08. Riding bicycle

4.9K 479 348
                                    

Spam komen dungs, maaciw and happy Reading 🥳

••••••





"Stop, stop!"

Rayyan menghentikan sepedanya dibawah pohon rindang. Tubuhnya sedikit miring, melihat Jidar yang tengah menggowes sepedanya dengan Carel di belakangnya.

"Ayay, kenapa berhenti?" Kepala Jeano sedikit terangkat guna melihat wajah sang sahabat yang kini membonceng nya.

"Capek, gue."

Jeano hanya mengangguk, lantas ikut menoleh pada Jidar yang kini sudah memarkirkan sepedanya tepat disamping sepeda mereka.

"Kenapa berhenti, Bang?" Tanya Carel pada Rayyan.

"Gue capek, keliling bonceng Ano."

"Ayay nggak ikhlas bonceng Ano nya?" Pertanyaan Jeano sontak membuat kepala Rayyan menggeleng cepat.

"Bukan gitu, No. Gue capek aja, kita istirahat dulu ya."

"Kirain Ayay nggak ikhlas."

"Ikhlas banget gue, No. Kalaupun lo ngajak gue keliling dunia juga, ayok."

Jeano terkikik geli seraya menutup mulut. "Ayay, lucu."

Carel yang melihat itu merasa gemas. "Bang Ano lebih lucu sih, gemesin."

"Maksud lo gue kagak?" Tanya Rayyan menatap tajam Carel.

"Lucu, Bang. Elah marah-marah mulu, lo." Carel memutar bola matanya malas, sahabat nya yang satu ini memang memiliki kesabaran setipis tissue suka sekali marah-marah.

Sedang Jidar hanya diam, menunggu ketiga sahabat nya untuk melaju kembali.

Sore dengan matahari yang lumayan tidak terlalu terik, Rayyan, Jeano, Carel, dan Jidar bermain sepeda di taman komplek. Dengan Rayyan yang membonceng Jeano, dan Jidar yang membonceng Carel. Sudah dua jam mereka bermain- mengelilingi taman dengan menaiki sepeda, tidak terasa waktu sudah semakin sore.

Rayyan yang sedari tadi membonceng Jeano merasa lelah, peluh sudah mengalir dari dahi nya. Tenggorokannya terasa kering, karena sedari tadi belum ada air yang mengalir di tenggorokannya.

"Cari minum dulu, yuk." Ajak Rayyan, menyeka keringat yang kian deras.

"Itu warung," Carel menunjuk pada warung yang tidak terlalu jauh. Terlihat kulkas yang berada di luar warung dengan jajaran minuman dengan berbagai rasa.

"Ayok," Rayyan mulai menggowes kembali sepedanya. Diikuti Jidar yang juga sudah merasa haus.

Sampai di depan warung, keempatnya turun dari sepeda. Duduk lebih dulu di depan warung yang tersedia bangku kayu panjang di sana, seraya mengatur nafas yang terengah.

Jidar beranjak berdiri, membuka kulkas tersebut mengambil empat botol mineral dan memberikannya pada ketiga sahabatnya.

"Mau yang jeruk itu," tolak Carel menunjuk minuman rasa jeruk.

"Minum ini dulu," ujar Jidar masih menunggu Carel untuk menerimanya.

Dengan berat, Carel menerima minuman mineral itu dari Jidar.

Wanita baya dengan balita di dalam gendongannya itu keluar. "Beli apa, Mas?" Tanyanya sopan.

"Air mineral empat," jawab Rayyan mengangkat botol nya.

"Berapa, Ibu?" Tanya Jeano mengeluarkan uang dari saku celananya.

"Enam belas ribu."

Jeano memberikan selembar uang berwarna hijau pada sang pemilik warung. Wanita baya itu menerima nya lantas masuk kembali ke warung.

BUILDING [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang