30. Want to be like them

3.1K 435 348
                                    

Sesuai janji, i up

Ada 2k lebih jadi, jangan lupa spam komen + vote, biar cepet up aku 😗

Happy Reading;





Motor ninja berwarna merah terhenti di sisi jalan. Pemuda berjaket kulit berwarna hitam itu terduduk disebuah halte bus yang sudah tidak terpakai. Tatapan kosong menatap apapun yang ada didepannya.

Ia memilih mencari tempat tinggal supaya ia tidak terus-menerus tinggal di sekolah, dan ia bisa menetap lebih lama. Tetapi, ia sudah mencari, tidak ada satupun kos-kosan yang masih kosong, sampai jalannya sudah lumayan jauh dari sekolah, rumah, dan Dream House.

Entah sudah berapa kali helaan napas berat itu terdengar.

"Sementara gue disini dulu aja," gumamnya pelan.

Kepalanya menoleh, melihat seperti kursi yang dibuat dari pasir dan tanah, beralas keramik menambah dingin.

Tubuhnya mulai berbaring, kepalanya bertumpu pada lengannya, tas yang ia bawa ia taruh di bawah.

Mungkin malam ini ia harus bersabar lebih dulu, sampai hari esok menyapa, dirinya akan mencari kembali kos-kosan atau penyewaan jangka lama untuk dirinya menetap.

🏘️🏘️

Tubuh yang sempoyongan, berjalan disisi jalan sepi. Tatapannya mengabur, kakinya juga terasa lemas.

Tujuannya saat ini, mencari seseorang yang seharusnya ia percaya. Seseorang yang akhir-akhir ini ia hindari, seolah dirinya tidak merasa seseorang itu ada.

Dengan sedikit kesadaran yang masih ada, ia berjalan dengan sempoyongan.

"Jidar, dimana?" Kepalanya menoleh ke segala arah, guna mencari sang sahabat.

Ia berjongkok, kepalanya menunduk, merasa pusing.

"Jidar, kangen, dimana?" Tubuhnya terduduk, dengan kaki yang diluruskan.

"Jie, dimana?" Tangis Carel meraung. Kakinya sudah sangat pegal, tetapi sedari tadi ia cari tidak juga menemukan sang sahabat.

"Nanti kalo ketemu, aku pukul, biar nangis. Kenapa tinggalin aku, kenapa pergi-pergi, kenapa Jie nakal?!" Carel mengacak rambutnya frustasi.

Tubuhnya kembali beranjak, dan berjalan melewati jalan sepi disana. Pepohonan berjajar disetiap sisi jalan, dengan lampu temaram menjadi penerang seadanya.

"Jie," tawa Carel seperti anak kecil, saat obsidiannya menangkap eksistensi seseorang yang berbaring pada halte bus yang jauh darinya berdiri.

Langkahnya berjalan cepat, namun masih dengan tubuh yang sempoyongan. Sampai ia di samping tubuh Jidar, berdiri tidak tegap.

"Jie," rengek Carel melihat wajah sang sahabat yang sudah tertidur.

"Jie," tangis Carel layaknya anak kecil yang tidak dibelikan mainan.

Tubuhnya naik keatas tubuh Jidar, memeluk sang sahabat yang masih terlelap. Matanya berair karena tidak mendapat respon dari sang sahabat, tangannya memukul-mukul dada Jidar pelan.

"Jie, nakal," tangis Carel pecah, sontak membuat Jidar yang sudah tertidur itu harus terbangun.

Ia terkejut saat mendapati Carel yang berada diatasnya, menangis seraya menatapnya.

BUILDING [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang