banyak kok referensi buat berolahraga.'

'Yakin?' balasnya singkat.

Mirza hanya membaca pesannya.

Kemudian Andrik mengirim tiga link, ia memerintahkan Mirza untuk mengisi formulir di dalamnya dan bersiap untuk mengikuti test beasiswa secara online.

Tanpa membalas pesan Mirza pun membuka salah satu link tersebut, ia mengisi data diri dan mulai mengikuti tes tersebut. Hasil dari seleksinya adalah delapan puluh sembilan persen jawaban benar, sehingga Mirza mendapat undangan seleksi tahap dua di e-mailnya.

Pada link ke dua, Mirza langsung menerima beasiswa sembilan puluh persen potongan harga. Sedangkan di link ke tiga ia gagal seleksi dikarenakan terdapat sesi wawancara face to face berbahasa Inggris lewat video call Whattsapp yang merupakan kelemahan Mirza untuk percaya diri di depan kamera.

Dalam satu hari penuh ia menjalani tiga seleksi tersebut. Mirza menghubungi Andrik dan mengirimkan file hasil seleksinya.

'Lah kok potonganmu 90%?'

Mirza heran, karena saat itu ia merasa kalau Andrik tidak senang dengan hasilnya. Ia berfikir kalau seharusnya Mirza mendapat nilai sempurna.

Mirza meminta maaf, dan menjelaskan kalau kemampuannya hanya sebatas itu, dia tidak bisa memaksakan kalau dirinya harus sempurna.

'Bukan begitu,' balas Andrik singkat.

Andrik mengirimi Mirza foto tangkapan layar berupa postingan Instagram salah satu kampus. Isinya adalah data perolehan penerima beasiswa. Kagetnya, Mirza mendapat posisi ke dua dengan potongan biaya kuliah sembilan puluh persen, sedangkan Andrik berada di posisi ke lima dengan potongan enam puluh lima persen.

'Aku gak terima kamu lebih baik dari aku, aku lulusan SMA Negeri, kamu cuma SMK Swasta.'

Mirza tidak peduli, ia menyeringai, kemuadian memposting foto yang Andrik kirim ke status Whatsapp-nya.

Lelaki itu seakan berpesta, teman-teman yang dulunya hilang mulai mengiriminya pesan, tidak cuma itu, beberapa gurunya memposting ulang status Mirza dengan ucapan bangga memiliki alumni seperti Mirza.

Senyumnya kembali menyeringai, ia memamerkan file hasil seleksinya dan juga memberi tahukan pada teman-temannya kalau di Surabaya nanti dia akan jauh lebih dari apa yang sekarang mereka lihat.

RUANG UNTUK PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang