27

234 16 0
                                    

Lisa mengeluh sakit saat mencoba memaksakan dirinya untuk berdiri. Dia memegang betisnya yang masih terasa pegal. "Lisa sebaiknya kamu istirahat dulu" Rose yang meletakkan gelas di atas nakas datang menghampiri Lisa.

"Dimana Jiso?" tanya Lisa meregangkan otot-otot kakinya. Keningnya juga masih terasa sakit dan ngilu di bagian telapaknya juga masih terasa.

"Dia sudah pergi ke kantornya, dia menitip ini untukmu" Rose menyerahkan sebuah amplop.

"Apa ini?" Lisa membuka amplop itu dan melihat isinya berupa uang.

"Aku tidak membutuhkan itu" Lisa melemparkan amplop itu. Wajahnya penuh emosi. "Lisa mau kemana?"

"Aku mau bicara sama Jennie. Aku ingin tau alasan dia membohongiku"

Lisa segera keluar dari kamar dan pergi ke lantai atas. Kakinya yang masih terasa nyeri dipaksakan untuk menaiki anak tangga. Dia menghela nafasnya sebelum mengetuk pintu itu. Jennie membuka pintunya dan melihat Lisa sudah berada di hadapannya. Gadis itu menatap Lisa dengan tatapan dingin. "Ada apa?"

Wajah Lisa yang sebelumnya suram tambah suram karena menatap wajah Jennie yang sangat dingin. Dia sedih, hatinya terluka mendapat respon itu dari orang yang dicintainya. "Jika kamu gamau bicara, biarkan aku pergi!"

Lisa segera terkesiap. "Jen, aku masih ingin tau. Kenapa kamu membohongiku selama ini? Padahal kamu tau kan jika aku sering membicarakan Jimin kepadamu, Kenapa Jen? Aku hanya ingin tau apa alasanmu?"

Jennie menyisir rambutnya ke belakang. Matanya tak sengaja melihat Rose yang sedang menguping di balik tangga. Dia tau karena rambut gadis itu sangat khas. "Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi Lisa. Aku tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apapun kepadamu"

Lisa menatap mata Jennie. Mata Lisa memancarkan luka yang amat pekat. "But, i still loving you Jen," air mata Lisa jatuh tanpa diminta. Akhir-akhir ini dia memang cengeng. "Kamu juga sudah bilang kalo kamu juga masih mencintaiku"

"Itu dulu. Sekarang aku sudah punya Jiso. Dia sudah menjadi kekasihku. Apakah pantas aku masih punya rasa sama kamu? Kamu itu hanya masa lalu bagiku Lisa. Harusnya kamu tahu itu. Jangan bertingkah seolah-olah aku yang jahat disini"

"Tapi hari itu kamu-" Jennie mengangkat tangannya. "Cukup Lisa. Aku rasa perkataanku tadi sudah cukup jelas kamu dengar. Aku gamau karena tingkahmu ini, Jiso jadi beranggapan kalau aku sama kamu masih punya hubungan di belakang dia"

Bahu Lisa merosot. Kalimat itu sukses mencabik-cabik hatinya hingga menimbulkan luka yang mendera. Air matanya semakin deras tak tertahan. "Permisi, aku mau memberikan ini kepada pacarku. Bisa tolong minggir!" Lisa melihat sebuah rantang di tangan Jennie. Ternyata posisi Lisa sudah benar-benar tergantikan karena perlahan-lahan kebiasaan yang dulu dilakukan Jennie kepadanya sudah berpindah kepada Jiso.

Lisa menggeser posisinya. Dia menunduk untuk menutupi air matanya di hadapan Jennie. Rose segera bergegas agar tidak ketahuan oleh Jennie. Setelah memastikan Jennie sudah pergi baru Rose datang untuk menyusul Lisa. Dia melihat gadis jangkung itu menangis sambil terseok. Rose tidak menyangka reaksi Lisa akan seperti ini.

"Lisa," panggil Rose memeluk gadis itu. Lisa memeluk tubuh Rose dengan erat. Dia tidak menyangka bahwa Jennie benar-benar sudah berubah. Gadis yang dicintainya dengan sangat dan sepenuh hati sudah berpindah ke lain hati.

Rose mengusap wajah Lisa. "Apa aku tidak pantas dicintai?" Rose menggeleng. "Apa aku ga layak?" Lagi-lagi Rose hanya menggeleng.

"Tolong jangan seperti ini Lisa! Aku ikutan sakit melihatnya," ucap Rose sesenggukan. Gadis itu juga tak kuasa menahan sedihnya karena melihat Lisa yang begitu terpukul. Mereka berpelukan sambil menangis.

***

"Langsung ke intinya saja. Kenapa kau datang lagi kesini?" Suga bertanya kepada Jiso yang sudah pagi-pagi begini datang ke kantornya.

"Aku ingin tau, sebenarnya apa hubunganmu dengan Jennie Kim?"

"Aku tidak akan menjawab itu. Pergilah karena kau hanya akan membuang-buang waktuku." Pria itu mengambil laporan yang berada di mejanya. Tangannya membuka dan membaca kertas putih itu. Dia menatap Jiso yang tidak bergeming. "Kau tidak akan mendapatkan jawaban apapun dari mulutku," tambah Suga.

Dia tidak ingin mempunyai masalah dengan gadis sakit jiwa seperti Jennie. Sebenarnya bukan karena takut tapi Jennie masih punya peran penting di kehidupan Jimin. Dia takut jika dia salah melangkah atau berucap, Jimin yang akan menuai akibatnya.

"Ini demi kebaikan orang yang sangat aku cintai. Semuanya akan aku pertaruhan untuk dia. Tolong bantu aku," mohon Jiso.

"Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan dia" Suga menatap Jiso. "Sebaiknya Anda keluar, sebelum saya memanggil keamanan."

Suga memakai bahasa formal dan tak lupa dengan ekspresi datarnya. Jiso tersenyum remeh. "Berarti ucapan Jennie mengenai keluarga kalian adalah benar." Suga mengernyitkan keningnya.

"Apa maksudmu?" Tanya Suga melemparkan map laporan itu dengan asal.

"Di masa lalu entah beberapa tahun ke belakang. Kalian sekeluarga memberikan satu trauma yang sangat fatal. Aku datang kesini untuk mengkonfirmasi kebenarannya tapi jika kau hanya diam seperti ini, aku rasa perkataan Jennie mengenai keluarga kalian benar seratus persen."

Suga mengeraskan wajahnya. Dia mengepalkan tangannya karena ucapan Jennie yang tidak bisa dipercaya. "Apa yang sudah dia katakan?"

"Aku tidak akan bicara sebelum kau ceritakan semuanya," ucap Jiso tegas.

"Jangan membuatku marah, saya pastikan anda tidak akan menyukainya"

"Aku juga punya amarah Tuan Suga. Semua tergantung dirimu. Jika kau tak ceritakan semuanya, aku juga tidak akan berbicara apapun"

Suga memukulkan tangannya ke kaca. "Ayo ikut saya," ucap Suga dan membiarkan tangannya yang bercucuran oleh darah. Jiso mengekor Suga yang keluar dari kantornya.

Terpaksa Suga melakukan cara kekerasan karena semuanya sudah dipertaruhkan. Dia tidak punya pilihan lain karena keadaannya juga terdesak sekarang. Dia akan mengurus ini dengan jalan yang mudah.

Flashback

Jennie melihat Suga yang sudah duduk di hadapannya. "Ada apa Jennie? Kuharap kau tidak membuang-buang waktuku dengan percuma"

Jennie melempar foto itu ke hadapan Suga. "Katakan padaku kenapa kau melanggar janjimu?"

Suga mengambil foto itu. "Ini kan foto pernikahanmu dan Jimin."

"Lisa memberikan itu kepadaku. Dia tidak mungkin mendapatkan itu dengan sengaja tanpa ada orang yang menuntunnya"

"Sumpah, aku tidak melakukan apapun! Bahkan kau sendiri melarangnya bekerja denganku. Jadi bagaimana mungkin aku bisa menuntun Lisa? Apalagi foto itu berada aman di rumah Jimin. Aku bahkan enggan menginjakkan kakiku disana. Aku yakin sesuatu telah terjadi. Aku akan bertanya kepada Jimin karena aku dengar dia bertemu dengan Lisa"

"Jangan main-main denganku Suga. Kau tau apa yang bisa kulakukan untuk menghancurkanmu dan seluruh keluargamu"

Suga memukul meja. "Jangan pernah mengancamku! Meski aku tidak pernah suka dengan kehadiranmu, tapi aku pria yang tidak suka mengingkari janji"

"Buktikan!"

"Sabar dulu. Kau tidak lihat apa yang kulakukan?" Suga mengambil ponselnya untuk menghubungi Jimin. Pria kecil itu tidak membalas pesan-pesannya yang beruntun.

Jennie memeriksa ponselnya. "Aku harus segera pergi. Aku harap kau bisa mendapatkan jawabannya nanti malam." Jennie berdiri lalu pergi meninggalkan Suga yang masih setia dengan ponselnya.

Suga ikutan berdiri dan mengambil jasnya yang ada di kursi. "Jimin, kau benar-benar menyusahkanku!"

Makasih yang masih setia dengan cerita ini. Maaf jika tidak sesuai dengan ekspektasi kalian dan semoga masih suka. Kalau ada typo mohon dimaklumi heheh.

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang