35

302 18 0
                                    

Setiap manusia bebas untuk melakukan apapun selama itu tidak menganggu atau merugikan orang lain. Begitulah yang dipikirkan oleh Jimin. Dia mengurus semua pernikahan mereka tanpa meminta izin kepada Jennie. Pria itu beranggapan jika Jennie tidak mempunyai waktu karena fokus kepada karirnya.

Jennie memang belum mengiyakan ajakan Jimin untuk rujuk kembali, namun dia tidak mau lagi membuang-buang waktu. Pria itu tengah merasakan kebahagiaan yang tiada tara meskipun kehidupannya tidak semewah dulu. Jimin keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam rumahnya. Hari sudah menjelang malam membuat pria itu menghela nafas karena lelah.

Dia mendapati Jennie yang sedang melamun di ruang tamu, hingga tidak sadar kopi di depannya sudah dingin. Jimin mengambil kopi itu lalu menggantinya dengan yang baru. "Jen," panggilnya duduk di samping gadis itu. Tangannya membelai rambut Jennie dengan lembut.

Jennie terkesiap dan menyadari ada Jimin di sampingnya. Gadis berpipi mandu itu menggeser posisinya agak sedikit menjauh dari Jimin. "Aku ganti kopimu dengan yang baru" Pria itu menggeser gelas agar lebih dekat dengan Jennie.

Jennie menyisir rambutnya. "Kamu kapan datang?" Jennie bertanya kepada Jimin namun enggan untuk menatapnya.

"Belum lama. Apa kamu punya masalah?" Jimin bertanya lembut dengan nada membujuk. Sama sekali tidak pernah protes dengan semua sifat Jennie kepadanya. Dia selalu sabar dan percaya bahwa suatu saat nanti Jennie pasti berbalik mencintainya.

"Jen," panggil pria itu saat mendapati Jennie yang kembali melamun. "Kalau ada yang bisa ku bantu, akan kulakukan apapun itu" Jimin memegang tangan Jennie lalu mengecupnya. "Jangan dipendam sendirian" Jimin membelai wajah Jennie membuat Jennie teringat akan Lisa. Gadis pemilik mata hazel itu selalu menenangkannya dengan cara seperti itu.

"Aku lagi ada masalah di kantor, cuma sedikit tapi cukup membuatku pusing" Jennie mengusap hidungnya karena sedang berbohong. Jika Lisa yang melihat itu, pasti dengan mudah mendeteksinya.

Jimin mengangguk. Dia melepaskan jasnya lalu meletakkannya di pinggiran sofa. "Kalau boleh aku kasih saran, sebaiknya kamu--"

"Tidak" Potong Jennie karena sudah tau kemana arah pembicaraan ini. Dia tidak ingin membahas hal ini lagi karena tujuannya bekerja adalah untuk mengurangi interaksinya dengan Jimin. Jennie tidak suka berlama-lama dengan pria itu karena baginya itu menjijikan.

"Baiklah, tidak apa-apa. Aku mengerti," ucap Jimin berhati-hati takut membuat mood Jennie memburuk karena perkataannya. Pria itu segera berdiri. "Aku akan membuatkan makan malam kita. Kamu belum mandi kan?"

Jennie menggelengkan kepalanya. "Mandilah, nanti setelah mandi kamu bisa makan dengan nyaman" Begitulah Jimin seakan tidak kehabisan cara untuk membuat Jennie terlihat nyaman dengan perlakuannya. Pria itu seakan punya sabar seluas samudra untuk menghadapi sikap Jennie.

Jimin melangkahkan kakinya ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Jimin tentu mampu untuk menyewa pembantu namun hal itu akan membuatnya tidak bebas berinteraksi dengan Jennie. Jadi dia sengaja melakukan semua sendirian agar terlihat lebih romantis. Pria itu tidak pernah lelah karena Jennie ada di dekatnya. Berada satu atap dengan dirinya.

Sementara Jennie masuk ke dalam kamarnya dan mengambil satu foto di dalam lacinya. Jennie menatap sendu gadis berponi itu. Jennie baru sadar jika kehilangan Lisa bisa membuat hidupnya sehampa ini. Gadis itu baru menyadari jika perasaannya benar-benar tumbuh untuk Lisa. Jennie memeluk foto itu sembari membayangkan saat Lisa memeluk dirinya. Aroma tubuh Lisa yang beraroma khas membuat Jennie memejamkan matanya.

"Lisa, aku kangen kamu," bisik Jennie.

Lisa yang sedang menyetir mobil tiba-tiba merasakan hambatan di hidungnya. Gadis itu bersin berkali-kali membuatnya mengusap hidungnya. "Sepertinya aku akan demam" Lisa menambahkan kecepatannya agar cepat sampai di kantor Jiso. Gadis itu sudah mengomentarinya karena belum sampai juga.

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang