22. Dinner

3.1K 418 291
                                    


Selamat Pagi, Yeye up 😗

Angkat tangan yang kangen anak-anak Dream House 🤚🏻 yang kangen aku, angkat kaki 🤸🏻‍♀️🌚

Happy Reading Kiko qooooohhhhhhhh ❄️ 👨🏻‍🍳

••••

Dua keluarga berkumpul dalam satu ruangan, sendok dan garpu beradu dengan piring, menciptakan suara denting mengisi kesunyian enam orang disana.

Dalam diam, gadis dengan bandana merah muda yang menghiasi rambut indahnya, mencuri pandang pada pemuda yang duduk dihadapannya. Wajah dingin dengan sorot mata tajam itu sangat fokus pada makanannya, bersikap seolah ia berada sendiri di ruangan.

Maniknya melempar pandang pada empat orang dewasa yang sama diamnya dengan pemuda itu, suasana tidak mengenakkan membuatnya kurang nyaman.

"Kak Jidar, kakak les setiap hari, itu di daerah mana, ya?" Arutala membuka percakapan, menarik atensi empat orang dewasa disana.

Tidak ada respon dari sang lawan bicara, namun tak membuat Arutala gencar untuk mengajak bicara pemuda itu.

"Aku mau les bareng kakak, biar deket sama kakak," ucapnya kembali, namun sama saja, tidak ada reaksi apapun dari pemuda yang menjadi kakak tirinya itu.

Arutala tersenyum kecut, kepalanya menunduk sebentar, lantas mengalihkan atensinya pada pria baya, yang sudah merawatnya sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Papi," senyum manis Arutala menatap Varnan_Papi tiri Arutala, sekaligus Ayah kandung Jidar.

"Hm, kenapa nak?" Tanya Varnan sangat lembut, membalas senyum putri tirinya.

"Seharusnya Aqeela ikut ya, karena Aqeela mau liat Kak Jidar, katanya ganteng, jadi kangen sama Kak Jidar." Ucap Arutala terkikik geli, namun saat tatapannya bertemu dengan tatapan Jidar, senyumnya memudar dengan perlahan.

"Iya dong, Ayahnya aja ganteng." Tawa Varnan menepuk dadanya bangga.

"Aqeela sama kamu, seharunya manggil Papi, Ayah, sama kayak Jidar manggil Ayahnya. Kamu manggil Papi, Aqeela manggil Papa," kepala Mentari menggeleng.

Dunia terkadang membuat Jidar tertawa, saat dua keluarga itu sibuk mengobrol dengan keluarganya, sedang ia yang merasa kehadirannya hanya akan membuat kedua keluarga itu bertengkar karena hak asuhnya.

Varna Ayah kandungnya, dan Salia, Bunda kandungnya. Dua orang yang seharusnya masih bersama kini sudah memiliki keluarga masing-masing tanpa sepengetahuannya. Varnan menikah dengan Mentari, memiliki anak dari Mentari yang satu tahun lebih muda darinya, dan di karuniai seorang putri dalam pernikahan keduanya yang kini masih duduk di bangku sekolah dasar. Salia yang juga menikah dengan Arnon, belum di titipkan seorang anak, dan hal itu yang memicu perdebatan dua keluarga untuk mengambil hak asuhnya.

"Jidar, bagaimana sekolahmu, nak?" Tanya Arnon membuka suara.

"Baik," jawab singkat Jidar.

"Kamu masih tinggal di rumah kumuh itu?" Pertanyaan Varnan sontak membuat gerakan Jidar terhenti, ia menatap tajam sang Ayah tanpa perduli pria baya itu akan marah padanya.

Arutala yang merasa pertanyaan Varnan membuat Jidar menahan emosionalnya itu, menepuk lengan sang Ayah yang ada di sampingnya.

"Papi, Lala boleh les bareng Kak Jidar?" Tanya Arutala guna mencegah perdebatan yang mungkin saja akan terjadi.

"Boleh," Varnan mengusap pucuk kepala sang putri membuat senyum Arutala sangat lebar.

"Ini manja banget sama Papinya," Mentari yang juga duduk disamping sang putri terkekeh gemas, Arutala memang sangat dekat dan manja pada Varnan.

BUILDING [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang