50. Kita Selamanya Bersama, kan? (Ending)

802 92 21
                                    

Mereka tak pernah menyangka hari ini akan tiba, hari yang membuat mereka menunggu begitu lama. Dua bulan mereka menanti hari ini, hari di mana mereka semua berkumpul dalam satu ruangan, menyambut Halilintar yang sudah sadar dari komanya.

Orang yang paling semangat ketika melihat Halilintar sudah bangun sudah pasti Taufan dan Gempa. Mereka jarang sekali menemani Halilintar di rumah sakit karena sibuk sekolah, ketika mendapat kabar kalau kakak kembar mereka sudah sadar dari komanya, mereka langsung izin pulang duluan.

Bukan hanya mereka yang izin pulang duluan, bahkan Gentar yang mendapat kabar kalau Halilintar, dan teman-temannya kecelakaan dua bulan yang lalu, saat itu dia tidak bisa sering datang menjenguknya di rumah sakit.

Begitu memasuki ruangan, Gentar langsung memeluk Halilintar erat, air matanya tak terbendung. Dia begitu lega melihat Halilintar sudah sadar dan kembali sehat. Halilintar sendiri kebingungan melihat orang-orang yang ada di ruangan itu.

“Kak Hali, aku udah nepatin janjiku ke Kakak waktu Kakak koma. Aku udah nggak benci sama Kakak lagi, aku bakal manggil Kakak lagi kayak dulu,” kata Taufan sambil memeluk kakak kembarnya setelah Gentar melepas pelukan.

Setelah itu, Gempa juga memeluk Halilintar, tidak banyak yang dia katakan. Namun, semua juga tahu, Gempa sangat merindukannya.

“Lama banget tidurmu, kami khawatir tahu,” kata Ice.

Ice mengepalkan tangannya lalu memukul tangan Halilintar dengan pelan. Fifi dan Yaya tersenyum melihat Halilintar yang terlihat sudah pulih sepenuhnya.

Yaya melirik Solar yang diam saja di dekat pintu. “Solar nggak mau ngomong apa-apa ke Hali?” tanyanya.

Solar menggeleng, ah dia kembali lagi menjadi Solar yang gengsi. Kemana Solar yang menangisi Halilintar selama dua bulan ini ya?

“Gengsi doang digedein,” cibir Fifi lalu tertawa bersama Yaya, meledek Solar.

Solar diam seribu bahasa, pipinya memerah menahan malu. Dia memang dikenal sebagai pribadi yang tsundere, dan diledek di depan banyak orang seperti ini membuatnya malu setengah mati.

Dia melirik ke arah Halilintar, ingin sekali mengatakan sesuatu, tapi gengsinya masih terlalu besar.

Melihat Solar yang diam, Gentar pun angkat bicara. “Sudahlah Sol, jangan malu-malu. Hali juga pasti seneng liat kamu ada di sini.” Gentar menepuk pundak Solar dengan maksud menyemangati.

Solar menunduk malu, tak berani menatap Gentar maupun Halilintar.

Sementara itu, Taufan dan Gempa asyik mengobrol dengan Ice. Mereka menceritakan tentang keseruan mereka selama Halilintar koma, dan betapa mereka merindukan kakaknya itu.

Ice mendengarkan cerita mereka dengan tenang, sesekali dia ikut tertawa mendengar tingkah lucu Taufan dan Gempa.

Suasana di ruangan itu penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan. Tawa dan canda menghiasi ruangan, sesekali terselingi dengan cerita-cerita lucu dari Taufan dan Gempa.

Halilintar, yang masih terbaring di ranjang rumah sakit, hanya bisa terdiam dan mengamati semua orang yang ada di sekitarnya. Dia berusaha keras untuk mengingat siapa dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Wajah-wajah mereka tampak tidak asing baginya, tapi dia tidak bisa mengingat nama mereka. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi padanya, tapi kepalanya terasa sakit setiap kali dia mencoba.

Tiba-tiba, Halilintar membuka mulutnya. “Kalian siapa?” tanyanya dengan suara lemah.

Pertanyaan itu membuat suasana di ruangan menjadi hening. Semua orang terdiam dan saling menatap dengan tatapan panik. Apakah Halilintar lupa ingatan?

eccedentesiast (Halilintar Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang