46. Mimpi buruk

416 59 5
                                    

“Hali, kalau Kak Blaze sebenarnya masih bisa diselamatkan waktu kecelakaan itu, tapi ada sesuatu hal yang membuatnya jadi meninggal ... Apa kamu akan menerimanya dengan ikhlas?” tanya Ice tiba-tiba membahas kembarannya sendiri.

“Kenapa nanya gitu? Aku nggak mungkin nggak nerima takdirnya Blaze kan,” kata Halilintar, dia mengernyit heran.

Ice terlihat takut ingin mengucapkan sesuatu. Tangannya yang gemetar disembunyikan di balik badannya.

Ice tersenyum tipis. “Nggak apa-apa, cuma nanya aja,” katanya, menutupi rasa takutnya.

Halilintar melihat ada yang aneh dengan sahabatnya, tetapi dia mengabaikan hal itu karena dia ingin menghabiskan waktu bersama dengan adik-adik kembarnya.

“Aku janji sama kalian, selama jantungku masih berdetak, dan paru-paruku masih bisa dipakai buat bernapas. Aku bakal sayang sama kalian dan nggak akan benci sama kalian meskipun kita nggak akan bisa bareng-bareng lagi,” kata Blaze, itu yang dia katakan dua tahun sebelum Blaze meninggal.

Aneh, tiba-tiba Halilintar teringat kata-kata Blaze yang janji padanya dan Gentar saat di panti asuhan dulu. Kata-kata yang aneh, dan Halilintar tidak memahami apa maksud Blaze saat itu.

“Ingatanku random banget,” gumam Halilintar terkekeh pelan.

Di sisi lainnya, Ice memeluk foto masa kecilnya bersama Blaze. Kenang-kenangan terakhir mereka.

“Makasih buat jantung sama paru-parunya Kak Blaze ... Maaf aku nggak nepatin janjinya Kakak ke Halilintar sama Gentar karena aku lebih nurutin rasa cemburu sama anger issue ku,” gumam Ice.

Tidak ada yang tahu kalau Blaze meninggal karena mendonorkan jantung, dan paru-parunya pada adik kembarnya ketika Blaze mengalami kecelakaan.

Ice dan orangtuanya menyembunyikan hal itu dari Gentar meskipun Gentar sudah mereka adopsi.

Mereka takut Gentar dan Halilintar juga akan marah dan menyalahkan orangtuanya Blaze karena mengorbankan satu anaknya demi anak lainnya.

Ice semakin merasa bersalah pada semua orang yang dia kenal.

Ice berbaring di atas kasurnya dengan keringat dingin membasahi dahinya. Mimpi buruk kembali menghantui tidurnya setiap hari. Mimpi di mana dia dibenci dan disalahkan oleh semua orang yang mengenal Blaze.

Dalam mimpinya, Ice melihat Gentar dan Halilintar marah besar kepadanya. Mereka menuduhnya sebagai penyebab kematian Blaze dan menyalahkannya atas semua kesedihan yang mereka alami.

Ice mencoba menjelaskan bahwa dia tidak bermaksud untuk mengorbankan kembarannya sendiri agar Ice tetap bertahan hidup, tetapi Gentar dan Halilintar tidak mau mendengarkannya.

Ice terbangun dengan rasa takut dan air mata yang membasahi pipinya. Dia memeluk foto Blaze erat-erat dan berbisik, “Maafin aku, Kak. Aku nggak pernah ingin Kakak meninggal demi aku.”

Halilintar memutuskan untuk mengunjungi kos-an Taufan dan Gempa. Setibanya di kos-an, Halilintar disambut dengan teriakan gembira dari Gempa. Dia langsung memeluk Halilintar erat-erat, melepas rasa rindunya, sedangkan Taufan hanya melihat mereka.

“Kak Hali! Lama banget gak main ke sini!” seru Gempa.

Halilintar mengacak rambut Gempa. “Lama apaan? Baru juga beberapa hari nggak ke sini,” katanya.

Setelah berbincang-bincang sejenak, Halilintar mengajak Taufan dan Gempa untuk bermain game bersama. Mereka pun duduk di ruang tamu kos, memainkan game favorit mereka.

Permainan berlangsung dengan seru dan penuh tawa. Taufan dan Gempa yang selalu berhasil mengalahkan Halilintar. Halilintar pun tak mau kalah, dia berusaha keras untuk mengalahkan kedua adiknya itu dalam game balapan.

eccedentesiast (Halilintar Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang