Ice tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, “Aku lemah dan sakit-sakitan, sampai harus membuat orangtua kami menitipkan Blaze di panti asuhan karena kami kekurangan uang.”
Halilintar hanya diam sambil menunggu lanjutan cerita dari Ice.
Ice memasukkan sampah ke dalam tong sampah sambil berkata, “Bisa-bisanya Blaze masih sayang pada adik kembarnya yang menyusahkan seperti aku.”
Mata Halilintar terbelalak, dia merasa salah karena sudah membahas Blaze di depan Ice.
“Kamu nggak membuat orang lain susah kok,” ucap Halilintar, dia yakin sekali bahwa Blaze tidak pernah mengatakan jika Ice itu menyusahkan.
Nada bicara Ice menjadi dingin, “Memangnya kamu bisa baca isi hati dan pikiran orang? Semua orang pasti pernah berpikir seperti itu, jika dia terbuang karena saudaranya yang lain sakit-sakitan.”
Satu hal yang Halilintar pikirkan saat ini hanyalah, apakah dua adik kembarnya juga selalu berpikir jika Halilintar itu menyusahkan?
Sikap dan ucapan dari seluruh keluarga Halilintar menunjukkan itu secara terang-terangan.
Halilintar juga berpikir apakah dia benar-benar dibutuhkan jika diadopsi dalam keluarganya almarhum Blaze.
Halilintar berpikir untuk menanyakannya pada Ice, tapi saat melihat Ice menunjukkan wajah tanpa ekspresi apapun, Halilintar mengurungkan niatnya untuk bertanya.
“Mau istirahat makan ke kantin nggak?” tanya Halilintar setelah membuang sampah bersama Ice.
Ice menggeleng, “Aku bawa bekal, Gentar yang masakin.”
Halilintar teringat dulu dia pernah belajar memasak bersama dengan Gentar di panti asuhan. Blaze dulu juga belajar memasak, meskipun hampir semua masakan mereka gosong dan rasanya aneh.
Mereka berdua pergi kembali ke kelas, mereka harus cepat-cepat makan sebelum bel masuk berbunyi. Ice mengulurkan kotak makanan pada Halilintar setelah membuka tasnya.
“Ini dari Gentar,” ucapnya.
Halilintar merasa senang karena Gentar masih memperhatikannya.
Halilintar menjawab, “Terima kasih, Ice. Aku nggak sempat beli makanan tadi.” Halilintar berbohong untuk menutupi jika dia jarang diberi uang oleh orangtuanya.
Ice mengangguk, "Nggak apa-apa. Kita harus saling berbagi katanya Gentar sih. Ayo, makan bareng!"
Mereka duduk bersama di bangku kelas, suasana hening di dalam kelas membuat Halilintar merasa damai.
Sementara mereka makan bersama, Halilintar merasa lega bahwa Ice tidak menanyakan hal yang berhubungan dengan keluarganya. Dia merasa terharu dengan bantuan dari Gentar melalui Ice.
Setelah makan, Halilintar merasa lebih dekat dengan Ice sekarang. Meskipun masih ada pertanyaan yang mengganggu pikirannya tentang keberadaannya dalam keluarga.
“Seandainya keluarga kandungku membuangku, apa aku masih bisa lanjutin hidup ya?”
Pertanyaan dari temannya itu membuat Ice terkejut, dia bingung ingin mengatakan apa. Hubungan Ice dan keluarganya juga bisa dibilang kurang baik karena Ice sempat bertengkar, dan menyalahkan orangtuanya atas meninggalnya Blaze.
Ice menghela napas dengan berat, “Lebih baik kamu nanya sama Gentar aja, chat dia.”
Halilintar mengangguk, dia mengirimkan pesan pada Gentar. Beberapa menit kemudian Gentar membalas pesannya.
Gentar
Hali, hidupmu itu berharga, nggak bisa hanya tergantung pada siapa yang menganggapmu penting. Bahkan jika keluarga kandungmu tidak peduli padamu, di luar sana masih ada banyak orang yang peduli dan akan mendukungmu. Sekarang yang paling penting adalah kamu tetap percaya pada dirimu sendiri dan terus berjuang untuk meraih impianmu. Jangan lupa banyak ibadah dan berdoa juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast (Halilintar Fanfic)
FanficBahagia itu seperti apa? Season 1 & 2 ada dalam satu book Cast : Halilintar Adijaya, Taufan Adijaya, Gempa Adijaya, Solar Andreas, Ice Rachelion, Gentaro, Supra Handika, Sopan Handikara, Fanggio Dhanendra Warning! Boboiboy milik monsta, saya hanya...