Affair 2

461 37 1
                                    

Ini sudah hari ketiga Lisa dirawat di rumah sakit. Keadaannya mulai membaik dan dokter juga sudah membolehkannya untuk pulang ke rumah. Jennie membantu Lisa berdiri untuk duduk di kursi roda.

"Jiso, terima kasih sudah membayar semua tagihannya," ucap Lisa.

"Itu utang, jangan lupa membayarnya saat kamu kaya nanti," celetuk Jiso membuat Lisa tertawa.

Jiso segera memeluk Lisa dan mengecup keningnya sebagai tanda sayang. "Sekali lagi terima kasih," ucap Lisa tulus.

"Jaga dirimu," ucap Jiso sambil mengelus pipi Lisa dan pergi tanpa pamit kepada Jennie.

Cengkraman Jennie di kursi roda Lisa semakin mengerat saat melihat tingkah Jiso kepada Lisa. Dia menatap kepergian gadis itu dengan rasa jengkel. "Haruskah kau biarkan dia mencium-cium pipimu?" tanya Jennie dingin.

"Jiso itu sangat baik padaku sekalipun aku pernah menolak cintanya dia tidak pernah ada rasa dendam, lagian apa salahnya? Dia hanya mencium pipiku, bukan bibirku." Lisa berucap santai mengundang emosi Jennie.

"Akan aku robek bibirmu kalo dia sampai berani menciumnya," ucap Jennie kesal dan pergi meninggalkan Lisa.

"Jen, mau kemana?" Lisa bertanya bingung.

"Mau pulang."

"Bagaimana denganku?" tanya Lisa panik.

"Dorong sendiri atau kalo perlu suruh Jiso untuk membantumu," ucapnya benar-benar meninggalkan Lisa.

"Gadis itu kalo sudah cemburu selalu saja berlebihan," keluh Lisa mendorong sendiri kursi rodanya.

Jennie segera berjalan cepat dan menyusul Jiso ke parkiran. Dia berjalan dan mencegat lengan Jiso saat gadis itu hendak membuka pintu mobilnya. "Kau sengaja kan membuatku cemburu?" tanya Jennie.

"Kalo iya, kenapa?" tanya Jiso santai.

"Jiso, kau tau aku akan menemui mu. Tapi ini bukan waktu yang tepat."

"Lalu kapan waktu yang tepat? Apa aku harus mengotori tanganku seperti kemarin agar aku bisa mendapatkan perhatianmu?"

"Jadi..." Jenny menatap Jiso tak percaya. "Tapi Jiso, Lisa itu adalah sahabatmu, kenapa kamu tega melakukan ini padanya? Kalo dia mati bagaimana?"

"Dia tidak akan mati, semuanya kan sudah kuatur dengan matang," ucap Jiso menatapnya datar. Dirinya sebal karena Jennie terlalu berlebihan.

"Lalu kenapa kamu harus cium-cium pipi Lisa saat aku tidak ada di dalam sana?"

"Itu kan penyamaran saja, lagipun Lisa harus tetap beranggapan kalo aku masih mencintainya, agar hubungan kita tidak terendus olehnya"

"Kau sangat menyebalkan!" Jennie berucap cemberut namun lari ke pelukan Jiso. "I miss you"

Jiso mengangguk dan membalas pelukan Jennie, tangannya mengelus pipi mandu milik gadis itu. "I miss you too. Aku yang mencintaimu terlebih dahulu, tapi kenapa dia yang selalu mendapatkan waktumu? Itu membuatku cemburu."

"Saat kamu sibuk dengan bisnismu, Lisa selalu ada di sisiku. Memberiku tempat tinggal, makan, bahkan uang. Dia begitu bekerja keras untukku, sedangkan kamu? Kamu malah menghilang seperti ditelan bumi," ucap Jennie merajuk.

"Kamu harus tau kalau ak-"

"Iyaaa aku tau kalau mendiang Ayahmu lagi menghukummu, makanya saat itu aku terpaksa menerima Lisa sebagai kekasihku. Karena aku benar-benar terlantar seperti gelandangan"

"Maafkan aku," sesal Jiso.

Jennie semakin mengeratkan pelukannya karena teramat merindu kehangatan Jiso. "Dimana Lisa?"

"Mungkin lagi menyusul kita ke Parkiran"

"Sendirian?" tanya Jiso. Ada setitik rasa khawatir di dalam dirinya melihat Lisa baru sembuh dari sakitnya.

"Menurutmu? Apa aku akan disini, kalo ada yang menemaninya? Kamu juga tau kalo dia tidak punya teman"

"Apa dia ada yang menjemput?" tanyanya.

"Aku gatau. Lagian kenapa sih harus bahas dia?" Jennie mulai jengkel mendengar pertanyaan Jiso.

"Aku yang menyebabkannya kecelakaan, jadi aku akan bertanggungjawab, toh sekarang yang kuinginkan sudah ada di depan mataku" Matanya berbinar menatap Jennie membuat gadis itu salting dan melupakan rasa kesalnya.

Jiso mengambil ponselnya. "Akan aku suruh saja adikku yang mengantarnya, sementara itu aku dan kamu akan bersenang-senang," ujarnya menarik Jennie ke sebuah hotel.

***

"Kenapa?" tanya Jennie saat melihat Jiso menghalangi tangannya yang hendak membuka celana dalamnya.

"Aku belum siap," ucap Jiso membuat Jennie badmood.

Jennie turun dari ranjang dan membiarkan tubuh telanjangnya terekspose begitu saja. Dia segera ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh badannya. Jennie tidak mengerti kenapa Jiso selalu membuatnya ragu akan perasaannya. Saat gadis itu yakin bahwa Jiso mencintainya, saat itu juga Jiso membuatnya yakin bahwa dia hanya penasaran.

Jiso melihat Jennie yang sudah lengkap dengan pakaiannya. "Aku mau pulang," ujarnya membuat Jiso merasa bersalah.

"Jen, duduklah aku ingin bicara" Jiso membawa Jennie untuk duduk di tepi ranjang. Tangannya membelai surai Jennie yang selalu lembut dan juga wangi. "Are you mad?" tanyanya mengecup pipi mandunya.

Jennie menggeleng namun air mata tiba-tiba lolos dari pelupuk matanya. "Hei, bicaralah Jen, jangan menangis itu membuatku semakin bersalah dan bingung, aku minta maaf jika melukai hatimu," ujar Jiso panik karena melihat Jennie menangis.

"Aku selalu merasa penolakan darimu, aku merasa ga dicintai sama kamu hiks...hiks...hiks, aku...aku seperti ga menarik di mata kamu Jiso, apa kamu tau seperti apa rasanya? Setiap kali kita berhubungan, kamu selalu menolak untuk kusentuh. Apa aku semenjijikan itu? Aku terus berfikir, dimana kurangku?"

Jiso menggelengkan kepalanya. "Kamu cantik Jen, kamu sempurna, cuma aku belum siap" Dia membawa Jennie ke dalam pelukannya. "Aku merasa sesuatu belum baik untuk diriku melakukan hal sejauh itu," ucap Jiso memberikan pengertian.

"Kamu ragu samaku?" tanya Jennie melepaskan pelukannya.

Jiso berpaling menatap wajahnya. "Aku ga ragu sama kamu Jen, aku cuma belum siap untuk sejauh itu sama kamu. Entah karena apa, aku juga gatau," ucap Jiso.

"Apa ada orang lain?"

"Ini lagi," ucap Jiso jengah.

Jennie yang tau Jiso mulai kesal mencoba membujuk Jiso dengan duduk di pangkuan gadis itu. Dengan mimik wajah memelas dia menatap Jiso. "Maaf, akan aku coba untuk mengerti kamu" Tangannya memainkan jemari Jiso yang lembut. "Apa aku akan pulang dengan tangan kosong?" tanyanya membuat Jiso mengerti arah pembicaraan ini.

Jiso mengambil ponselnya dan mengetikkan beberapa tombol dan icon. "Silahkan periksa rekening kamu," ujarnya membuat Jennie mengecup bibir bentuk love itu dengan gemas.

Dia segera memeriksa ponselnya dan terkejut dengan nominal yang diberikan Jiso kepadanya. "Sayang, ini kebanyakan"

Jiso tersenyum. Dia mengelus wajah Jennie. "Bagiku ini bukan apa-apa. Asalkan kamu bahagia"

Jennie memeluk Jiso kembali. "Aku ga sabaran pengen kamu miliki seutuhnya dan mengumumkan kalo kita ini sepasang kekasih "

"Makanya kamu harus mulai menjauh secara perlahan dari Lisa, agar dia mulai terbiasa tanpa kehadiranmu dan ga terlalu sakit baginya. Bagaimana pun dia tetaplah sahabatku," ujarnya menasehati Jennie.

"Lisa terlalu mencintaiku Jiso, aku perlu banyak waktu untuk bisa segera lepas dengan dirinya"

Jiso merangkul pundak Jennie. "Kamu tenang saja, adikku pasti bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Dia akan membuat Lisa jatuh ke pelukannya"

Pernyataan itu membuat Jennie terdiam. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi dengan mudah. Membuat Lisa jatuh ke pelukannya bukanlah hal yang gampang. Butuh seribu cara untuk meluluhkan gadis itu.

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang