Affliction

228 20 1
                                    

Lisa membawa pulang berkasnya. Tubuh letihnya dia bawa ke dapur dan membuka kulkas. Lisa menghela nafas karena tidak ada satupun makanan yang tersisa. Dia merogoh saku celananya dan hanya ada uang selembar itupun hanya pecahan lima ribu. Dia mengambil gelas dan menuangkan air ke dalamnya. Lisa membawa gelasnya ke ruang tamu lalu duduk.

Tangannya sibuk menekan ponselnya untuk menghubungi Jennie, namun gadis itu tidak mengangkatnya. Lisa terdiam dan tidak tau lagi harus berbuat apa. Semua usaha sudah dia kerahkan namun tidak ada satupun yang menerimanya untuk bekerja.

Lisa menghidupkan tv-nya dan meneguk habis minumnya. Perutnya masih terasa lapar namun sebutir beras pun tidak ada untuk dimasaknya. Lisa menggonta-ganti channel TV-nya dan berhenti di acara kartun favoritnya. Namun tiba-tiba tv-nya mati membuat Lisa tambah pusing. Dia tau sudah menunggak pembayaran listrik selama dua bulan dan dia belum punya uang untuk bisa membayarnya. Gadis yang dia cintai tidak pernah ada, saat dia merasakan kesusahan seperti ini.

Lisa memutuskan keluar dari rumah. Kebetulan di samping rumahnya ada penjual bakso. "Mang, baksonya seporsi," ucapnya.

"Siap neng!"

Lisa duduk di kursi yang sudah disediakan. Dia tidak menyangka hidupnya akan sesusah ini. Ini bukan pertama kali dia rasakan, namun saat tidak punya uang di saku, rasanya tetap sama, yaitu menyakitkan. Pesan dari Jimin pun membuyarkan lamunan Lisa. Dia melihat nominal transfer uang yang dikirim oleh laki-laki itu. Lisa tersenyum lega karena sudah buntu dan tidak tau lagi harus kemana mencari uang.

"Neng baksonya," ucap pedagang bakso.

Lisa menerima bakso itu lalu memakannya. Air matanya luruh seketika karena kenangan masa kecilnya yang penuh dengan kesusahan kembali dia rasakan. Dia tidak tau lagi bagaimana hidupnya jika Jimin tidak membantunya.

***

"Rose mau kemana?" Jiso bertanya saat melihat adik semata wayangnya pergi hampir tengah malam.

"Aku mau ke rumah Lisa. Aku dengar dia belum dapat pekerjaan sampai hari ini, aku takut dia kenapa-kenapa, jadi aku akan memeriksanya," ucap Rose sambil memandang sinis ke arah Jennie. Gadis itu bergelayut manja di lengan Jiso.

"Apa kau benar-benar menyukainya?"

Rose mendengus. "Aku ga punya kewajiban untuk menjawab itu"

"Jika mau ke rumah Lisa, apa tidak bisa besok saja? Ini kan sudah larut"

"Aku ga perduli. Urus saja pacar kakak yang manja itu"

Rose mengambil kunci mobilnya lalu pergi. Jiso sebenarnya sangat senang karena dengan kepergian Rose kesana, dia bisa mendengar langsung kabar mengenai Lisa. Jiso memandang Jennie. "Kenapa, kamu merindukan mantanmu?"

Jennie tersenyum menggeleng. "Aku hanya sedikit penasaran, karena hari ini dia berkali-kali meneleponku. Aku rasa dia benar-benar merindukanku"

"Ah Lisa yang malang," ucap Jiso. "Apa kamu mau menemuinya? Kasihan sekali dia"

Jennie merangkul leher Jiso. "Lebih baik aku menghabiskan malam berhargaku bersama kekasihku yang super sibuk ini"

Jiso tersenyum dan mengelus pipi Jennie. "Aku sibuk begini agar kamu bisa menghabiskan uangku dengan sesukamu"

"Itu baru pacarku, bukan seperti Lisa," ucap Jennie senang.

"Mari kita minum," ajak Jiso menyerahkan satu gelas lagi untuk Jennie.

Jennie menerimanya dan meneguknya sampai habis. Seketika gadis itu pun terjatuh ke pelukan Jiso. Jiso membawa Jennie ke kamarnya dan setelah itu dia memeriksa tas Jennie. "Kita lihat, sebenarnya apa yang kamu lakukan di perumahan X," ucapnya dan mendapatkan satu lembar surat yang dilipat asal.

Jiso membuka surat itu dan terkejut dengan isinya. "Jadi, dia sudah pernah menikah?" tanyanya kaget.

Jiso kembali membaca surat itu dan menghapal nama mantan suami Jennie. Tak lupa dia mengambil gambar surat itu dengan ponselnya. "Satu-satu rahasia tentangmu akan terbongkar Jennie Kim. Bersiap-siaplah untuk hancur," ucapnya mengembalikan surat itu.

Di sisi lain Rose sudah sampai di rumah Lisa dia pun turun begitu saja dan mengetuk pintu itu. Berkali-kali Rose mengetuknya namun tidak ada respon dari dalam. Rumah itu juga dalam keadaan gelap yang membuat Rose semakin khawatir dibuatnya. "Lisa, aku tau kamu bisa mendengarku! Ayo buka pintunya!" Rose berteriak dan menggedor-gedor kembali pintu rumah itu.

"Rose?" Panggil Lisa yang baru saja pulang. Dia baru selesai mengurus semua utang-utangnya.

"Lisa kamu darimana?"

"Aku tadi ada sedikit urusan. Kenapa kamu kesini?" tanya Lisa sambil membuka pintu rumahnya dan menghidupkan lampu. "Akhirnya terang juga," ucapnya.

Rose menarik Lisa dan memeluknya. "Aku kangen," ucapnya.

Lisa tidak tau harus bagaimana meresponnya jadi dia hanya diam. Rose melepaskan pelukannya dan memegang wajah Lisa. "Kamu kurusan. Kenapa?"

Lisa meletakkan kresek putihnya di atas meja lalu berjalan untuk menutup pintu. "Akhir-akhir ini hidupku tak berjalan dengan baik Rose"

"Apa karena belum dapat kerjaan?" tanya Rose.

"Sebenarnya aku hampir bekerja karena punya satu tawaran, tapi aku tolak karena itu, anu..." Lisa sengaja menggantung kalimatnya.

"Apa?"

Lisa menghela nafasnya. "Jennie cemburu jika aku bekerja dengan orang itu, makanya sampai sekarang aku belum kerja-kerja lagi"

Rose sakit hati mendengar kalimat itu. "Lisa, Jennie itu bukan pacarmu lagi, jadi dia ga punya hak atas hidupmu lagi"

"Tapi aku dan Jennie masih sama-sama saling mencintai! Aku ga bisa mengabaikan itu!"

"Tapi sekarang dia bukan pacarmu lagi Lisa! Dia sudah milik orang lain, bukan milikmu lagi," ucap Rose menekan kata-katanya.

"Aku tau. Tapi aku juga paham selama ini dia pacaran sama Jiso itu hanya untuk bertahan hidup, bukan karena saling mencintai. Cinta Jennie hanya untukku tidak ada yang lain!" ucap Lisa membela Jennie.

"Kamu bodoh Lisa! Jennie tidak pernah mencintai kamu. Jika dia mencintaimu, dia tidak akan menikmati hubungannya dengan kakakku"

"Menikmati apanya? Sekarang saja mereka sudah bertengkar, padahal baru jadian. Itu artinya Jennie masih mencintaiku"

"Mereka sudah baikan" Perkataan itu membuat Lisa kaget.

"Apa maksudmu? Bukankah mereka sedang bertengkar?"

"Percaya atau tidak sebelum aku kesini, aku melihat mereka di rumah sedang kasmaran sambil minum-minum alkohol. Sementara kamu disini malah memikirkan Jennie seperti orang gila," ucap Rose emosi.

"Jadi Jennie sudah di rumah kalian? Tapi selama ini..." Lisa bingung karena pengakuan Jennie, dia sedang berada di rumah Jizzy selama ini.

Rose terkekeh. "Kamu benar-benar sudah dibutakan oleh cintamu"

"Taaapi kenapa Jennie harus berbohong? Pasti telah terjadi sesuatu kan? Aku tau Jiso pasti sudah melakukan sesuatu terhadap Jennie. Aku tau Jiso tidak pernah memperlakukannya dengan baik," ucap Lisa semakin membuat Rose emosi.

"Sadar Lisa! Jennie itu sudah tidak mencintaimu atau bahkan dia ga pernah benar-benar punya perasaan padamu selama ini"

"Rose kenapa kamu berkata jahat seperti itu mengenai Jennieku? Dia tidak akan pernah menyakitiku karena akulah satu-satunya manusia yang dibutuhkan Jennie. Aku ga percaya sama apapun yang kamu bilang itu. Pasti ada kekeliruan disini"

"Jelas-jelas selama ini dia sudah mempermainkanmu Lisa. Kenapa kamu ga pernah bisa melihat itu?"

"Baiklah akan aku buktikan perkataan siapa yang paling benar. Sekarang, aku akan tanya langsung kepadanya," ucap Lisa pergi. Rose yang tidak siap mencegah Lisa karena pergerakannya yang tiba-tiba, bahkan gadis langsung membawa kabur mobilnya.

Rose mendengus karena lupa mengambil kunci mobilnya. Dia memilih berjongkok di teras rumah Lisa dan sebuah tangan menyekapnya dan belakang. Rose pingsan karena sapu tangan itu membuatnya susah bernafas.

"Bos, kami dapat informan yang sangat sangat dekat dengan target," ucap pria berkepala plontos. "Baik bos, kami akan segera bawa ke markas"

Semoga tetap suka dengan cerita ini. Terima kasih!

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang