45

929 15 0
                                    

Jennie menendang makanan yang baru saja diberikan. Tangannya bergerak-gerak untuk melepaskan ikatannya. Saat ini pria tak waras itu mengikatnya di sebuah bangku. "Lepaskan aku!" Bentaknya ke Jimin yang hanya menatap datar. "Kamu tidak akan pernah bisa memilikiku! Sampai kapanpun aku tidak sudi hidup bersamamu!"

Jimin duduk di kursi lalu mendekatkannya ke hadapan Jennie. "Harusnya kamu berterima kasih Jennie Kim. Aku hanya membuat pingsan kedua orangtuamu. Bagaimana jika aku bunuh mereka dengan tusukan seperti yang kamu lakukan kepada ayahku? Aku begitu kesal, karena mereka rencana indahku jadi gagal begitu saja," ucap Jimin pelan. Semenjak berada di pulau ini. Jimin tidak segan lagi untuk melakukan kekerasan terhadap Jennie. Bahkan untuk memenuhi fantasinya, dia melakukan onani di depan Jennie yang juga telanjang bulat dengan keadaan diikat.

"Asal kamu tau, dengan kamu melakukan ini...Kamu menjadi serupa seperti ayahmu!" Ucapan itu mengandung makna jijik karena ekspresi Jennie yang sangat mual.

Jimin tertawa. Namun tawanya sungguh lain karena sakit hati yang dideritanya. "Aku memang anaknya dan aku juga akan melakukan hal yang sama seperti dia, yaitu membuatmu menjadi pemuas nafsuku untuk selama-lamanya," ucap Jimin mencium bibir Jennie. Dia tersenyum senang karena Jennie tidak berdaya saat ini.

Setelah itu pria bertubuh mungil itu keluar dari sana. Jimin menatap sekitarnya dan tersenyum lebar. Tempat ini sangat terpencil dan tidak mudah untuk ditemukan. Dia dan Jennie akan aman tanpa diketahui oleh siapapun. Keluarganya memang memiliki sebuah pulau yang bertujuan untuk membangun tempat wisata, namun karena orangtuanya sudah meninggal pembangunannya pun tidak dilanjutkan. Beruntung Jimin segera terpikir untuk membawa Jennie ke tempat ini.

Sementara di tempat lain ada Lisa dan juga Jiso yang sedang menyergap Suga di tempat kerjanya. "Pisau ini akan menggores lehermu, jika kau tidak mau memberitahukan dimana keberadaan adikmu," ucapnya meletakkan sebuah pisau di leher Suga.

Setelah mendatangi tempat-tempat favorit Jimin dan tidak membuahkan hasil. Lisa terpaksa melakukan hal gila ini. Dia begitu frustasi karena tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Jimin. Suga tetap tenang walaupun sudah diancam oleh Lisa.

"Kamu tidak akan tega melakukan ini. Aku tau bagaimana karaktermu," ucapnya santai.

"Baiklah jika kau ingin pembuktian, akan aku buktikan sekarang juga," ucapnya menggores leher Suga, h

pria itu mulai meringis. "Mau lihat buktinya lagi?" tanya Lisa semakin menekan pisau itu lebih dalam.

"Lepaskan aku. Shhh, ini sakit," ringis Suga. "A-aku benar-benar tidak tau dimana Jimin. Pria itu sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi denganku, ss-emenjak dia memilih Jennie dibandingkan aku, aku sudah menganggapnya mati," ucap Suga berusaha menuntaskan kalimatnya.

"Kalau begitu katakan, kemana kami harus mencarinya?" tanya Jiso geram.

"Mungkin Jennie dibawa ke sebuah tempat dan itu sangat jauh dari sini," ucap Suga karena Lisa masih mempertahankan pisau itu di lehernya. Dia meringis kesakitan karena Lisa tidak mengurangi tekanannya.

"Katakan dimana?"

"Aku akan mengatakannya, tapi jauhkan dulu pisau itu dari leherku," pinta Suga karena itu sungguh sakit.

Lisa menjatuhkan pisaunya. Suga akhirnya lega. Dia tidak tau jika gadis yang pernah disukainya bisa segila ini. "Kemungkinan Jennie dibawa ke sebuah pulau yang terbengkalai. Tempatnya sangat jauh dari sini, aku akan menunjukkannya kepada kalian," ucap Suga meregangkan lehernya. Jemarinya bernoda darah saat mencoba menyentuh lehernya. Itu artinya Lisa benar-benar sanggup untuk membunuhnya.

"Jangan coba-coba menipu kami!" Ancam Jiso menyudutkan kembali pria itu.

"Aku janji," ucap Suga sungguh-sungguh. Pria itu bahkan mengangkat tangannya pertanda nyerah dengan kedua gadis itu.

***

Tubuh Jennie semakin sekarat karena sedari kemarin tak mendapatkan air minum maupun makanan. Semua yang disediakan oleh Jimin dilemparkannya begitu saja. Dia merasa tersiksa karena gengsinya yang begitu tinggi. Kini tubuhnya meronta-ronta minta asupan. Harusnya dia tetap makan dan minum walaupun sedang marah kepada Jimin.

Langkah kaki yang menderu membuat Jennie memejamkan matanya. Dia mencoba untuk pura-pura tidur. Suara pintu tertutup menandakan Jimin sudah masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melangkah mendekati Jennie dan meletakkan semangkok bubur di atas meja kusam. Tangannya mengelus pipi Jennie dengan lembut. Hatinya cukup tersayat saat melihat orang yang dia cintai begitu menderita karena dirinya.

Bertahun-tahun Jimin menjaga Jennie. Melindungi gadis itu dari semua ancaman termasuk melawan Kakaknya sendiri. Jimin bahkan tak masalah ketika Ayahnya mati di tangan Jennie. Dia sangat mencintai gadis ini dengan membabi-buta. Entah kenapa Jennie tak pernah melihatnya padahal Jimin tak sekalipun berbuat kasar.

Tanpa sadar Jimin menangis di depan Jennie. "Aku sangat mencintaimu, tapi kenapa kamu begitu membenciku? Aku bukan ayahku! Dia adalah monster yang berwujud manusia yang kebetulan menjadi ayahku. Aku bahkan rela membelamu, hingga aku dibenci oleh kakakku satu-satunya. Aku juga tak marah saat kamu memberiku obat mandul setiap bulannya. Aku selalu mencintaimu Jennie Kim, walaupun aku tau kamu menikahiku hanya karena harta,"ucapnya mengelus bibir Jennie yang kemudian dikecupnya dengan lembut. Air matanya ikut membasahi wajah Jennie.

Perasaan Jennie begitu kacau saat mendengar tangisan Jimin. Apakah dia terlalu jahat? Selama hidupnya, Jimin selalu membelanya, melindunginya, bahkan berbuat baik sekalipun Jennie selalu kasar kepadanya. Jennie merasa kacau di dalam hatinya. Dengan terpaksa dia membuka matanya dan menatap Jimin yang sudah banjir air mata.

"Jangan menangis," titah Jennie serak karena keadaannya yang semakin melemah. Jimin kaget karena Jennie sudah bangun dari tidurnya. Dia mengusap wajahnya dan menatap Jennie dengan sendu.

"Katakan, aku harus bagaimana? Aku harus melakukan apa, agar kamu bisa mencintaiku?" tanya Jimin frustasi.

"Lepaskan aku, aku janji tidak akan melarikan diri darimu," ucap Jennie yang langsung dituruti oleh Jimin. Rupanya pria itu sedang lemah saat ini.

Tubuh Jennie merosot ke bawah saat Jimin sudah melepaskan ikatannya. Jimin mendekat ke arahnya dan bersimpuh di hadapan Jennie. "Ayo, bunuh saja aku Jen! Aku tidak sanggup melihatmu dimiliki oleh orang lain dan aku lebih ga sanggup lagi jika harus menyakitimu seperti ini"

Pria itu meraung-raung di hadapan Jennie. Hati mana yang tidak tersentuh jika melihat tangisan pilu dari pria itu. Dengan susah payah Jennie mengangkat wajah Jimin. Pria itu selalu terlihat menyedihkan di hadapannya. "Aku bisa jadi apa saja untukmu, asal kamu berhenti melakukan ini," ucap Jennie.

"Apa saja?" tanya Pria itu membuat Jennie mengangguk.

"Aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita seperti ini," ucap Jennie tulus. Dia mengusap wajah Jimin. Air mata pria itu hampir menutupi pandangannya.

Jennie mendekatkan wajahnya dan mencium kening Jimin untuk pertama kalinya. Hati pria itu tenang saat ini. Dia memejamkan matanya untuk menikmati momen yang sekali seumur hidup dirasakannya. "Aku tidak bisa kehilanganmu Jennie Kim," mohon Jimin mengatupkan tangannya.

"Aku disini. Hanya ada aku dan kamu. Tolong jangan melakukan hal gila lagi agar aku bisa nyaman berada di dekatmu, " pinta Jennie pelan dan membuat pria itu mengangguk. Mereka berpelukan dengan Jimin yang masih menangis sesenggukan.

Maaf jika ada typo. Sekali lagi cerita ini sudah mau mendekati akhir alias End. Terima kasih yang sudah mau membaca cerita ini walaupun alurnya kurang menarik. bye bye

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang