Restlessly

294 26 0
                                    

Jennie terlihat gelisah bahkan beberapa kali berpindah posisi agar membuatnya nyaman. Bayangan pria itu selalu mengganggu Jennie, apalagi tatapan permusuhan yang dilayangkan olehnya membuat Jennie dirudung ketakutan. Lisa yang menyadari Jennie gelisah segera merapatkan tubuhnya. "Jen," panggilnya seraya memeluk gadisnya itu dari belakang. "Apa yang sedang kamu pikirkan, hm?" Lisa bertanya.

"Tidak ada," jawab Jennie mengelus tangan Lisa yang entah kapan sudah berada di perutnya.

"Kamu tidak pintar berbohong" Lisa mengaitkan jemari mereka dan tangan yang satunya sibuk mengelus-elus rambut Jennie membuat gadis itu nyaman.

Jennie segera membalikkan badannya dan memandang Lisa dengan cemberut. "Pria tadi tampan kan?" Lisa mengerutkan keningnya mencoba mengingat-ingat pria yang dimaksudkan Jennie.

"Oh Suga, jangan bilang kamu gelisah karena dia?" duga Lisa sambil berdecak.

"Jawab dulu pertanyaanku! Apa dia tampan?" Jennie bertanya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Dia memang tampan, tapi aku tidak punya hubungan apa-apa dengannya Jen, dia hanya teman yang kebetulan mengantarkan aku pulang dari rumahnya Park. Kamu kenal dia kan? Aku udah cerita apa belum?" tanya Lisa lebih seperti bermonolog.

"Park Jimin?" tanya Jennie.

"Kamu tau namanya? Apa aku pernah mengatakan nama lengkapnya?" tanya Lisa karena setaunya dia tidak pernah cerita.

Jennie seketika gelagapan dan melihat Lisa dengan raut wajahnya yang serius. "Kamu pernah bercerita mengenai dia," ujarnya menutupi rasa saltingnya.

"Aku lupa sudah pernah mengatakannya kepadamu," ujar Lisa mencoba mengingat-ingat kembali memorinya.

"Lisa," panggil Jennie. Kali ini dia memeluk Lisa dan memasukkan kepalanya ke dalam curuk lehernya membuat Lisa geli.

"Ya Jen, kenapa?" tanya Lisa mengalihkan pandangannya ke arah Jennie sepenuhnya.

"Jangan pernah tinggalkan aku, aku gatau hidupku seperti apa nantinya tanpa kamu"

Lisa melepaskan pelukannya dan melihat Jennie dengan tatapan matanya. "Ada apa Jen? Sedari tadi aku perhatikan, kamu sepertinya sedang cemas akan sesuatu," ujar Lisa memandang Jennie.

"Sok tau, aku memang seperti ini kan kalau lagi kangen," dalih Jennie.

"Tapi aku melihat kegelisahan di matamu Jen. Mata ini tidak bisa membohongiku," ucap Lisa melihat ke dalam bola mata Jennie.

"Aku hanya takut, takut suatu saat nanti kamu akan pergi meninggalkan aku," ujarnya kembali memeluk Lisa.

"Apa ini karena Suga?"

Jennie mengangguk saja walaupun sebenarnya bukan itu yang menganggu pikirannya. Dia takut Suga akan membongkar semua kelakuannya kepada Lisa, apalagi pria itu tidak pernah menyukainya sejak dia datang ke rumah mereka.

"Suga memang tampan tapi dia bukan tipeku. Jen, kamu tau itu kan?"

Jennie mengangguk kembali walaupun jawaban Lisa sama sekali tidak membantunya. "Seberapa dekat kamu sama dia?"

"Tidak terlalu dekat, aku bertemu dia hanya karena aku bekerja di toko adiknya. Lagipula Suga gak mungkin suka kepada wanita sepertiku. Tipe orang-orang kaya seperti mereka memyukai wanita yang berkelas" Lisa mengelus elus punggung Jennie. "Kamu tau, istrinya Park itu setara dengan model internasional," ujar Lisa.

"Kamu pernah melihatnya?" tanya Jennie.

"Tidak pernah, jika ada kesempatan aku sebenarnya ingin melihat wanita itu," cicit Lisa membuat Jennie melihat Lisa.

"Lalu darimana kamu menyimpulkan jika istrinya Park setara dengan model internasional?"

"Park Jimin selalu mengatakan itu kepadaku setiap waktu dan setiap saat dia membicarakan istrinya, dia selalu bilang kalau istrinya adalah wanita tercantik yang pernah ada"

"Apa kamu percaya?"

Lisa menggeleng. "Karena bagiku kamu yang tercantik"

"Baguslah jika kamu masih sadar akan hal itu. Jadi, apa kamu masih punya keinginan untuk bertemu dengan istrinya Park?"

Lisa menggeleng. "Aku mencintaimu Jen, aku tidak meninggalkanmu sampai kapanpun itu," ujarnya mengecup kening Jennie.

"Itu yang aku inginkan sedari tadi, kamu ga peka Lisa," ujarnya membuat Lisa semakin gemas dengan kelakuan Jennie. "Tapi kamu harus janji, biar aku tenang dan bisa tidur," tuntutnya ke arah Lisa.

"Janji!"

Jennie pun memeluk Lisa. Hatinya kembali tenang saat Lisa selalu berhasil menyakinkannya. Dia tau sudah banyak berbuat curang di belakang Lisa namun dia tidak akan bisa lepas dari Lisa walaupun dia tidak tau hatinya untuk siapa tapi yang pasti Lisa lah yang selalu ada saat dirinya sendirian.

Sementara di tempat lain ada seorang pria yang melempar-lemparkan anak panahnya ke sebuah gambar. Dia mengambil gelas yang berisi wine dan meneguknya sekali tegukan. Jemarinya memutar-mutar rubik dengan asal karena sedang kesal dengan seseorang.

"Aku tidak tau kak, kalau kau sebegitu bencinya dengan Jennie," ujar Jimin yang sudah duduk di samping kakaknya Suga.

Saat ini Jimin mendatangi kakak sematang wayangnya ke rumah utama mereka. Dia mendapati kakaknya yang sedang duduk sendirian di meja bar milik pribadi yang membuat keluarga besar Park jarang menginjakkan kakinya di tempat-tempat seperti itu. Mereka memiliki segalanya termasuk bar mini milik keluarganya.

"Kau sudah membuat keputusan?" Suga kembali menuangkan wine ke dalam gelasnya.

Jimin menghela nafas dan teringat kembali dengan Jennie. "Aku akan bergabung besok di perusahaan, aku datang kemari untuk mengambil berkasku"

"Akhirnya setelah sekian lama, kau membuat keputusan yang sangat bijak"

"Aku tidak akan melakukannya jika bukan Jennie yang memintaku"

"Ya ya terserahlah. Tapi aku senang mendengar kau akan berpisah dengannya," ujar Suga menatap Jimin dengan senyuman.

"Kau selalu terlihat senang saat aku menderita"

Suga menawarkan segelas wine untuk Jimin. "Minumlah, kau terlihat menyedihkan sekali adikku," ujarnya menuangkan cairan itu ke dalam gelas.

Jimin menerimanya dan meneguknya. Rasanya sangat panas membakar kerongkongannya karena sudah jarang minum alkohol. "Terkadang perpisahan itu menghadirkan masa depan yang baik, jadi jangan terlalu berlarut-larut dengan hal itu" Suga kembali berbicara sembari menatap foto Jennie dan melemparkan kembali anak panahnya. Kali ini anak panah itu mengenai kepala Jennie.

"Apa kau tidak bisa berhenti melakukannya? Bagaimana bisa kau membidik fotonya saat dia masih berstatus sebagai istriku?" Jimin berjalan dan mendekat ke arah dingding, dimana foto Jennie dipajang.

Jimin mencopot semua anak panah yang ada di foto itu lalu meletakkannya di meja bar. "Terima kasih sudah mengambilknnya untukku. Aku jadi memiliki banyak," ujar Suga kembali mendaratkan anak panahnya.

"Aku pulang saja, disini tak membuat aku merasa baik," ujar Jimin lalu berjalan.

Suga tersenyum. "Berkasmu ada di kamarmu, dan aku tidak menerima keterlambatan besok pagi. Kita akan rapat dengan kolega mendiang Ayah yang sangat penting, jadi jangan mengecewakanku," ujarnya membidik mata Jennie.

"Kau sangat bawel kak," ujarnya hilang di balik tangga. Pria itu segera mengemasi barang-barangnya yang tertinggal dan memasukkannya ke dalam koper. Jimin merasa tidak bahagia jika harus tinggal serumah dengan Suga.

Sementara Suga terlihat frustasi karena merasa kalah dengan Jennie. Gadis itu sudah mengambil kasih sayang adiknya dan sekarang Jennie juga menjalin hubungan dengan Lisa yang mana Lisa adalah gadis yang disukainya selama ini. Suga menuangkan kembali wine, namun semakin kesal karena sudah habis. Botol itu dia lemparkan dan mengenai wajah Jennie.

"Aku tidak akan membiarkanmu hidup bahagia Jennie, setelah apa yang kau lakukan kepada orang tuaku dan juga adikku," ujarnya mengepalkan tangannya.

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang