13. Kalian kasar banget

609 88 3
                                    

Halilintar sekarang ada di cafe, hari ini dia libur kerja karena penyanyi cafe yang lain sudah kembali bekerja. Dia mendengarkan suara musik dengan tenang.

Saat Halilintar sedang menikmati suasana tenang di cafe, dia terpesona oleh sebuah lukisan di dinding yang menarik perhatiannya. Entah sejak kapan lukisan itu dipajang di dinding, dia jarang memperhatikan suasana cafe saat bekerja menjadi penyanyi cafe.

Lukisan itu menggambarkan pemandangan alam yang indah. Dia terdiam sejenak, terpana oleh keindahan lukisan itu. Rasanya seperti dia terbawa jauh ke dalam pemandangan itu.

Tiba-tiba, suara seorang remaja perempuan duduk di sebelahnya memecah lamunannya.

“Kamu bengong lihatin lukisan ya?” tanyanya sambil tersenyum.

Halilintar terkejut lalu mengangguk, “Iya, lukisannya bagus banget. Aku jarang merhatiin apa aja yang ada di cafe ini.”

“Aku Ying, kamu ingat aku, kan? Aku temannya Taufan,” ujar Ying.

Halilintar mengangguk, “Iya, aku sering lihat kalian berdua jalan bareng sama Gempa.”

“Salam kenal ya Halilintar,” kata Ying tiba-tiba.

“Kamu tahu namaku?” tanya Halilintar sembari meletakkan ponselnya, tidak sopan rasanya jika ada orang yang mengajaknya bicara tapi dia melihat ponsel.

Ying mengangguk, “Tahu dong, Gempa yang cerita kalau kalian kembar tiga.”

Halilintar mengangguk, “Panggil aku pakai nama Hali aja, panggilan Halilintar itu kepanjangan.”

“Okey,” ucap Ying sambil menunjukkan ibu jarinya.

Mereka akhirnya ngobrol sampai beberapa menit. Waktu pun berlalu begitu cepat di tengah obrolan mereka yang santai itu.

Setelah beberapa saat, Halilintar melihat jam di dinding cafe dan menyadari bahwa sudah waktunya untuk pulang. Dia berpamitan kepada Ying dengan senyum ramah, Halilintar merasa sedikit senang karena ada yang menemaninya meski hanya sebentar.

“Udah jam 3 sore, aku harusnya pulang sih ... Tapi aku pengen ngasih sesuatu ke anak-anak panti asuhan,” gumam Halilintar saat dia melewati panti asuhan.

Halilintar tersenyum kecil saat memikirkan apa yang akan dia beli. Dia pergi ke toko terdekat lalu membeli beberapa mainan, buku cerita, dan makanan ringan.

Setelah itu, Halilintar pergi ke panti asuhan yang dia lewati tadi. Saat tiba di sana, anak-anak yang tinggal di panti asuhan itu menyambutnya dengan antusias, Halilintar sering ke sana untuk bermain sebentar dengan anak-anak.

“Dia datang lagi!” seru seorang anak laki-laki, dia melompat kegirangan saat melihat Halilintar datang.

Halilintar tersenyum lebar, “Halo semuanya! Aku ada hadiah buat kalian.”

Anak-anak itu berkerumun di sekitar Halilintar, penuh antusias melihat apa yang dibawanya. Mereka bersorak kecil saat melihat mainan dan buku cerita yang dia bawa.

“Yey, kami dapat mainan baru lagi!” seru seorang anak perempuan sambil melompat-lompat saat dibelikan boneka beruang.

Halilintar duduk di tengah-tengah mereka, membagikan mainan dan membacakan buku cerita. Anak-anak itu terlihat sangat senang saat mendengarkan cerita yang dibaca Halilintar.

Beberapa saat kemudian, mereka semua duduk bersama untuk menikmati makanan ringan yang dibawa Halilintar. Mereka tertawa dan bercanda, menikmati kebersamaan mereka saat ini.

Satu jam kemudian, Halilintar pergi dari panti asuhan sambil melambaikan tangannya pada anak-anak di sana. Melihat senyum bahagia di wajah anak-anak itu membuatnya merasa tenang.

Meskipun hanya sebentar, dia tahu bahwa momen itu akan menjadi salah satu kenangan yang berharga baginya dan juga bagi anak-anak di panti asuhan itu.

Mengingat bahwa Halilintar pernah dititipkan beberapa tahun di panti asuhan oleh orangtuanya. Wajar saja jika Halilintar jadi suka bermain dengan anak-anak di panti asuhan.

“Lah, sekarang udah jam 4 sore. Pasti Taufan sama Gempa bakalan marah gara-gara aku lupa nggak nyiapin makan buat mereka,” gumam Halilintar, dia berlari menuju rumahnya.

Halilintar bisa membayangkan ekspresi Taufan dan Gempa ketika Halilintar terlambat pulang dan lupa menyiapkan makan untuk mereka.

Sesampainya di rumah, Halilintar langsung bergerak cepat untuk menyiapkan makanan untuk Taufan dan Gempa. Meskipun dia tahu mereka sangat kesal, tapi dia berharap bahwa kebaikannya hari ini akan membuat Halilintar sedikit bahagia.

Sambil menyiapkan makanan, Halilintar tersenyum mengingat momen menyenangkan di panti asuhan tadi. Meskipun dia sampai lupa kalau harus cepat pulang, tapi dia merasa hari ini sedikit lebih baik daripada biasanya.

“Kamu telat nyiapin makanan buat kami, kami ini udah nahan lapar sejak tadi, tahu nggak?!” bentakan Taufan membuat Halilintar tersentak kaget, dia hampir saja menjatuhkan piring yang dibawanya.

Halilintar menghela napas pelan, dia harus sabar menghadapi sikap kasar kembarannya.

“Maaf, Fan. Kamu tenang dulu ya, Kakak siapin dulu makanannya.”

“Nggak perlu! Aku udah nggak lapar,” kata Taufan dengan nada kasar.

“Terus makanan ini gimana nasibnya kalau nggak kamu makan?” tanya Halilintar sambil menuangkan air putih di tiga gelas.

Taufan mendengkus kasar, “Si Gempa mau makan tuh kayaknya, jadi nggak bakalan kebuang.”

Halilintar mengangguk, rasanya sakit sekali karena keluarganya masih sangat membencinya selama bertahun-tahun. Tapi Halilintar harus bertahan lebih lama lagi karena dia sayang pada keluarganya.

“Gempa, duduk dulu sini. Ayo makan bareng!” Halilintar menarik tangan kembarannya.

Gempa menepis tangan Halilintar lalu duduk tanpa mengatakan apapun. Gempa berdoa lalu makan dengan tenang, dia tidak peduli jika Halilintar sedih atau tidak karena dia kasar pada Halilintar.

Taufan hanya duduk menunggu dua kembarannya makan sambil memainkan game diponselnya. Sedangkan Halilintar berusaha sekuat tenaga agar tidak marah karena sikap kedua kembarannya itu.

Setelah makan selesai, Halilintar mencoba mengajak mereka berbicara, tetapi Taufan masih terlihat agak kesal dan Gempa terlihat cuek. Meskipun begitu, Halilintar tetap berusaha untuk mengajak mereka ngobrol.

Saat Halilintar menceritakan tentang apa yang dia lakukan di panti asuhan tadi, Taufan dan Gempa terdiam sejenak. Meskipun mereka tidak menunjukkan reaksi yang terlalu positif.

Setelah beberapa saat, suasana menjadi semakin canggung. Halilintar memutuskan untuk memberikan waktu pada Taufan dan Gempa untuk sendiri.

Setelah Halilintar pergi ke kamarnya tanpa cuci piring, dia membiarkan pikirannya melayang kemana-mana. Sedangkan Gempa diam-diam mencuci piring agar Halilintar tidak perlu cuci piring hari ini.

Gempa cuma gengsi kalau kakak kembarnya itu melihat dia membantunya. Sedangkan Taufan masih main game di dekat meja makan.

“Tumben cuci piring?” tanya Taufan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

“Lagi pengen aja,” jawabnya dengan singkat.

Taufan menarik piring yang ada di depannya saat Gempa ingin mengambil makanan yang belum disentuh Taufan, “Jangan diberesin dulu makanannya, aku belum makan.”

Gempa mengangguk, dia memilih untuk menunggu kakak kembarnya selesai makan.

Gempa menarik ponsel Taufan, “Kalau makan jangan sambil main hp, ntar tuh hp mu jatuh Kak.”

Taufan terlihat tidak terima, tapi dia tetap lanjut makan tanpa protes karena takut dimarahin Gempa.

Bersambung.
Lanjut?

eccedentesiast (Halilintar Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang