22. Pergi atau tulang tanganmu kubikin patah

485 68 9
                                    

“Aku jauh-jauh dari SMA Rintis Negeri 2 pindah ke sini gara-gara Gentar panik katanya takut kamu kenapa-kenapa,” ucap Ice.

“Maaf ya, aku jadi ngerepotin kalian,” ucap Halilintar dengan suara pelan, dia melirik Yaya sudah punya dua teman baru.

“Enak kayaknya kalau ceria sama ramah jadi cepat punya teman,” gumam Ice saat menyadari lirikan mata Halilintar ke arah sepupunya Ice.

Halilintar mengangguk, dia mengalihkan pandangannya ke depan, dia terkejut saat melihat ada siswa yang ingin menampar Solar. Halilintar lari dan menerima tamparan itu untuk melindungi majikannya.

Seketika suasana di kelas itu menjadi hening, siswa yang ingin memukul Solar ternyata kakak pertama Solar, kembarannya Rein yang bernama Rion.

“Wah, ada pahlawan kesiangan nih ... Ada target bully yang baru,” ucapnya lalu tertawa, dia langsung pergi setelah melirik Solar dengan sinis.

“Udah dibilang jangan ikut campur kalau aku diganggu di sekolah, kenapa masih ikut campur, hah!” bentak Solar sambil mendorong pengawal pribadinya itu.

“Maaf, tapi saya-”

“Diam!” Solar memotong perkataan Halilintar.

Ice hanya diam melihat hal itu, tidak biasanya Halilintar patuh pada seseorang di kelas, itu pemandangan yang asing baginya.

Ketegangan masih menyelimuti kelas setelah Solar membentak Halilintar. Bisikan-bisikan dan tatapan penasaran tertuju pada Halilintar yang berusaha menyembunyikan rasa kesalnya.

Mereka mencoba melupakan kejadian saat Solar membentak Halilintar. Ice dan Yaya mengajak Halilintar pergi ke kantin bersama saat jam istirahat, Yaya juga mengajak Fifi dan Lulu, teman barunya di kelas.

“Orang itu ke mana ya?” gumam Solar, dia masih gengsi menyebut nama pengawal pribadinya.

Dia melihat ke arah kantin, dengan ragu Solar berjalan ke kantin. Mungkin pengawal pribadinya sedang istirahat bersama teman-temannya, pikirnya.

Sesampainya di kantin, Solar melihat Halilintar sedang makan bersama dengan temannya. Setelah itu Solar membeli roti dan air putih, dia duduk sedikit jauh dari meja yang ditempati Halilintar dan temannya.

“Bisa-bisanya dia ninggalin majikannya kayak gini, aku kan gaji dia buat jadi pengawalku. Kenapa malah sibuk sendiri sih,” gerutu Solar dengan suara pelan.

“Tapi dia nggak boleh sering-sering ngelindungin aku di sekolah, nanti ketahuan kalau dia pengawalku,” gumam Solar setelah minum air.

Mungkin banyak orang yang akan heran kenapa Solar dirundung di sekolah ini. Itu semua perintah dari Rion, kakak pertamanya Solar.

Solar mengetahui hal itu tapi dia tidak ingin melawan. Tidak mungkin dia mengadu pada ayah dan ibunya, pasti mereka tidak akan percaya jika anak pertama mereka berbuat seperti itu pada anak bungsu mereka.

Meskipun Solar juga adalah anak donatur di sekolah itu, dia tidak diperlakukan dengan baik oleh siswa siswi di sekolahnya. Mereka semua lebih berpihak pada Rion, anak pertama di keluarga Andreas, mereka pikir anak pertama akan menjadi penerus bisnis orangtuanya, jadi mereka akan mendapat keuntungan jika berpihak pada Rion.

Beberapa detik kemudian, sekelompok siswa dari kelas Rion mengerumuni Solar, mereka memaksanya makan nasi.

Beberapa siswa siswi yang ada di kantin mengalihkan pandangan ke arah lain, berpura-pura tidak mengetahui apa yang akan terjadi.

Halilintar melirik ke arah Solar, dia memang murid baru di sini, tapi tugas utamanya adalah menjadi pengawal Solar. Tidak mungkin dia membiarkan tuan muda di keluarga Andreas begitu saja.

Halilintar beranjak pergi mendekat ke arah kerumunan siswa yang memaksa Solar makan nasi.

“Ayo makan! Aneh banget sih, kok ada orang yang nggak mau makan nasi,” ucap siswa itu sambil tertawa meledek.

Solar berkeringat, dia merasa takut, Solar menundukkan kepala, rasa mual dan pusing menyerangnya. Di matanya, nasi di depannya bagaikan racun mematikan.

Halilintar mengernyitkan dahi, bingung dengan situasi ini. Memang apa yang salah dengan memakan nasi?

Solar melirik ke Halilintar, rasanya dia ingin berteriak padanya untuk menyingkirkan nasi itu dari depannya.

“Tuan muda ...,” gumam Halilintar.

Solar mengatakan sesuatu tanpa suara, Solar sepertinya mengucapkan kata tolong pada pengawal pribadinya itu.

Halilintar tak mengerti gerakan bibir Solar, wajar saja, dia kan kurang peka. Saat Solar dipaksa makan nasi, dia langsung memuntahkan nasi itu.

Suasana tegang menyelimuti kantin. Halilintar melotot tajam ke arah para siswa, amarah membakar dadanya. Tanpa basa-basi, dia menendang salah satu siswa yang berani mengganggu Solar.

“Pergi atau tulang tanganmu kubikin patah,” ancam Halilintar dengan nada datar.

Siswa itu, Dean tidak sengaja melempar sendok saat ditendang Halilintar tadi. Pinggangnya terasa sakit, tendangan murid baru yang tidak ia kenali bukan main.

Suara sendok yang jatuh ke lantai membuat semua murid melihat ke arah mereka.

“Ayo pergi!” ajak Dean pada teman-temannya, dia merasa tidak bisa menang melawan orang yang bisa menendangnya sampai jatuh begitu.

Halilintar membantu Solar pergi ke UKS, dia berjaga di depan pintu sambil menunggu Solar selesai istirahat.

Sekarang Halilintar menjalankan tugasnya sebagai pengawal dengan serius, murid di sini sudah keterlaluan. Dia tidak tahu apakah Solar sering dirundung seperti ini atau tidak.

“Hali! Kok nggak masuk ke kelas? Ayo masuk!” ajak Yaya, dia berlari mendekat ke temannya.

“Maaf, aku harus tetap di sini,” ucap Halilintar.

“Kenapa gitu?” Ice bertanya dengan curiga.

“Kalian harus jaga rahasia! Aku kerja jadi pengawal pribadinya Solar karena dia udah ngasih aku tempat tinggal dan juga makan setelah aku kabur dari rumah,” bisik Halilintar.

Ice mengangkat alisnya, tak percaya dengan pengakuan Halilintar. “Kabur? Bukannya kamu diusir ya?” tanyanya dengan nada datar.

“Oh? Kamu udah tahu semuanya ya?” Halilintar balas bertanya, dia mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.

Ice mengangguk dan menjawab, “Semua teman kita juga tahu kok.”

Halilintar terdiam sejenak, tak bisa berkata-kata. Dia hanya tersenyum palsu, berusaha menutupi perasaannya. Ice dan Yaya kembali ke kelas setelah memberikan roti dan minuman pada Halilintar.

Halilintar duduk di kursi lalu memakan roti itu. Dia teringat kalau nanti sore dia harus latihan bersama Voltra lagi. Voltra adalah kapten tim pengawal yang berjaga di rumah keluarganya Solar.

Saat ini sudah pukul 4 sore, sudah beberapa jam Halilintar berlatih menggunakan pisau saat latihan dengan Voltra.

“Besok latihan simulasi lawan musuh yang bawa pistol,” ucap Voltra lalu dia pergi meninggalkan ruang latihan.

Halilintar merasa lega karena latihan hari ini sudah selesai, dia merindukan dua adik kembarnya. Hari ini dia ingin menemui kembarannya setelah membujuk Taufan dan Gempa agar mau bertemu dengannya.

“Mau kemana Halilintar?” tanya Voltra.

Halilintar membawa motor yang diberikan pada para pengawal dan menjawab, “Eh? Kapten ... Saya ingin bertemu dengan kembaran saya.”

“Cepatlah kembali kalau sudah bertemu!”

“Baik Kapten,” ucap Halilintar sebelum mengendarai motor itu.

“Kembaran ...,” gumam Voltra, dia teringat dengan kembarannya yang akan kembali menjadi pengawal nanti malam.

“Semoga Beliung tidak membuat masalah lagi sama pengawal baru,” gumamnya.

Bersambung.

Lanjut?

eccedentesiast (Halilintar Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang