“Otakku kayaknya butuh istirahat deh,” gumam Taufan sambil memijat pelipisnya, dia merasa sakit kepala saat ini.
“Kak?” Itu suara Gempa yang memanggilnya dengan ragu.
“Iya, ada apa?” Taufan melirik adik kembarnya.
“Makanan dari Kak Hali nggak dimakan?” tanya Gempa.
“Nggak, kamu aja yang makan.”
Gempa mengangguk, dia pergi dari depan kamar Taufan, lalu dia sarapan dengan suasana yang tenang. Meskipun isi pikirannya tidak tenang sedikitpun, sekarang yang ada di dalam otaknya hanyalah bagaimana cara dapat uang untuk bayar listrik, bayar kos, juga hutang orangtuanya yang sudah meninggal.
Gempa juga ingin kembali bersekolah lagi, bukan hanya Gempa yang memikirkan itu, Taufan juga memikirkannya.
Gempa menghabiskan makanannya dengan cepat, dia tidak ingin waktunya terbuang percuma. Setelah selesai, dia segera bersiap untuk pergi mencari pekerjaan. Dia tahu ini bukan waktunya untuk bermalas-malasan, dia harus membantu Taufan.
Gempa keluar dari kamar kosnya dan berjalan. Dia tidak tahu harus ke mana, dia hanya tahu dia harus mencari pekerjaan, apapun itu. Dia berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai, matanya terpaku pada setiap papan lowongan pekerjaan yang dia temui. Gempa tidak memiliki banyak pengalaman, pendidikannya pun hanya sampai SMP. Tapi dia yakin, dia pasti bisa mendapatkan pekerjaan.
Gempa melamar berbagai macam pekerjaan, mulai dari menjadi pelayan restoran, kasir minimarket, hingga petugas kebersihan. Dia ditolak beberapa kali, tapi dia tidak menyerah.
Hingga akhirnya, Gempa diterima bekerja sebagai karyawan di sebuah toko roti. Gajinya tidak besar, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan Taufan.
•
Halilintar saat ini sedang istirahat di kantin bersama dengan Ice, Yaya, Lulu dan Fifi. Suara ramai di kantin membuat Halilintar sedikit terganggu. Dia sedang bingung memikirkan Taufan dan Gempa yang sedang kesusahan.
Ice yang menyadari itu mulai bertanya, “Ada apa?”
Halilintar mengaduk-aduk mie di depannya. “Lagi banyak pikiran,” jawabnya.
“Mikirin apa sih?” tanya Yaya sambil mengaduk es teh berkali-kali, gulanya kurang lembut katanya.
“Adik-adikku,” kata Halilintar dengan lesu.
Lulu dan Fifi yang tidak mengerti permasalahan Halilintar hanya diam menyimak.
“Kenapa lagi mereka?” tanya Ice, dia mengunyah bakso.
“Kalau makan jangan ngomong, nanti tersedak,” kata Yaya menasehati sepupunya.
“Nggak bakal-uhuk uhuk.”
“Tuh kan. Ngeyel banget sih jadi manusia,” kata Yaya sambil memberikan minum pada sepupunya.
Ice meminum air itu sampai habis, dia mengusap air yang menetes ke meja dengan tisu.
“Kembaranmu itu kenapa lagi?” tanya Ice sambil melemparkan tisu itu ke tong sampah.
Halilintar menceritakan tentang hutang orangtuanya yang sudah meninggal. Taufan dan Gempa kabur sampai daerah sana. Semua temannya mendengarkan cerita itu dengan serius.
Halilintar menghela napas panjang. “Kalian ada info lowongan kerja buat dua orang nggak?” tanyanya, dia melihat wajah teman-temannya.
“Aku punya tetangga yang butuh karyawan buat kerja di tokonya,” kata Fifi.
“Boleh minta alamatnya?” tanya Halilintar.
Fifi mengangguk. “Catat ini,” katanya sambil menunjukkan alamat toko itu dari ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast (Halilintar Fanfic)
FanfictionBahagia itu seperti apa? Season 1 & 2 ada dalam satu book Cast : Halilintar Adijaya, Taufan Adijaya, Gempa Adijaya, Solar Andreas, Ice Rachelion, Gentaro, Supra Handika, Sopan Handikara, Fanggio Dhanendra Warning! Boboiboy milik monsta, saya hanya...