30

252 17 0
                                    

Lisa memelankan mobil itu. Dia menarik tuas dan mematikan mesin mobil. Setelah dipikir-pikir Lisa memutuskan untuk mencari tau yang terjadi sebelum benar-benar sampai di rumah Jiso. Tatapannya beralih ke gadis di sampingnya. Gadis itu sedari tadi hanya diam dan Lisa juga masih enggan untuk mengganggunya.

"Kenapa Suga bisa menyekapmu?" Lisa akhirnya bertanya. Rasa penasarannya mendominasi.

"Ceritanya panjang" Jiso membasahi bibirnya dan menatap Lisa dengan lekat. "Aku ingin pulang sekarang"

Lisa menghela nafasnya. Dia tau jika Jiso baru saja mengalami hal yang buruk. "Apa kau tidak ingin membeli makan?" Jiso menggeleng, raut wajahnya terlihat pucat karena berada di dalam sana. Sekalipun Suga memperlakukannya dengan baik tetap saja kejadian itu membuatnya trauma.

Lisa menghidupkan mobilnya dan menurunkan tuas lalu membawa mobil itu dengan kecepatan sedang. Tatapannya sesekali menoleh pada Jiso yang menatap datar ke arah jalanan.

***

"Kakak" Peluk Rose menangis haru. Dia tidak bisa membendung air matanya saat melihat kakak satu-satunya dalam keadaan buruk seperti ini. "Kakak darimana saja? Aku mencarimu kemana-mana tapi kakak ga ketemu" Rose menumpahkan air matanya di bahu Jiso.

Sementara Jiso hanya diam tapi tangannya bergerak mengelus surai milik adiknya. "Aku sudah disini. Lisa menyelamatkan kakak"

Rose mengadah. Raut wajahnya terlihat haru sekaligus senang. Dia mulai mendekati Lisa dan memeluk gadis dengan erat. "Terima kasih Lisa. Aku berutang budi padamu"

"Sama-sama Rose" Rose melepaskan pelukannya dengan Lisa. Tangannya menyentuh tangan Jiso yang hendak pergi . "Sebenarnya apa yang terjadi kak?"

"Biarkan kakakmu istrahat dulu. Dia sedang syok dengan beberapa kejadian yang menimpanya" Lisa menatap Rose dengan lembut dan membawa gadis itu menuju sofa. "Kamu tunggu disini, aku akan mengurus kakakmu"

Lisa menyusul Jiso ke kamarnya dan melihat gadis itu masuk ke dalam mandi. Jiso merasa tubuhnya kotor dan juga bau karena disekap. Sebenarnya dia ingin bicara banyak hal dengan Lisa tapi entah kenapa mulutnya tak bisa mencari kalimat yang pas untuk memulainya.

Lisa mengambil baju Jiso dari dalam lemari dan menyiapkannya di atas kasur. Kebiasaan yang dulu sering ia lakukan saat mereka masih SMA. Setelah itu gadis itu turun untuk membuatkan makanan untuk Jiso. "Lisa sedang apa kamu?"

"Membuatkan makanan untuk kakakmu" Lisa melihat-lihat isi. Sebenarnya dia bingung cara menghidupkan kompor di rumah ini.

"Memangnya kamu bisa memasak?" Rose mengekor dari belakang.

"Pelayan yang akan membuatkannya untukku" Lisa terkekeh saat melihat wajah Rose yang cemberut. Gadis itu mencepol rambutnya. "Biar aku saja"

Rose segera berkutat di dapur. "Jika kamu butuh bantuan, aku siap untuk membantu" Lisa ikutan mencepol rambutnya. "Bisakah kamu potong-potong ini?" Rose bertanya dan menunjukkan beberapa buah wortel.

"Gampang" Lisa merebut wortel itu lalu membersihkannya terlebih dahulu. Dia meletakkan sekaligus wortelnya di talenan lalu memotong-motong wortel itu dengan cepat. "Yak Lisa! Bukan seperti itu caranya!" Rose berteriak saat melihat potongan Lisa yang asal-asalan.

"Bukankah ini terlihat bagus?"

Rose menggeser tubuh Lisa. "Minggir saja. Lebih baik kamu pergi sebelum aku marah!"

Lisa menggerutu. "Padahal potonganku tidak buruk"

"Lisa"

Lisa menoleh melihat Jiso yang baru turun dari kamarnya. Gadis itu sudah terlihat lebih segar dan juga cantik dari sebelumnya. Dia tersenyum tipis melihat Lisa. "Aku ingin bicara"

Lisa duduk di sofa. "Duduklah, aku juga banyak pertanyaan"

Jiso duduk di samping Lisa. Dia menatap Lisa yang sudah siap mendengarkannya. "Terima kasih Lisa" Suara itu begitu lembut. Melihat tingkah Jiso yang seperti ini, mengingatkan Lisa pada Jiso di masa lampau. Tapi sejak dia menolak perasaan Jiso, gadis itu berubah total. Jadi sedikit lebih kasar.

Lisa mendekat dan memegang tangan Jiso. Dia menatap Jiso dengan pandangan yang sulit diartikan. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu?"

Jiso kembali menangis saat mengingat dirinya disekap oleh Suga. Lisa dengan sigap meraih tubuhnya dan membawa Jiso ke pelukannya. "Tidak apa-apa, jika belum siap tidak usah diceritakan. Aku punya banyak waktu untuk mendengarnya" Jiso mengangguk. Bibirnya terasa kelu untuk mengatakan sesuatu terlebih ini semua dia lakukan demi Lisa. Menyadarkan Lisa bahwa Jennie adalah gadis yang berbahaya.

Mengenai Jennie. Jiso jadi bertanya-tanya kemana perginya gadis itu. Semenjak dia sampai di rumah, dia tidak melihat keberadaan gadis itu di rumahnya. "Lisa, Jennie dimana?"

Entah kenapa pertanyaan dari Jiso membuat Lisa kesal. Cemburu menghinggapi relung hatinya saat melihat Jiso yang celingukan mencari Jennie. "Aku gatau" Nada dingin itu ditangkap pengertian oleh Jiso. Dia akhirnya diam saja daripada salah bicara. Jiso tau seberapa dalam rasa Lisa untuk Jennie. Dia iri karena Lisa tak pernah memberikan itu kepadanya.

Lisa merasa bersalah untuk sesaat karena jawabannya yang begitu ketus terhadap Jiso. Tapi dia memang bicara jujur dan tidak mengetahui kemana perginya Jennie karena pagi-pagi sekali dia sudah berangkat ke kantor Suga karena bekerja.

***

"APA! Jadi Jiso hilang gara-gara kau?" Jennie tak kuasa menahan amarahnya saat melihat Suga. Dia melempar gelas yang dipegangnya ke arah lantai.

"Kenapa kau yang jadinya marah?" Suga ikutan emosi melihat tingkah Jennie. Nada suaranya ikutan meninggi membuat Jennie jadi kesal. "Harusnya aku yang marah karena ulahmu"

Jennie yang tidak terima disalahkan menatap nyalang manusia di depannya. "Aku?" Tunjuk dirinya. "Jelas-jelas yang salah adalah kau! Kenapa kau menculik Jiso? Dia itu kekasihku!"

"Terserah mau dia itu kekasihmu atau apapun itu.Tapi aku tidak akan membiarkan rahasia keluargaku bocor dengan mudah dan kau manusia bajingan" Suga menunjuk Jennie. Matanya memerah menahan amarah. "Kau sudah menceritakan apa kepadanya? Hingga dia datang ke kantorku untuk mencari tau kebenarannya!"

Jennie kaget. Apa dia tidak salah dengan? Jadi Jiso menyelidikinya? Tapi untuk apa? "Katakan padaku, apa yang sudah kau ceritakan padanya?"

"Tanyakan saja padanya" Jennie kesal.

"Dia ga berbicara bahkan setelah aku menyekapnya. Gadis itu hanya bungkam dan menangis."

"Itu karena kau membuatnya takut!" Suara Jennie tidak turun sama sekali. Mereka seperti dua orang yang hidup di hutan karena berteriak-teriak seperti itu.

"Apapun yang terjadi Jennie, aku tidak akan membiarkan rahasia keluargaku terbongkar ke khalayak umum. Jika sampai itu terjadi, kau tau apa yang bisa kulakukan kepadamu"

"Aku harus segera pergi!" Jennie membawa tasnya dan meninggalkan Suga begitu saja.

Suga meremas rubik di tangannya. Benda itu penyok di tangan Suga menggambarkan seberapa besar amarahnya. "Kau tidak akan kubiarkan lolos kali ini"

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang