Happy Reading•••
Tangan kecil yang mengadah, dengan mata terpejam seraya berdoa. Senyum manis itu tak pudar dari wajah lucu bak bayi, lantas mata nya terbuka, mengipas pelan api yang menyala pada sumbu kecil di atas lilin dengan tangannya.
Mata bak kelereng itu bergulir- menatap keluarga nya satu persatu.
"Tadi Ano doa apa?" Tanya wanita cantik ber-dress baby pink.
"Ano berdoa, semoga Papi sama Mami akan selalu sayang sama Ano." Ucap nya pelan penuh haru, liquid bening itu mengalir tanpa di perintah.
Tiffany mengusap pucuk sang putra, lantas memeluk tubuh yang lebih kecil itu lembut. Kepalanya mendanga, dengan mata yang mengerjap beberapa kali- menghalau air mata yang akan jatuh.
"Maafin Mami sayang," gumam Tiffany pelan, mencium pucuk kepala itu sayang.
Jeano menggeleng, membalas pelukan sang Mami yang sangat ia rindukan.
"Ano sayang, Mami."
Mahen dan Davian yang melihat dua orang tengah berpelukan itu merasa terharu. Momen yang sangat lama hilang, sejak si bungsu Jamian itu terdiagnosa sindrom Peterpan.
Ruangan keluarga itu terasa hangat, membuat mereka sangat bahagia saat ini.
Jeano melepas pelukan nya dari Tiffany beralih memeluk sang Papi yang juga berada di samping nya.
"Papi," gumam Jeano pelan.
Davian membalas pelukan sang putra, menepuk punggung si bungsu bangga.
"Jagoannya Papi udah besar sekarang," Davian mengusap pucuk kepala sang putra lembut.
Mahen yang merasa di cuekin oleh Jeano, menatap sang adik dengan wajah menekuk.
"Abang jelek, kenapa muka nya di tekuk." Ucap Jeano sedikit mengejek.
Mahen melotot. "Abang jelek?! Enak aja, Abang ganteng ya."
Jeano hanya membalas dengan menjulurkan lidahnya, membuat Mahen mendengus kesal. Laki-laki lucu itu melepas pelukannya dari sang Papi, melihat ketiga orang yang sangat ia sayangi secara bergantian.
"Makasih ya, Ano seneng banget bisa merayakan hari lahir Ano bareng Papi, Mami, sama Abang lagi." Ungkap Jeano, hatinya sangat bahagia.
"Papi sama Mami jangan berubah, Ano nggak mau sendiri lagi." Lanjutnya bergumam, menunduk dalam dengan jemari yang saling bertaut.
"Ano, Mami sama Papi nggak pernah benci Ano. Ano tau itu sayang," Tiffany mengusap pipi sang putra. "Makasih sudah bertahan sejauh ini, sayang." Lanjutnya semakin membuat Jeano menangis.
"Papi, Ano mau nangis boleh?" Tanya Jeano menatap Davian dengan mata yang berkaca-kaca, padahal putra bungsunya itu sudah menangis sedari tadi tetapi baru meminta izin setelah air mata itu jatuh lebih banyak.
Davian mengangguk, menepuk pucuk kepala Jeano pelan. "Boleh, dong. Anak Papi juga manusia, bisa menangis."
Mendapat izin dari kepala keluarga Jamian itu, Jeano mulai berani menangis sesenggukan dengan suara lirih sesekali tersendat karena air liurnya.
Mahen yang melihat itu merasa gemas, bagaimana mata, hidung sang adik yang memerah dengan wajah yang sudah di penuhi air mata.
"Ano seneng Papi sama Mami udah sayang Ano lagi, Ano bahagia, Ano janji nggak akan nakal lagi, Ano janji." Ucap Jeano dengan sesenggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUILDING [✓]
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Brothership, Harsh words, Skinship‼️ ❥Sequel Dream House ❥NOT BXB ⚠️ ❥Baca Dream House terlebih dahulu🐾 Satu atap yang mempertemukan tujuh remaja. Sebuah kisah yang menyatukan mereka, berjanji untuk menjadi rumah satu sama l...