23

238 15 0
                                    

Lisa menghempaskan tangan Jennie yang ingin merangkulnya. Gadis bertubuh jangkung itu mengambil batu lalu melemparkannya ke arah danau sebagai bentuk pelampiasan. Urat lehernya menegang pertanda amarah telah menguasainya. Tepat setelah mereka berdebat kecil di rumah Jiso, Jennie membujuk Lisa untuk ke suatu tempat agar bisa memberikan penjelasan karena tak ingin Jiso mengetahui Lisa datang ke rumahnya. Sekarang disinilah mereka tengah malam berada di hamparan pasir pantai, karena hanya pantai tempat yang aman untuk ribut sekaligus tempat yang disukai Lisa.

"Lisa, kamu akan terus mengabaikanku seperti ini?" Lisa tidak menggubris dan kembali mengambil batu.

Hal itu sebenarnya membuat Jennie cape dan lelah karena baru kali ini Lisa mendiamkannya. "Lisa, jika kamu memang sudah tidak mencintaiku, tidak apa. Tapi tolong, bicaralah agar aku tau apa yang harus kulakukan dan jangan mendiamkanku seperti ini" Lisa berbalik dan menatap Jennie.

"Jen, aku ga bilang kalo rasa cintaku sudah habis untuk kamu. Yang aku permasalahkan, kenapa kamu harus bohong sama aku?"

"Mengertilah Lisa, aku hanya ingin menjaga hatimu. Aku gamau kamu tau kalo aku udah kembali ke rumah Jiso. Aku ga bisa lama-lama marahan sama dia, karena kamu tau sendiri kalo aku butuh uang," cicit Jennie.

Lisa mengusap gusar wajahnya dan memandang Jennie dengan sendu. "Jen, aku rela kamu pacaran sama Jiso. Tapi tolong, jangan pernah kamu bohong samaku. Lebih baik aku sakit hati sebentar daripada harus tau kamu berbohong sama aku"

Jennie mendekat dan memeluk Lisa. Air matanya luruh dan membuat Lisa lemah. "Aku cuma gamau hati ini sakit karena ucapanku," ucap Jennie menyentuh dada Lisa. Dia memandang Lisa dengan tatapan sedihnya. "Aku minta maaf Lisa. Aku janji aku ga melakukan itu lagi, mulai hari ini Jenniemu akan menceritakan segalanya"

Lisa akhirnya tenang dengan ucapan janji yang dikeluarkan oleh Jennie. Dia mengecup kening Jennie dengan penuh perasaan. "Aku mencintaimu Jen. Sampai kapanpun hatiku ini tetap milikmu," ucapnya membuat Jennie tersenyum.

"Aku juga mencintaimu sayang"

***

Jiso melepaskan kacamata hitamnya. Dia menatap Lisa dengan tatapan wajah datar, dingin dan juga arogan. "Kemana kau sembunyikan adikku?" Sekuat tenaga Jiso menahan air matanya, agar tetap pada tempatnya karena melihat kondisi Lisa yang semakin tak terurus.

"Aku gatau," ucap Lisa tak kalah dingin.

Jiso memanggil ajudannya. Dia meletakkan sebuah koper di hadapan Lisa. "Di dalamnya ada uang seratus juta. Ambillah tapi kembalikan adikku," ucap Jiso mendorong koper itu.

"Kau pikir aku orang apaan yang menculik Rose hanya demi uang?"

Jiso menatap tubuh Lisa secara keseluruhan. Mengabsen semua anggota tubuhnya, sekaligus memuaskan matanya dari rasa rindu. Mata itu menatap mata Lisa penuh kerinduan. "Nyatanya kondisimu saat ini sudah menjelaskan, jika kau memang sangat-sangat membutuhkan uang"

Lisa memukul meja. "Aku tidak semurahan itu Jiso. Aku juga tidak mungkin menculik Rose karena dia itu temanku. Setidaknya hanya dia yang perduli padaku dibandingkan kau, penghianat!"

Jiso tetap mempertahankan ekspresinya walaupun kata-kata Lisa sangat menusuk hatinya. "Aku tidak bisa percaya ini Lisa. Kau akan membalaskan dendammu melalui adikku. Sesakit itu kah hatimu karena kehilangan Jennie?"

Lisa maju mencengkram baju Jiso. "Sudah kubilang aku tidak menculik Rose. Apa kau tuli, hah?"

"Lalu bagaimana kau datang ke rumahku dengan membawa mobilnya Rose? Apa Rose memberikan mobil itu padamu?" Jiso memegang tangan Lisa lalu menghempaskan begitu saja. Ekspresinya sangat tenang. "Semua bukti sudah tertuju padamu. Aku akan menelpon polisi agar kau diperiksa dan ditangkap sekarang juga"

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang