"Tadi kami nemu dia di jalan, lagi nangis, mukanya lebam, sama ada darah juga. Dia bilang beberapa kali nama kamu, aku nyangkanya pelakunya adalah kamu," ucap perempuan yang menyelamatkan Mirza, namanya Yaya dan pacarnya Roby.
Yaya adalah seorang admin sebuah perusahaan, sekaligus pendaki yang ternyata satu komunitas dengan Asir.
"Makasih mbak sudah bawa adik saya ke sini, tapi mbak tau apa yang sebelumnya terjadi? Atau lihat gak ada temen dia? Soalnya dia tadi pagi izinnya ketemu sama temen," kata Asir serius.
Badan yang masih lemas itu terbaring di atas kasur, dikelilingi orang-orang sampai hampir memenuhi kamar kost milik Asir.
"Kasih air gula!" perintah seorang wanita berdaster.
Asir segera membuat air gula merah menggunakan air hangat, sedangkan Yaya dan Roby menggosok telapak tangan Mirza menggunakan minyak kayu putih.
Kelopak mata yang sembab itu mulai terbuka sesaat setelah Asir memberikan air gula buatannya. Mirza melihat sekeliling, ia terkejut sampai refleks menangis dan menutup mukanya.
Wanita tadi menyuruh semua orang untuk bubar, terkecuali Asir dan dua orang tadi.
"Udah, Za! Tidur lagi aja!" perintah Asir.
"Aku ... aku." Mirza berusaha bicara di balik tangisnya yang pecah. Dadanya kembang kempis dan sesak sampai ucapan yang terputus-putus karena isaknya. "Aku diseret A, dipukuli, kepalaku dibanting, leherku sakit A ... diinjak."
Asir mengepal tangan kuat-kuat, mengumpulkan dendam setelah mendengar cerita yang Mirza sampaikan.
"Jangan dulu dipikirin!" perintah Roby seakan tahu isi kepala Asir.
"Bajingan!" Asir menyentak, tetapi masih berusaha tenang di depan Mirza. "Kamu punya identitas dia?"
Mirza mengangguk.
Di sela momen yang canggung itu, Yaya menawarkan pekerjaan kepada Mirza melalui Asir. Beberapa persyaratan Yaya catat dan simpan di atas nakas.
Yaya dan Roby berpamitan, karena malam sudah mulai larut.
Mirza memberikan handphone-nya pada Asir. Membiarkan dia mengotak-atik akun media sosial Mirza untuk melacak keberadaan Andrik. Asir memiliki rencana untuk menjebak Andrik dan memberikannya pelajaran.
Sejak saat kejadian itu, Mirza tidak mampu tidur tenang, selain karena luka-lukanya yang mendadak kambuh, dia juga sering merasa sakit hati jika mengingatnya.
Mirza berusaha mengabari Humaira, namun, kontak Humaira sudah tidak bisa dihubungi lagi, akun Facebook-nya pun telah dinon-aktifkan.
Malam demi malam berganti, lelaki itu tak kunjung mendapat ketenangan beristirahat. Setiap beberapa menit terbangun dari tidurnya, ia selalu menatap cermin, memperhatikan luka-luka itu kemudian menangis, apalagi sakit rahangnya setiap ia membuka mulut.
"Za, apapun yang terjadi besok, kamu harus tenang!" ucap Asir memerintah.
"Besok kenapa? Ada apa?" tanya Mirza penasaran.
Asir tidak menjawab, ia malah menelpon pacarnya, namanya Novi. Percakapan dalam telepon itu berisi rencana pengepungan Andrik. Rencana pertama adalah Novi ditugaskan untuk menggoda Andrik, karena Asir tahu kalau Andrik adalah lelaki tidak normal, Asir meminta Novi memakai akun laki-laki dan memasang foto profil atletis.
Mirza mendengar, tapi dia juga tersenyum seolah imannya dikikis oleh dendam dalam dirinya.
Asir meminta Mirza untuk tidur dan menjaga diri, karena malam itu aksinya harus segera dituntaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG UNTUK PULANG
General FictionSejak mengetahui rahasia yang disembunyikan tempat kerjanya a.k.a sekolahnya, Fathur Mirza atau yang kerap disapa Iza ini mulai dihantui mimpi buruk. Sejak saat itu, hatinya mulai but4 dan membuatnya semakin naif. Mimpi-mimpi yang ia bangun mulai r...