31. Childhood Friends

2.9K 390 143
                                    

Happy Reading

•••••


"Abang, dimana Abang," tangis Jeano membuat seisi Dream House khawatir.

Pemuda pemilik mata bulan sabit itu menangis, meraung, terus memanggil nama kakaknya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas Malam. Jeano yang tadi sudah tertidur pulas tiba-tiba saja terbangun, dan menangis sesenggukan.

Naren yang memang tidur bersama Jeano itu terkejut, beruntung dirinya belum tidur, masih bermain game di ponselnya.

Dan kini, kelimanya tengah menangkan Jeano yang tak kunjung menghentikan tangisannya.

"Bang Ano, udah, ya." Carel menyeka air mata Jeano yang berada di pipinya.

"Ano mau ketemu Abang," suara Jeano sesenggukan, napasnya tersengal-sengal.

Naren menarik tubuh Jeano, membawanya kedalam pelukannya.

"Bayi, kalo nangis kayak gini, nanti kepalanya pusing." Tangan Naren mengusap punggung dan kepala sang sahabat.

Jeano membalas pelukan Naren, memeluk tubuh yang lebih muda darinya erat. Dagunya bertumpu pada bahu Naren.

"Nana, Ano mau ketemu Abang." Tangisnya lirih, yang dibalas anggukan Naren.

Atensi Naren pada keempat sahabatnya, melihat mereka secara bergantian.

"Kalian tidur aja, biar gue yang temenin Ano." Intrupsi Naren pada sahabat-sahabatnya.

"Lo sendirian, enggak apa-apa?" Tanya Rayyan yang dibalas anggukan Naren.

"Kalo ada apa-apa, panggil kita, ya." Haidar juga sudah sangat mengantuk.

Satu persatu dari mereka keluar dari kamar Jeano. Sebelum benar-benar pergi, Jidar sempatkan mengusap pucuk kepala Jeano, tatapannya begitu khawatir melihat sang sahabat seperti ini. Tangannya merambat mengusap pipi Jeano yang sudah basah karena air mata.

Melihat sahabat-sahabatnya yang sudah keluar dari kamar, Naren mengurai pelukannya dengan Jeano, memegang kedua bahu Jeano seraya tatapannya menatap sendu Jeano.

"Ano bisa cerita sama Nana." Naren tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, Jeano selalu menangis karena merindukan kakaknya.

"Nana, Ano enggak tau. Ano cuma tau Abang pergi tinggalin Ano, Abang enggak sayang sama Ano."

Naren kembali memeluk Jeano, menenangkan sang sahabat yang menangis semakin keras.

"Ada Nana, jangan nangis lagi, Nana sedih," gumam Naren mengusap punggung sang sahabat.

"Nana, Ano mau ketemu Abang."

"Iya, nanti kita cari Abang, ya." Naren sendiri tidak tau, apa yang harus ia lakukan. Permasalahannya saja ia tidak tau, dan kenapa Mahen pergi begitu saja.

Dirinya merasa Dejavu saja Mahen pergi dan hampir bunuh diri. Tiba-tiba saja ia berpikir sahabatnya yang lebih tua itu sudah pergi meninggalkan mereka semua untuk selama-lamanya. Tetapi ia terus menyangkal kalau apa yang ia pikirkan itu salah, tidak mungkin Mahen berpikir pendek seperti itu.

"Nana jangan tinggalin Ano juga, Nana harus disini sama Ano." Jeano semakin erat memeluk Naren, menenggelamkan wajahnya pada bahu sang sahabat.

"Nana selalu ada disamping Ano, jangan khawatir, ya."

🏘️🏘️

"Dek."

"Hm?!" Carel yang baru saja masuk kekamar itu menoleh pada Haidar yang sudah berbaring dikasur.

BUILDING [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang