29. Revealed

2.8K 411 300
                                    


Siapkan hati kalian 🤸🏻‍♀️

Spam komen dungs biar semangat nih up nya, jangan lupa Vote juga.

Happy Reading Kiko 💗 ✨

•••••


"Ano," Tiffany menahan Jeano saat sang putra terlihat sangat terburu-buru.

"Mami sama Papi pulang aja, Ano mau sama Abang," ucap Jeano melepaskan tangan Tiffany dari tangannya.

"Abang enggak ada di Dream House, sayang." Ujar Tiffa sangat lembut.

"ADA, ABANG ADA DI DREAM HOUSE!" Sergah Jeano, dengan dada yang naik turun. Matanya sudah bengkak karena terus menangis, sedang hidung dan pipinya memerah.

"Sayang__" Tiffat ingin meraih tangan Jeano, namun sang empunya lebih dulu keluar dari mobil, menutup pintu mobil itu dengan keras.

Tiffany maupun Davian sedikit terkejut. Tiffany melihat Jeano berjalan dengan cepat memasuki Dream House.

"Biarkan Ano memastikan sendiri, Mahen sendiri enggak mau kalau kita kasih tau Jeano dimana Mahen sekarang," ucap Davian seraya tatapannya pada Jeano.

🏘️🏘️

"Papi sama Mami bohong, Abang ada di sini." Jeano melangkah cepat memasuki Dream House, tidak perduli kalau langkahnya akan tersandung kakinya sendiri.

Saat ia memasuki Dream House, pertama yang ia lihat Naren dan Rayyan yang sedang menonton televisi. Bola matanya bergulir mencari seseorang yang akhir-akhir ini tidak terlihat oleh pandangannya.

"ABANG!" Panggilan Jeano dengan suara kerasnya, menarik atensi Rayyan dan Naren. Keduanya menoleh, melihat Jeano yang terlihat kacau.

Bagaimana tidak, wajah yang mereka lihat saat ini bukan seperti Jeano yang penuh kebahagiaan, melainkan wajah yang menyedihkan.

Air matanya mengalir saat pemuda itu tidak menemukan seseorang yang ia cari. Semua sudut ruangan sudah ia cari, kecuali kamar Haidar dan Carel yang memang terkunci.

"Abang dimana, Ano kangen," ucap Jeano lirih. Tubuhnya meluruh ke lantai, kepalanya menunduk dengan tangis yang kembali pecah.

Rayyan dan Naren yang tidak mengerti itu melangkah menghampiri Jeano, merasa khawatir dengan sang sahabat.

"Ano, kenapa?" Tanya Naren lembut.

Kepala Jeano terangkat, menatap Naren. "Abang dimana, Nana?"

Pertanyaan Jeano membuat dua alis Naren menukik bingung, ia melempar tatapan pada Rayyan yang dibalas gelengan sang empunya seolah ia menjawab tidak tau.

"Ano," baru saja tangan Naren ingin menyentuh punggung pemuda lucu itu, tubuh yang Jeano sudah berhambur memeluknya.

Perlahan tangannya mengusap punggung lebar Jeano, ia tidak mengerti apa yang membuat sang sahabat seperti ini.

"Ano kenapa?" Tanya Naren hati-hati.

Rayyan yang juga berada di dekat Jeano merasa sedih, tangannya terulur mengusap rambut sang sahabat.

"Ano, kalau Ano enggak bilang, kami enggak akan tau." Ucap Rayyan, dirinya penasaran apa yang membuat Jeano menangis dengan menanyakan keberadaan kakaknya.

BUILDING [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang