Suasana di SMA Rintis Negeri 3 benar-benar menakutkan saat ini. Beberapa murid trauma melihat kejadian Solar loncat dari atap, sedangkan Halilintar berkali-kali menahan napasnya tanpa sadar ketika di dalam ambulans menuju rumah sakit, dia menemani Solar yang tidak sadarkan diri.
“Hali, napas Li, napas!” Ice menepuk-nepuk punggung temannya.
“Tuan muda ... Tuan muda kenapa jadi kayak gini?” gumam Halilintar, dia memejamkan matanya. Tak sanggup melihat hal ini, bagaimana nasibnya setelah kejadian ini?
Ice berusaha mengingatkan Halilintar agar bernapas dengan normal. Ice menarik napas panjang, dia jadi teringat almarhum kakak kembarnya.
Doakan saja semoga Solar masih bisa diselamatkan.
Dalam ambulans yang melaju kencang menuju rumah sakit, Halilintar masih terpaku pada Solar yang terbaring tak sadarkan diri di sebelahnya. Wajahnya pucat pasi, dengan darah yang masih mengucur dari lukanya. Sesekali, hembusan napasnya yang lemah.
Kemungkinan tulang punggungnya Solar retak. Ambulans terus melaju, membelah jalanan kota yang ramai. Sirene yang meraung-raung memecah keheningan siang itu. Di dalam ambulans, dua sahabat itu terdiam dalam doa dan kekhawatiran, berharap agar keajaiban terjadi dan Solar bisa diselamatkan.
“Kenapa harus bunuh diri?” tanya Halilintar, meski dia tahu Solar tidak bisa menjawab pertanyaannya.
Ice hanya bisa terdiam, dia hanya mendengarkan ocehan Halilintar yang menanyakan banyak hal pada Solar yang tak sadarkan diri.
Seperti bagaimana perasaan Solar tadi? Apakah Solar benar-benar yakin kalau Halilintar yang menyebarkan rahasianya?
Apa yang akan dilakukan Devan saat tahu hal ini nanti? Apakah Devan akan memecat Halilintar dan tidak mau menyekolahkan Halilintar lagi?
“Hali, udah! Kamu kayak orang gila ngomong sendirian,” kata Ice tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan.
“Maaf,” gumam Halilintar.
Sesampainya di rumah sakit, Solar segera dibawa ke ruang Unit Gawat Darurat. Dokter segera melakukan pemeriksaan dan tindakan medis untuk menyelamatkan nyawanya. Halilintar dan Ice menunggu dengan cemas di luar ruang UGD.
Suara langkah kaki yang tergesa-gesa di lorong rumah sakit terdengar. Halilintar menoleh ke asal suara, jantungnya berdebar kencang saat melihat Devan, ayahnya Solar sekaligus bosnya, melangkah dengan penuh amarah.
Tanpa basa-basi, Devan mencengkeram kerah seragam SMA Halilintar, menariknya dengan kasar.
“Kamu ini niat jadi pengawal pribadinya anak saya apa tidak sih?” Suaranya menggelegar, penuh kemarahan.
“Dia itu pilih kamu meskipun saya melarangnya, kenapa kamu mengecewakannya seperti ini?”
Halilintar terdiam, lehernya terasa seperti dicekik oleh cengkeraman Devan. Rasa bersalah dan penyesalan menyelimuti dirinya. “Saya niat Tuan,” jawabnya dengan suara bergetar. “Maafkan saya. Beri saya kesempatan sekali lagi.”
Devan semakin murka. Tamparan keras mendarat di pipi Halilintar, meninggalkan bekas merah yang membara. Amarahnya tak berhenti di situ. Ia menyalahkan Voltra yang membebaskan Beliung agar tidak menjadi pengawal pribadinya Solar.
“Kapten Voltra,” panggilan dari Halilintar membuat si pemilik nama berdehem.
Halilintar menarik napas panjang. “Maafkan saya,” katanya sambil menunduk.
Setelah itu, Voltra berusaha menenangkan Devan dan mencegah pemecatan Halilintar. Suaranya pelan, mencoba meredakan amarah Devan. Ketika Devan akhirnya pergi, Voltra langsung menghampiri Halilintar dan menanyakan apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast (Halilintar Fanfic)
FanficBahagia itu seperti apa? Season 1 & 2 ada dalam satu book Cast : Halilintar Adijaya, Taufan Adijaya, Gempa Adijaya, Solar Andreas, Ice Rachelion, Gentaro, Supra Handika, Sopan Handikara, Fanggio Dhanendra Warning! Boboiboy milik monsta, saya hanya...