Pain

488 37 0
                                    

Jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Lisa menggigit jarinya dan menghela nafas. Notifikasi dari ponselnya membuat Lisa bimbang. “Ah, masa bodo, ayo Lisa ini adalah masalah yang gampang,”  ucap Lisa yang terus-terusan mendoktrin pikirannya agar terlihat rileks.

Saat ini dia sedang berada di depan sebuah diskotik. Lisa tidak bisa berfikir jernih lagi setelah melihat jika obat ayahnya sudah mulai habis, apalagi besok adalah jadwal rutin pemeriksaan kesehatan ayahnya. Lisa semakin terdesak dan tidak punya pilihan lain selain melakukan pekerjaan ini.

Lisa menarik nafas dalam-dalam lalu mulai masuk ke dalam diskotik itu. “Akhirnya kau datang juga,” ucap seorang Pramutama Bar yang memang teman dekat Lisa semasa sekolah dulu.

Lisa mendekatkan dirinya dan membisikan sesuatu ke telinga temannya itu. Lisa menceritakan sesuatu hal yang sedari tadi menganggu pikirannya. “Jo, aku serius!” Lisa berteriak saat temannya itu tertawa terbahak-bahak.

“Lihatlah Lisa, wajahmu memerah.”

“Diamlah, atau aku sumpal botol ini ke anusmu,” ucap Lisa membuka botol alkohol itu lalu meneguknya. Kerongkongannya terasa panas saat cairan itu masuk melewatinya.

“Kau bisa saja mendapatkan dua digit jika kau bisa memuaskan pelanggan yang satu ini,” ucap Jo masih meredam tawanya.

“Apa tidak ada jalan lain untuk mendapatkan uang?” tanya Lisa.

“Ada.”

“Apa?”

“Mengedar narkoba.”

“Jo, aku serius.”

“Kalo kau serius aku jauh lebih serius. Sudahlah Lisa, lebih baik kau terima tawaran ini. Kau tau, banyak  orang yang menawarkarkan diri kepadaku untuk mengantikan posisimu,” ucap Jo sambil menyalakan rokoknya. Pria itu menghembuskan asapnya dan mengenai wajah Lisa.

“Apa dia sudah disini?” tanya Lisa kikuk. Tangannya mengipas-ngipas asap rokok yang sudah mulai menganggunya.

“Itu disana.” Jo mengarahkan dagunya kepada seorang wanita.

Lisa menajamkan penglihatannya. Dia melihat seorang wanita dewasa dengan sebatang rokok yang berada di sela-sela jarinya. “Apa kau yakin dia akan tertarik melihatku?” tanya Lisa yang seketika merasa insecure dengan penampilannya. Wanita itu terlihat seksi dan juga menawan terlihat berkelas saat mengenakan pakaian yang Lisa tidak bisa tau berapa harganya. Mungkin jutaan atau bahkan puluh jutaan. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang membeli baju harga puluhan ribu.

“Asal kau bisa memuaskannya, dia akan tertarik denganmu, bahkan dia akan memberikan uang tambahan jika kau berhasil membuat dia keluar berkali-kali,” ucap Jo mengedipkan matanya untuk menggoda Lisa.

“Kau tau ak-“

“Aku tau,” potong Jo.

“Lalu bagaimana caraku memuaskannya?” tanya Lisa frustasi. Dirinya sangat geram melihat Jo yang seolah santai tanpa memperhatikan kekurangannya.

“Aku tidak tau dan aku juga tidak mau tau, karena sekarang, wanita itu sedang melihat ke arah kita.” Jo terlihat melemparkan senyuman ke wanita tersebut. “Aku tidak perduli Lisa, Kau harus siap Lisa. Puaskan dia sekarang atau tidak sama sekali. Buatlah dia terkesan dan kau akan mendapatkan bayaranmu.” Dengan masih mempertahankan senyuman di wajahnya, Jo menyeret Lisa untuk segera berjalan ke meja wanita itu.

Jo menyelipkan sebuah alat yang mirip sekali dengan kemaluan laki-laki. “Pegang ini, manatau dia membutuhkannya,' bisik Jo.

Lisa mengumpat ke Jo dan bersumpah tidak akan pernah melupakan kejadian ini. “Maaf agak sedikit lama. Sesuai pesanan.” Jo mengedipkan matanya, agar wanita itu tidak protes karena keterlambatannya, "Selamat bersenang-senang.” Jo segera pergi dan meninggalkan Lisa bersama wanita seksi itu.

Wanita itu menatap nyalang ke arah Lisa. Lisa yang dipandangi seperti itu hanya menunduk karena merasa tidak nyaman dengan tatapan wanita di hadapannya. “Well, bisa kita mulai?” Suaranya yang serak-serak seksi membuat Lisa semakin gugup.

Gugup bukan karena terkesan tapi lebih ke arah takut, karena seumur-umur Lisa belum pernah melakukan hal segila ini untuk mendapatkan uang. Dia menyesali kenapa terlahir miskin dan tidak memiliki pendidikan tinggi untuk pekerjaan yang layak. "Hallo, aku berbicara denganmu, apa kau tuli?" Wanita itu bertanya sekali lagi membuat Lisa kembali ke alam sadarnya.

"Aaaku sudah siap," ucap Lisa.

"Ikut aku," Wanita itu segera bangkit dari duduknya.

Lisa hanya mengangguk patuh sebagai jawaban. Wanita itu berjalan melewati kerumunan orang-orang yang sedang asik meliuk-liukkan tubuhnya. Lisa mengekor di belakangnya. Saat ini pikirannya sedang campur aduk. Hingga tibalah mereka di sebuah kamar yang letaknya jauh dari kebisingan dan keributan.

“Silahkan masuk duluan,” ucap wanita itu.

Lisa pun menurut masuk ke dalam dan memindai kamar itu. Lisa duduk di tepi kasur sambil meletakkan benda menjijikan itu di belakangnya. “Apa itu?” tanya Wanita itu dengan tiba-tiba mundul di hadapan Lisa.

Lisa yang terkejut mencoba menjawabnya. “Itu…aanu…”

“Ah, kamu tau saja kesukaanku.” Wanita itu berucap sambil mendekatkan diri ke lisa. Lidahnya menjulur panjang untuk menjilati kuping Lisa. Aroma alcohol yang bercampur dengan aroma parfum wanita itu membuat Lisa mual seketika.

Lisa berteriak kencang saat wanita itu tiba-tiba menyerangnya tanpa aba-aba. “Sepertinya Lisa sangat menikmati permainannya,” ucap Jo yang sedang menguping di depan kamar mereka.

***

Lisa merasakan remuk di sekujur badannya. Selain karena ulah wanita sialan itu tubuhnya juga remuk karena habis memukuli Jo sampai babak belur. Dia menarik kerah baju Jo. “Ini untuk anusku yang hampir robek karena ulah wanita itu,” Lisa melampiaskan kembali amarahnya kepada Jo. Kali ini sasaran Lisa adalah mata pria itu.

ria malang itu kembali terjatuh. “Berdiri kau,” ucap Lisa kembali menarik kerah bajunya.

Lisa hampir tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya karena sudah kehabisan tenaga. “Ini untuk dadaku yang hampir terkoyak karena wanita sialan itu,” ucap Lisa menendang selangkangan Jo.

“Arghhhh,” erang Jo kesakitan. Pria malang itu kembali tergeletak tak berdaya.

Lisa melemparkan sejumlah uang, “Aku berterima kasih kepadamu Jo karena berkatmu aku mendapatkan uang sebanyak ini dalam semalaman. Itu uang untukmu berobat.” Lisa menepuk-nepuk pipi Jo lalu pergi dari sana.

Jo mengeluarkan ludahnya yang sudah bercampur dengan darah. “Wanita gila, awas kau!” teriak Jo marah.

Sesampainya di rumah Lisa segera membasuh tubuhnya di bawah guyuran shower. Dia meringis kesakitan saat bekas cupangan yang ada di sekitaran tubuhnya itu terkena oleh air. Dia mengeringkan tubuhnya menggunakan handuk dan mengoleskan minyak untuk mengurangi rasa sakitnya. Lisa merebahkan tubuhnya di kasur.

Dia mengambil ponselnya dan tersenyum manis karena pesan dari seseorang yang sangat amat dicintainya. Sedari tadi gadis itu tidak berhenti melakukan panggilan telepon untuknya. Gadis manja itu baru bisa berhenti meneleponnya setelah Lisa mentransfer sejumlah uang untuk keperluannya.

Lisa memejamkan matanya karena besok dia harus segera berangkat untuk bekerja. Dia tidak mau jika Jimin mengomel lagi karena keterlambatannya. Pria itu jika mengomel akan melebihi ibu-ibu yang tidak dikasih belanjaan oleh suaminnya, lamanya juga hampir mengalahkan sebuah film yang tayang di sebuah bioskop.

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang