Taufan mendengkus sinis. "Gue nggak mau maafin lo. Gue ngerti kalau gue nggak pernah ngurus semuanya sendiri, tapi lo nggak berhak buat bilang kayak tadi ke gue," lanjut Taufan, suaranya mulai bergetar. "Lo lupa apa yang udah gue lakuin buat keluarga ini? Gue selalu ada buat Gempa."
Halilintar terdiam, merasa terpojokkan dengan kata-kata Taufan. Dia tahu bahwa adik kembarnya itu memang sudah lelah dengan sikapnya selama ini. Namun, egonya masih belum bisa menerima kesalahan.
"Lo nggak mau maafin gue? Terserah," balas Halilintar, sudah kehilangan kesabaran. "Lo pikir gue peduli sama maaf lo? Yang penting sekarang Gempa udah gue jenguk!"
Taufan menatap Halilintar dengan tajam. "Lo cuma peduli sama diri sendiri! Lo nggak pernah mikirin perasaan orang lain!"
"Lo yang selalu nyalahin gue! Gue udah capek dengerin ocehan lo!" sahut Halilintar.
"Udah cukup, kalian kalau bertengkar lagi, gue tendang keluar dari sini," kata Solar, dia merasa risih melihat dua orang yang kembar bertengkar di sini.
Pada akhirnya Halilintar dan Taufan diam, masing-masing terjebak dalam pikirannya sendiri. Taufan merasa marah dan sakit hati, merasa bahwa selama ini usahanya tidak pernah dihargai. Dia ingin sekali melampiaskan emosinya, tapi dia juga tidak ingin membuat keadaan semakin buruk.
Taufan menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Dadanya terasa sesak, seolah ada batu besar yang mengganjal di tenggorokannya. Mata Taufan berkaca-kaca, dia berusaha sekuat tenaga untuk menahan air matanya.
"Gue capek, Hali," gumam Taufan lirih, suaranya terdengar parau.
"Gue cuma pengen lo ngertiin gue, Hal," lanjut Taufan, suaranya semakin lirih. "Gue juga butuh lo, sama kayak lo butuh gue."
Taufan menatap Halilintar dalam-dalam, berharap kakaknya bisa mengerti perasaannya. Namun, Halilintar hanya diam, matanya menatap lurus ke depan.
"Gue pergi dulu," ucap Taufan pelan, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan. Air mata yang sedari tadi ia tahan, akhirnya tumpah juga. Taufan menangis sejadi-jadinya sambil berjalan menjauh dari ruangan itu.
Solar dan Ice pamit pergi karena melihat Halilintar sepertinya butuh waktu untuk menyendiri.
Halilintar terdiam di tempat duduknya, tatapannya kosong. Setelah Taufan dan teman-temannya pergi, ruangan terasa sunyi dan hampa. Kata-kata Taufan terus berputar di kepalanya, menusuk hatinya bagai ribuan jarum.
"Gue juga butuh lo, sama kayak lo butuh gue."
Kalimat itu membuatnya tersentak. Selama ini, dalam egonya yang tinggi, ia lupa bahwa Taufan juga membutuhkannya.
Perlahan, rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya. Ia menyadari bahwa selama ini ia telah menyakiti Taufan dengan perkataan dan sikapnya. Ia telah membuat adik kembarnya merasa kesepian.
"Sialan!" umpatnya lirih, menendang kursi di sebelahnya.
Tangannya mengepal erat, urat-urat di tangannya tampak menonjol. Ia ingin sekali mengejar Taufan, ingin meminta maaf, ingin memeluknya erat-erat. Namun, egonya masih menahannya.
"Gue nggak mungkin minta maaf," gumamnya. "Gue nggak salah."
Perlahan, air mata mulai menetes dari sudut matanya. Ia menghapusnya dengan kasar, berusaha menyembunyikan kelemahannya. Namun, air mata itu terus mengalir deras, membasahi wajahnya.
"Taufan," lirihnya memanggil nama adiknya. "Gue minta maaf."
Di ruang rawat yang sunyi, hanya terdengar suara monitor yang berbunyi teratur. Cahaya lampu menerangi wajah pucat Gempa yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Selang infus menempel di lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast (Halilintar Fanfic)
FanficBahagia itu seperti apa? Season 1 & 2 ada dalam satu book Cast : Halilintar Adijaya, Taufan Adijaya, Gempa Adijaya, Solar Andreas, Ice Rachelion, Gentaro, Supra Handika, Sopan Handikara, Fanggio Dhanendra Warning! Boboiboy milik monsta, saya hanya...