19. Anak yang malang & kurang kasih sayang

572 75 11
                                    

Wajah Solar merah padam saat dia memasuki rumah, langkahnya penuh amarah. Tanpa basa-basi, dia langsung masuk ke ruang kerja ayahnya.

“Papi! Jam tangan Solar rusak! Beliin lagi ya?” ujarnya tanpa basa-basi.

“Solar, baru kemarin kamu habiskan jutaan rupiah untuk membeli barang-barang mahal. Kenapa sekarang mau dibuang begitu saja?” balas ayahnya dengan tegas.

Solar semakin kesal mendengar jawaban sang ayah. “Papi pelit banget sama Solar! Padahal sama Rain, Papi nggak gitu loh,” sindirnya.

“Berapa kali Papi harus bilang? Rain itu lebih membutuhkan banyak uang daripada kamu yang kerjanya cuma buang-buang uang kayak gitu.”

Solar cemberut kesal. “Papi nggak adil! Papi selalu pilih kasih, Papi lebih sayang sama Rain,” kata Solar sebelum keluar dari ruang kerja ayahnya.

“Solar! Rain lagi sakit, wajar kalau Papi lebih banyak mengeluarkan uang untuknya!” teriakan ayahnya dari balik pintu tak digubris oleh Solar.

Solar langsung mengunci diri di dalam kamarnya, amarah terasa membakar hatinya.

Solar tahu kalau Rain sakit parah, tapi dia masih tidak terima karena gara-gara semua waktu luang orangtuanya setelah bekerja dihabiskan bersama dengan Rain,

Solar jadi kekurangan kasih sayang dari orangtuanya. Bagi Solar yang menginginkan kasih sayang dari orangtuanya, dia menganggap diberi banyak uang adalah sebuah kasih sayang yang bisa dia dapatkan dari keluarganya.

Hari ini tepat dua minggu setelah Taufan kecelakaan, dia sudah pulih dan bisa pulang ke rumah. Gempa dengan sabar merawat kakak kembarnya di rumah saat pulang sekolah. Sedangkan Halilintar saat pulang sekolah harus bekerja paruh waktu lagi untuk menabung.

“Kak Hali lagi kerja paruh waktu,” ucap Gempa saat melihat Taufan mencari-cari keberadaan Halilintar.

“Gimana sih Hali itu? Disuruh jagain kalian malah pergi kerja. Anak itu harus dihukum,” gumam Ruby, mama mereka.

“Jangan Ma, kasihan Kak Hali. Dia kan udah habisin tabungannya buat biayain Kak Taufan,” sahut Gempa, yah kali ini Gempa pura-pura terlihat baik lagi.

Taufan sudah tidak heran lagi melihat dan mendengar hal ini.

“Jangan bahas anak itu lagi! Gempa harus belajar, terus Taufan harus istirahat yang cukup. Mama mau pergi kerja dulu,” ucap Ruby setelah mengelus kepala Gempa dan Taufan.

Padahal Halilintar saja tidak pernah diperhatikan seperti itu oleh orangtuanya. Namun, dua adik kembarnya bisa mendapatkan itu tanpa harus melakukan apa-apa.

Sungguh tidak adil, orang yang paling membutuhkan kasih sayang dari keluarganya harus berjuang sendirian. Orang-orang yang menginginkan rasa sayang dari keluarganya meski dia diabaikan dan dibenci, Halilintar adalah salah satu dari banyaknya orang yang seperti itu.

Saat ini Halilintar sedang bekerja di cafe, dia mencuci piring karena hari ini bukan jadwal dia bernyanyi dipanggung cafe. Tentu saja Halilintar tidak sendiri, entah apa yang dipikirkan Ice dan Yaya yang ikut kerja membantu Halilintar.

“Kalian nggak perlu ikutan kerja kayak gini,” ucap Halilintar, dia merasa tidak enak pada temannya yang ikut kerja tapi malah memberikan setengah gaji mereka padanya.

“Biarin aja sih, aku pengen olahraga kok,” balas Ice dengan ekspresi datar.

“Ya ampun itu mukamu kalau ngomong nggak bisa nunjukkin ekspresi lain apa,” sindir Yaya dengan maksud bercanda.

“Bisa kok,” jawab Ice dengan mencoba tersenyum meski sedikit kaku.

Halilintar hanya diam menyimak perdebatan dua orang di depannya.

eccedentesiast (Halilintar Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang