21. Why?

3.2K 440 149
                                    

Malam guys, maaf ya telat up, aku lagi bener-bener fokus sama kerjaan.

Untuk update Building maupun kue Lapis itu gak tentu, sesuai jadwal aku ada waktunya.

Happy Reading Kiko qooooohhhhhhhh ❄️ 🤸🏻‍♀️

•••••


"Selamat pagi," sapaan ceria Jeano saat melihat Naren yang baru saja terbangun dari tidurnya. Melangkah mendekat pada keempat sahabatnya yang sudah terduduk dikursi meja makan, menikmati sarapan pagi hari.

"Ini siapa yang masak?" Naren menatap penuh kebingungan pada makanan yang tersedia, hanya ada nasi goreng dan beberapa telur mata sapi yang tersedia pada piring.

Rayyan mengacungkan tangannya, dengan pipi yang mengembung, karena ia yang baru saja memasukkan makanan kedalam mulutnya, mengunyahnya pelan.

Kedua sudut bibir Naren terangkat, tersenyum simpul. Ia tidak menyangka Rayyan akan belajar secepat ini, sahabatnya yang paling semangat untuk belajar masak.

"Cobain, Na." Ucap Rafan mempersilahkan Naren untuk mencicipi masakannya.

Naren duduk dikursi samping Mahen, menunggu Rayyan yang menyiapkan makanan untuknya, ia menerima saat makanan diatas piring itu sudah di sediakan Rayyan.

Suapan pertama, mencoba merasakan rasa pada masakan tersebut. Air wajahnya sumringah, menatap Rayyan yang menunggu komentar darinya.

"Gimana?" Tanya Rayyan.

"Enak," kepala Naren mengangguk, dan kembali menyuapkan makanannya.

Rayyan menepuk dadanya bangga, tidak sia-sia ia bangun pagi sendirian, memasak dengan keadaan mata yang sedikit masih mengantuk.

"Gimana Haidar, enak?" Tanya Rayyan kini pada Haidar yang duduk disampingnya, menyantap sarapannya dengan lahap.

Haidar yang masih setengah sadar itu hanya mengangguk, kaki kanan yang sudah diangkat di atas kursi, mulutnya yang sangat aktif mengunyah tanpa berniat berbicara.

"Lo mandi enggak sih, Dar?" Mahen menatap Haidar aneh, sahabatnya itu terlihat masih mengantuk.

"Mandi," jawab Haidar singkat.

"Kenapa masih kayak belum mandi?"

"Lo begadang, ya?" Tuding Rayyan. Matanya memicing, menatap Haidar penuh curiga.

Haidar menghentikan gerakan tangannya yang akan menyuapkan kedalam mulutnya, menaruh kembali sendok itu di atas piring. Kedua tangannya ia lipat didepan dada, menghela napas berat.

"Seharusnya gue enggak begadang sih," gumam Haidar, dengan kepala yang mengangguk.

"Lo yang begadang," sahut Rayyan.

"Ini semua karena Carel, bayangin gue nungguin dia sampe jam empat subuh, gue tinggal tidur bodo amat." Air wajah Haidar terlihat kesal, bagaimana tidak, Carel meminta padanya untuk menemani pemuda itu begadang.

"Emangnya ngapain si Carel?" Tanya Naren.

"Bikin bucket bunga," jawab Haidar dan kembali menyantap sarapannya.

"Pasti untuk Lala," pemuda pemilik mata bulan sabit itu menyahuti, pipi yang mengembung dengan mata bulatnya menerka.

"Lagi bucin dia," Rayyan tertawa, Carel sukanya ugal-ugalan.

"Itu alasan dia enggak ada disini?" Tanya Naren karena ia sedari tadi tidak melihat Carel maupun Jidar.

"Nih ya, seharusnya jam empat itu belum selesai tapi gue udah ngantuk jadi gue tinggal tidur. Pas gue bangun jam setengah enam, gue liat si Carel udah siap sama baju sekolah dan mau pergi kesekolah." Terang Haidar, membuat keempatnya terkejut.

BUILDING [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang