38. Cemburu

465 63 4
                                    

“Kak Taufan belum mau damai sama Kak Hali?” Gempa bertanya sambil melipat seragam sekolahnya.

“Duh, ngapain bahas dia sih? Jadi badmood,” kata Taufan, suaranya terdengar kesal.

“Kak, padahal Kak Hali udah sering ngalah sama kita,” kata Gempa, dia memutuskan untuk memperbaiki hubungan persaudaraan mereka.

Gempa memasukkan seragam SMA nya ke dalam lemari. “Dia selalu merhatiin kita diam-diam, masa Kak Taufan nggak mau ngasih kesempatan buat Kak Hali dekat sama kita?” tanyanya.

Taufan diam tak menjawab, dia menghela napas. Sedikit kasihan dengan keadaan Halilintar. Taufan mengizinkan Halilintar menginap di kos mereka hanya karena kasihan, tidak lebih.

Setelah orangtua mereka meninggal, Gempa jadi sedikit berubah, dia menerima kakak kembarnya. Namun, Taufan masih belum bisa menerima Halilintar.

Suara pintu kos dibuka mengalihkan pandangan Gempa dari Taufan. Ketika masuk ke dalam kos, Halilintar mengucapkan salam.

Halilintar meletakkan tasnya di atas sofa. “Aku nitip tas sama buku sekolah doang, nanti aku tidur di rumah sakit.”

Gempa hanya mengangguk, dia menyodorkan dua kotak bekal pada sang kakak.

Halilintar mengambil dua kotak bekal itu, alisnya naik sebelah. “Ini buat siapa?” tanyanya.

“Buat Kak Hali sama rekan kerja Kakak yang pengawal rambut biru itu loh,” kata Gempa, dia menyodorkan dua botol air minum juga.

“Senior Beliung namanya,” kata Halilintar, dia terkekeh pelan ketika Gempa berkali-kali melupakan nama Beliung.

“Kak Hali habis kesambet apa?” tanya Gempa, sedikit terkejut melihat kakak kembarnya sedikit ceria.

“Sembarangan kalau ngomong,” kata Halilintar sedikit ketus.

“Kalau udah selesai ngobrol bisa pergi,” kata Taufan dengan nada datar, tatapannya sinis kalau bertemu Halilintar.

“Iya.” Halilintar keluar dari kos itu, karena lumayan dekat dengan rumah sakit, dia sengaja meninggalkan motornya di depan kos an.

Sesampainya di rumah sakit, tepat di depan ruangan Solar dirawat. Beliung melayangkan pertanyaan bertubi-tubi.

“Kamu nggak makan dulu Bocah? Nggak pulang ke asrama pengawal? Kok mukamu kusut kayak nggak pernah disetrika?”

Halilintar menjawab, “Nggak. Pertanyaan yang terakhir itu bisa diganti nggak?”

“Nggak bisa, jawab cepat!”

“Ada masalah sama adik kembar saya,” kata Halilintar, tentu saja yang dia maksud itu Taufan.

Beliung tahu itu, kemarin dia tidak sengaja mendengar kalau Halilintar ada masalah dengan keluarganya.

“Baunya enak, itu makanan buat siapa?” Beliung mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

“Buat kita.”

Halilintar segera menyodorkan kotak bekal pada Beliung. Pemuda berambut biru itu menerima kotak bekal yang dibawa Halilintar.

“Makasih.”

“Sama-sama.”

Setelah itu, keheningan melanda, mereka berdua masuk ke dalam ruangan. Di dalamnya ada Solar yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Ice melangkah ke kamarnya dengan langkah cepat, napasnya tersengal-sengal. Dia ingin meluapkan amarahnya dengan cara yang dia anggap tepat. Dia menendang pintu kamarnya hingga terbuka lebar, dan suara keras itu menggema di seluruh ruangan.

eccedentesiast (Halilintar Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang