Langit sore itu berwarna jingga pekat. Kaki Halilintar melangkah cepat menuju sebuah gang sempit, tempat kos kumuh yang menjadi tempat tinggal Taufan dan Gempa.
Ketukan keras di pintu kayu usang menggema di dalam kamar. Taufan dan Gempa yang sedang bersiap untuk berangkat kerja paruh waktu mereka tersentak kaget.
“Siapa itu?” tanya Gempa, dahinya mengernyit.
“Pasti si Hali,” jawab Taufan dengan nada kesal.
Tanpa menunggu jawaban, pintu langsung didobrak paksa oleh Halilintar. Tatapan matanya yang tajam menusuk ke arah Taufan dan Gempa.
“Mau apa kamu ke sini?” tanya Taufan dengan nada dingin.
“Kalian harus berhenti kerja dan kembali sekolah!” bentak Halilintar, astaga emosinya benar-benar tidak terkendali karena Taufan menolak mentah-mentah formulir pendaftaran di sekolah yang dia pilihkan karena dia bilang tidak bisa membagi waktu..
“Sekolah? Kamu pikir uangnya dari mana?” balas Gempa dengan nada tinggi.
“Itu urusanku! Kalian tanggung jawabku, aku gak mau kalian hidup susah kayak gini!” jawab Halilintar.
"Susah? Kami lebih baik hidup susah daripada harus tunduk sama kamu!” Taufan tak terima dengan ucapan Halilintar.
Pertengkaran sengit pun terjadi antara Halilintar, Taufan, dan Gempa. Perasaan benci dan dendam yang telah terpendam selama bertahun-tahun meluap keluar. Halilintar tak habis pikir mengapa adik kembarnya itu begitu keras kepala, dan memilih hidup susah daripada menerima bantuan darinya, maksudku dari Solar yang menjadikan Halilintar pengawal pribadinya.
“Kalian mau jadi apa kalau begini terus?” bentak Halilintar. “Mau hidup selamanya di gang sempit ini, kerja cuma buat bertahan hidup?”
“Kami lebih bahagia hidup begini daripada harus diatur-atur sama kamu!” balas Taufan.
Di tengah pertengkaran itu, ketukan pintu terdengar. Seorang wanita tua, pemilik kos, masuk ke dalam kamar dengan raut wajah khawatir.
“Ada apa ini?” tanyanya dengan suara gemetar. “Kalian ribut-ribut, mengganggu tetangga.”
Melihat kedatangan sang pemilik kos, Halilintar pun terpaksa meredakan emosinya. Ia menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk berbicara dengan tenang.
“Maaf, Bu. Akan kami selesaikan dengan tenang saat ini,” ujar Halilintar.
Halilintar kemudian menoleh ke arah Taufan dan Gempa. “Ayo, kita bicara baik-baik,” katanya.
Taufan dan Gempa saling bertukar pandang, ragu-ragu untuk menerima ajakan Halilintar. Namun, mereka melihat ketulusan dalam mata sang kakak.
“Baiklah,” jawab Taufan akhirnya. “Tapi, kita bicara di luar.”
Halilintar, Taufan, dan Gempa pun keluar dari kamar kos dan duduk di teras.
“Aku tahu kalian benci padaku,” ujar Halilintar memulai pembicaraan. “Aku telah melakukan banyak kesalahan di masa lalu, dan aku minta maaf atas semuanya.”
Taufan dan Gempa terdiam, mendengarkan dengan tenang.
“Aku hanya ingin yang terbaik untuk kalian,” lanjut Halilintar.
“Oke, kami ngerti. Lebih baik kamu pergi dulu Kak ... Nanti kami akan pikir-pikir lagi,” kata Gempa, dia menahan Taufan agar tidak mengajak kakak kembar mereka bertengkar lagi.
Halilintar menarik napas panjang, dia menuruti ucapan kembarannya yang paling bungsu. Dia juga tak mau bertengkar lagi dengan adik-adiknya. Semoga saja mereka berubah pikiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast (Halilintar Fanfic)
FanficBahagia itu seperti apa? Season 1 & 2 ada dalam satu book Cast : Halilintar Adijaya, Taufan Adijaya, Gempa Adijaya, Solar Andreas, Ice Rachelion, Gentaro, Supra Handika, Sopan Handikara, Fanggio Dhanendra Warning! Boboiboy milik monsta, saya hanya...